JAKARTA, Berita HUKUM - Ahli Pidana Prof Dr. Mudzakkir, SH., MHum mengatakan, seorang advokat jika diduga melakukan pelanggaran hukum, penyidik terlebih dahulu mengajukan permohonan pemeriksaan Kode Etik ke Dewan Kehormatan Profesi.
"Termohon menjalin proses sidang kode etik, jika terbukti melanggar kode etik, direkomendasikan ke penyidik untuk diproses. Jika tidak terbukti melanggar kode etik maka diberitahukan ke penyidik untuk tidak dapat diproses tindak pidana yang diduga kepadanya," ujar Mudzakkir kepada wartawan di Jakarta, Rabu (16/5).
Dijelaskannya, penyidik wajib menghormati profesi advokat, seperti juga profesi Pers, profesi Dokter, profesi Jaksa, Polisi bahkan Hakim juga sama, wajib terlebih dahulu diperiksa kode etiknya, tidak boleh langsung diproses Pidana.
"Jika sampai dianggap melanggar harusnya melalui sidang kode etik dulu," sambungnya.
Mudzakir menambahkan di dalam Pasal 21 UU 31/1999 bukan tindak pidana korupsi, tapi adalah tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi, yang tertera dalam Bab III UU No 31/1999, sedangkan Tindak Pidana Korupsi tertera dalam Bab II UU No 31/1999.
"Pasal 21 adalah masuk ranah hukum pidana umum yang merupakan wewenang Polri yang menyidik dan Pengadilan Negeri Umum yang memeriksa dan mengadilinya. Bukan wewenang KPK dan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi," ungkapnya.
Selain itu di dalam Pasal 21 UU Nomor 31/1999 juga delik Materiil, lanjut Mudzakir harus ada akibatnya, dengan sengaja mencegah apa akibat yang timbul atas pencegahan, merintangi apa akibatnya merintangi, menggagalkan, apa kegagalan yang terjadi, penuntut umum wajib membuktikannya terlebih dahulu sebelum bisa menuntut dengan Pasal 21 UU 31/1999. akibatnya karena advokat dalam menjalankan tugas membela Klein nya, mutlak tidak dapat dituntut sebagaimana Pasal 16 UU 18/2003 tentang Advokat atau yang dikenal sebagai hak imunitas advokat jo putusan MKRI No.26/2013.
Adapun isi pasal 16 UU 18/2003 yaitu berbunyi "Advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan itikad baik untuk pembelaan Klien dalam sidang Pengadilan". Jo putusan MKRI No 26/2013 "Advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan itikad baik untuk pembelaan Klien dalam sidang Pengadilan maupun diluar sidang Pengadilan" yang berhak menilai Etikad baik atau tidak adalah Organisasi Profesi advokat, bukan Penyidik/Penuntut Umum.
Mudzakkir menambahkan KPK dan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi hanya berwenang menyidik, menuntut dan memeriksa tindak pidana korupsi, sedangkan terhadap tindak pidana lain, tindak pidana umum, dugaan adanya rekayasa kecelakaan adalah wilayah hukum Polri dan Pengadilan Negeri Umum, dan terhadap dugaan adanya rekayasa rekam medis, pesan kamar di rumah sakit, dugaan adanya permintaan diagnosa sakit adalah wilayah kode etik Majelis Dewan Kedokteran Indonesia dan ranah pidana umum, bukan wewenang KPK maupun pengadilan tindak pidana korupsi.
Terdakwa kasus dugaan merintangi penyidikan Fredrich Yunadi kembali menjalani sidang di pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (14/5) kemarin. Dalam sidang Fredrich menghadirkan sejumlah ahli diberbagai bidang disiplin ilmu sebagai saksi ahli meringankan.
Beberapa diantaranya yaitu, ahli pidana Prof Dr. Mudzakkir., SH., MHum; dan Prof Dr Suparji, SH., MH. Ahli hukum tata negara Prof Dr. Margarito Kamis, SH., MH, serta ahli tata bahasa Prof Dr. Afdol Tharik Wastono.S.D., MHum.(bh/mdb)
|