JAKARTA, Berita HUKUM - Yudi Syamhudi Suyuti sebagai aktivis dan mewakili Aliansi Relawan Prabowo Sandi menyampaikan situasi terkini, yang belakangan banyak oknum pejabat Polri; di Polsek, Polres hingga Polda dirasakan di seluruh Indonesia terindikasi melakukan penyalahgunaan wewenang, yang disinyalir ikut melakukan intervensi dalam proses politik praktis, hal ini patut menjadi perhatian serius oleh seluruh relawan nasional dan pendukung Pasion Presiden dan wakil Presiden Republik Indonesia No. Urut 02 Prabowo-Sandi.
Demikian utara Yudi Syamhudi Suyuti yang juga sebagai Ketum Komite Persatuan Nasional-Ganti Presiden (KPN-GP) 2019 memberikan pernyataan saat jumpa pers di bilangan Menteng pada, Senin (7/1) di Rumah Aspirasi, Jl.Cut Mutiah no.18, Menteng, Jakarta Pusat.
Nampak pantauan pewarta BeritaHUKUM.com turut hadir menemani Yudi Suyuti yakni tokoh Lieus Sungkharisma selaku Koordinator Rumah Aspirasi Prabowo-Sandi, Dodi Panjaitan/ Si Botak sebagai Ketum Garuda Emas.
Yudi Syamhudi mengingatkan bahwa dirinya bersama rekan-rekan Relawan Nasional Prabowo-Sandi begitu cinta dengan institusi Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) yang berfungsi sebagai salah satu Criminal Justice System (Sistem Peradilan Pidana) dalam sistem Negara Republik Indonesia. "Tentunya dalam proses penegakan hukum, Kepolisian adalah instrument yang begitu penting bagi kami, masyarakat dan rakyat Indonesia," jelasnya, Senin (7/1).
Namun sangat disayangkan, kalau di era demokrasi, dimana Hak Asasi Manusia (HAM) menjadi salah satu landasan utama aparat Kepolisian dalam menegakkan hukum, yang telah digariskan dalam konstitusi UUD'45, ternyata dirasa masih ada dan banyaknya oknum aparat kepolisian justru terlibat politik praktis. "Bahkan lebih dari itu, seringkali oknum aparat kepolisian memposisikan diri seperti sayap dari kekuatan politik tertentu," certusnya.
"Jelas sangat disayangkan, karena justru menjadi mara bahaya bagi kehidupan sosial politik di Indonesia yang bersepakat politik dalam era demokrasi yang dibangun melalui cara-cara sipil dan bermartabat. Sehingga prinsip dalam dasar Negara kita, Pancasila, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab dapat terwujud melalui praktek politik yang dijalankan," paparnya.
Padahal, ungkapnya bahwa larangan Polri terlibat dalam politik praktis telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik indonesia, Pasal 28 (1) yang berbunyi, "Kepolisian Negara Republik Indonesia bersikap netral dalam kehidupan politik dan tidak melibatkan diri pada kegiatan politik praktis," tegas Yudi Syamhudi.
Sudah jelas Undang-Undang tentang Polisi melarang dengan tegas bahwa posisi Kepolisian berada pada posisi netral. Akan tetapi kemukanya kalau belum lama ini, peristiwa Kantor Sekretariat Rumah Aspirasi di Nusa Tenggara Barat (NTB) didatangi oleh pasukan Polisi lengkap dengan senjata laras panjang dan seragam, lalu melakukan perobekan buku tamu. Sebuah terror, intimidasi dan kekerasan. "Diperlihatkan di depan mata kita. Ini jelas sekali bentuk pelanggaran hukum, hak asasi manusia dan merupakan tindakan represif yang sangat berbahaya," jelasnya.
Belum lagi di beberapa daerah, beberapa kantor Partai dan Ormas yang tergabung dalam Koalisi Adil Makmur dan mendukung Paslon Prabowo-Sandi juga didatangi oleh oknum Polisi.
Bahkan Pondok Pesantren pun juga beberapa di intimidasi kali dilakukan dengan cara-cara hal yang tercor Aktivis dikuti, rumahnya diawasi atau didatangi dan seperti sengaja ingin ditakut-takuti jika mendukung Prabowo-Sandi. "Tegas kami nyatakan bahwa kami tidak takut. Karena kami bukan penjahat, jadi untuk apa takut," ujarnya menekankan.
"Meski Pimpinan Kepolisian juga sudah menyatakan bahwa pihaknya hanya melakukan pengecekan atau ada kesalahan prosedur, tapi bagi kami tindakan oknum tersebut adalah bentuk teror dan intimidasi," ungkapnya.
Seperti diketahui, Pilpres akan berlangsung pada Rabu 17 April 2019, masih ada 3 bulan untuk memperbaiki. Namun, hal ini sangat berbahaya bagi cita-cita rakyat bersama yaitu menciptakan Pemilu yang damai dan adil. Karena jika terus menerus dibiarkan, maka akan memicu terjadinya kekerasan yang diawali oknum Kepolisian.
Untuk itulah Aliansi Relawan Prabowo-Sandi memperingatkan dengan keras, seraya menyerukan, bahwa dengan ini :
1. Kapolri Jenderal Tito Karnavian agar menindak tegas siapapun anak buah dari jajarannya yang ikut terlibat politik praktis, karena hal tersebut sangat mengganggu pihak kami dan pendukung Prabowo-Sandi.
2. Agar Elit Politik, Partai Politik atau Bandar Politik jangan coba-coba menggiring Kepolisian untuk masuk ke dalam politik praktis, karena akan mengakibatkan pelanggaran HAM dan
dapat mengarah pada perbuatan MAKAR.
3. Pilpres 2019 jangan dikotori oknum anggota Kepolisian oleh upaya-upaya untuk memancing kekerasan yang akhirnya merugikan Rakyat, Bangsa dan Negara.
4. Rakyat adalah Pemilik Negara yang sah sesuai konstitusi UUD 45 dan Kepolisian adalah aparat Negara sekaligus pelayan Rakyat sehingga Polisi juga harus memberikan perlindungan dan pengayoman ke masyarakat sesuai Tugas Pokok Polri UU no.2 Tahun 2002, pasal 13.
5. Jika ke depan masih ada dan justru makin banyak keterlibatan oknum Polri yang mengganggu jalannya proses demokrasi dan terindikasi melanggar HAM, maka kami dari Aliansi dan seluruh relawan Prabowo-Sandi akan melakukan langkah-langkah dengan menggunakan hukum internasional dengan membawa masalah ini ke lembaga-lembaga internasional.(bh/mnd) |