JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Tiap terjadinya pengeboman dan penangkapan terduga teroris, selalu dikaitkan Abu Bakar Ba'asyir. Begitu pula dengan penangkapan buron teroris yang tertangkap di Solok, Sumatera Barat (Sumbar), Beni Asri.
Ia bersama pengebom Gereja Bethel Injil Sepenuh (GBIS) Kepunton, Solo, Jawa Tengah, Pino Damayanto alias Ahmad Urip alias Hayat diduga merupakan anggota Jamaah Anshorut Tauhid (JAT) yang dipimpin Ba’asyir.
Namun, Ba'asyir membantah bahwa anggota JAT pernah melakukan tindakan seperti itu. "Itu omong kosong. Kan baiat banyak orang. Tapi kan JAT tidak pernah berbuat semacam itu. Tidak pernah mengajarkan seperti itu. Saya tidak kenal mereka," ujar Ba’asyir di Mabes Polri, Jakarta, Senin (3/10).
Ba’asyir keluar dari selnya untuk menjalani perobatan ke klinik Mabes Polri. Ia akan menambal lubang giginya, karena kerap mengeluh hal itu selama di penjara. Ia dikawal sekitar delapan petugas kepolisian dan seorang penyidik.
Sejak ditahan pada Agustus 2010 lalu, Ba’asyir yang kini berusia 73 tahun, telah beberapa kali mendapat pengobatan dari Polri. Di antaranya untuk sakit katarak mata dan lutut yang dideritanya. Ba’asyir divonis 15 tahun penjara oleh hakim PN Jakarta Selatan. Sebelumnya, Baasyir dituntut hukuman seumur hidup oleh tim penuntut umum Kejaksaan. Atas vonis ini, ia pun melakukan upaya hukum untuk lolos dari jerat hukum tersebut.
Nama Ba’asyir kembali muncul, menyusul aksi bom bunuh diri GBIS, Solo dan masjid Adz Dzikra, Mapolresta Cirebon. Pelaku pengeboman diyakini bernama M Syarif dan Pino Damayanto alias Ahmad Urip alias Hayat itu, diduga terlibat jaringan teroris dengan Beni Asri, yang ditangkap Densus 88 Antiteror di Solok, Sumbar pada Minggu (2/10) lalu.(dbs/bie)
|