JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Hatta Rajasa ternyata sudah berkomunikasi dengan Patrialis Akbar. Hal ini tentu saja terkait pencopotannya dari posisi sebagai Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham). Pernyataan ini disampaikan Hatta Rajasa kepada wartawan di gedung DPR, Jakarta, Senin (17/10).
Menurut Hatta, dirinya sudah menyampaikan langsung kepada Patrialis terkait kompensasi pencopotan. Hatta memastikan Patrialis akan menempati posisi baru di luar kabinet. "Tentu sudah ada rencana untuk itu, sudah saya bicara dengan Patrialis," ujarnya.
Namun, Hatta masih enggan menyebutkan posisi baru yang akan ditempati Patrialis nanti. "Saya tidak ingin menyampaikan sekarang sebelum nanti dimana persisnya. Walaupun tidak di kabinet, Patrialis tentu ada pos yang baru," pungkasnya.
Kabar yang beredar Patrialis akan menduduki Duta Besar (Dubes) Arab Saudi yang kini dipegang Abdurrahman Mohammed Amen Al-Khayyat. Ketika hal ini dikonfirmasi, Hatta kembali enggan menjawab. "Saya belum bisa bicara sekarang. Nanti saja ya,” ujar Menko Perekomian tersebut.
Dalam kesempatan terpisah, mantan Ketua Umum PAN Amien Rais menyesalkan kebijakan Presiden SBY yang telah menunjuk 13 wakil menteri untuk mambantu kinerja kabinet. Namun, para wakil menteri itu dianggap tidak efektif dan semakin membuat gemuk birokrasi. "Tanpa wakil menteri yang cukup banyak saja, sudah makin senang berenang. Apalagi ditambah wakil menteri itu, jangan-jangan malah makin senang berenang," kata mantan Ketua MPR ini.
Amien tidak tahu alasan reshuffle yang seharusnya untuk mengganti para menteri yang kinerjanya kurang baik, malah menambah wakil menteri yang sangat banyak. "Ini merupakan pertaruhan luar biasa SBY. Saya kira ini bertentangan dengan opini publik. Kami mintanya kabinet yang ramping, yang efisien, yang produktif. Tapi dengan kondisi ini, kabinet akan tidak efisien dan tidak produktif," imbuhnya.
Amien tidak mempermasalahkan siapa pun yang berada di dalam kabinet, terpenting harus profesional meski orang yang ditunjuk itu dari partai politik. "Yang terpenting orangnya. Baik dari parpol atau bukan, yang penting profesional. Reshuffle harus menuju perbaikan signifikan, bukan hanya bagi-bagi kekuasaan," tutur dia.
Sebelumnya, Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin menyatakan bahwa reshuffle tak akan berpengaruh pada kinerja pemerintahan untuk mendongkrak kesejahteraan. Pasalnya, perombakan ini lebih didasari kepentingan politik. Proses perombakan ini pun layak dianggap sebagai basa-basi politik.
Din menjelaskan bahwa reshuffle kabinet adalah pemborosan anggaran. Hal ini bisa dilihat dengan pengangkatan wakil menteri yang mendakan bahwa birokrasi pemerintah gagal menjalankan kinerja. Padahal, reshuffle harus berpengaruh pada kesejahteraan maryarakat, terutama warga yang sekarang masih hidup di jurang kemiskinan.(dbs/wmr/biz)
|