JAKARTA, Berita HUKUM - Ada dua faktor yang menyebabkan melemahnya mata uang rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Pertama faktor internal yakni naiknya suku bunga The Fed, sehingga pelaku bisnis berinvestasi ke dolar AS, dan akibatnya mata uang lain mengalami depresiasi atau merosotnya nilai tukar.
"Sebagian berkaitan dengan isu terbaru antara Arab Saudi dan Amerika jauh pengaruhi instrumen ekonomi. Itu faktor eksternal," ujar Direktur Indonesia Public Institute (IPI) Karyono Wibowo pada diskusi yang digelar Lingkar Studi Politik Indonesia (LSPI) bertema 'Dollar Menguat, Benarkah Indonesia Menuju Krisis?' di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, Sabtu (20/10).
Selain itu, kata Karyono, ada juga faktor eksternal yang membuat melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, seperti neraca perdagangan Indonesia yang mengalami defisit.
"Hari ini Indonesia pada 2018, alami defisit transaksi berjalan USD 13,7 miliar. Ini jadi faktor menurunnya nilai rupiah terhadap dolar AS," tuturnya.
Kendati begitu, ia memastikan menguatnya dolar AS tidak akan membuat kondisi Indonesia seperti saat krisis 1997-1998. Sebab semasa kepemimpinan Jokowi pada 2014-2018, depresiasi rupiah hanya sebesar Rp 3.000. Sementara saat 1996-1998, pelemahan rupiah dari Rp 2.000 hingga Rp 17.000.
"Ini indikator nilai rupiah, jadi fundamental ekonomi Indonesia masih bagus dibanding era '98. Dolar naik dan rupiah turun, tapi inflasi masih terkendali diangka 3 persen. Kalau inflasi tinggi pasti problem (masalah/krisis). Saya khawatirkan kebijakan menaikkan Premium jadi, mungkin bisa makin perparah (inflasi), untungnya enggak jadi," paparnya.(bh/mos) |