JAKARTA, Berita HUKUM - Debat putaran pertama pasangan capres dan cawapres pada Pilpres 2019 berjalan kaku, kurang menarik dan masih jauh dari harapan publik.
Visi misi yang disampaikan dengan waktu yang singkat kedua paslon belum menyentuh akar persoalan dan justru kedua kandidat terjebak pada retorik general yang bersifat normatif.
Demikian penilaian pengamat politik yang juga Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago, Jumat (18/1).
Secara umum visi misi kedua paslon dalam di bidang hukum dan HAM, kurupsi dan terorisme tidak jauh berbeda. Hanya lebih kepada pendekatan persoalan masalah yang mungkin bisa sedikit membedakannya.
Paslon 01 Jokowi-Ma'ruf lebih menekankan pada reformasi kelembagaan dan penguatan sistem. Sedangkan paslon 02 Prabowo-Sandi lebih menekankan pada kepastian hukum dengan pendekatan behavioral atau perilaku aparat penegak hukum memastikan kesejahteraan.
Dari segi kepastian hukum, kata Pangi Syarwi, kedua paslon juga memberikan pandangan yang hampir sama, memastikan tidak terjadi dan atau menertibkan peraturan-peraturan yang tumpang tindih, namun paslon 01 lebih menekankan pada sinkronisasi lewat badan legislasi nasional, sementara paslon 02 lebih menekankan pembinaan peraturan dengan melibatkan partisipasi publik dan para ahli di bawah kendali langsung presiden untuk menjamin adanya kepastian hukum.
Untuk konteks HAM, kedua paslon sepertinya tidak punya prioritas yang jelas, secara konseptual juga keliru dalam memahami persoalan dan cenderung membahas hal remeh-temeh. Kedua paslon tidak bisa membedakan antara konsep hak azasi dengan hak warga negara, hak azasi itu bersifat melekat atau given pada individu yang harus dilindungi.
Sedangkan hak warga negara harus dipenuhi oleh negara. Kerancuan jalan berpikir pada akhirnya membuat kedua paslon tidak punya fokus yang jelas untuk menyelesaikan akar persoalan, paham saja tidak bagaimana mau carikan solusi.
Untuk pemberantasan korupsi, kedua paslon juga masih berkutat pada jawaban yang bersifat umum dan normatif. Paslon 01 menekankan pada proses rekrutmen aparat yang punya kapasitas melalui merit-sistem dan untuk jabatan politik dengan menekan politik biaya tinggi namun kering narasi masing masing paslon bagaimana pikiran mereka membuat politik biaya rendah untuk menjadi pemimpin.
Paslon 02 tetap pada pendekatan integritas aparat dengan perbaikan kesejahteraan aparat negara dengan menaikkan tax ratio sebagai sumber pendanaan, melakukan pengawasan internal yang ketat melalui penegakan disiplin yang ketat serta melakukan perbaikan pencatatan aset negara.
Untuk isu penanggulangan terorisme, lanjut Pangi Syarwi, paslon 01 masih pada posisi melanjutkan program pemerintah melalui upaya deradikalisasi dengan mengindentifikasi akar persoalan. Akar persoalannya bisa pada pemahaman keagamaan yang salah, maka pendekatan keagamaan dipandang akan lebih efektif. Jika akar masalahnya pada soal kesejahteraan maka membuka kesempatan dan akses terhadap pekerjaan akan dibuka lebih luas.
Sementara paslon 02 lebih kepada sisi akar masalah, namun menawarkan pedekatan yang lebih persuasif dan lebih menekankan pada upaya pencegahan melalui peningkatan kapasitas aparat keamanan, intelijen dan pelibatan TNI dalam skala tertentu melalui pemetaan resiko.
Menurut Pangi Syarwi, jalannya debat putaran pertama jika dilihat dari segi penyelenggaraan masih jauh dari kata sempurna. Publik masih belum terpuaskan dengan format debat yang masih kaku dan belum cair.
"Wajar dan tak berlebihan agar debat dievaluasi termasuk pemberian kisi-kisi pertanyaan yang membuat capres dan cawapres tidak genuine, tidak berselancar dengan pikirannya liarnya dan tidak berpetualang dengan ide dan gagasan besar yang ada di dalam otaknya," tutupnya.
Sementara, Debat perdana capres-cawapres perdana juga dinilai Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah lebih mirip cerdas cermat anak sekolah.
Dia pun mengkritik KPU yang seakan tidak mampu menyelenggarakan debat tersebut. Padahal, kata Fahri, debat adalah hal sangat penting bagi kedua pasangan calon.
"Apa tidak malu melihat debat yang mirip cerdas cermat anak SMP dan SMA?" kata Fahri, kemarin (17/1).
Fahri pun kecewa dengan tingkah laku peserta debat yang seakan hiraukan pertanyaan, justru disibukkan dengan kerpekan (bocoran jawaban).
"Coba lihat deh, kandidat tidak menyimak pertanyaan dan sangkalan karena sibuk membaca kerpekan. Lalu waktu menjawab tidak nyambung. Tapi karena jawaban capres kita anggap oke-oke saja," tutur Fahri.
Ke depan dalam 4 gelaran debat berikutnya, Fahri meminta KPU untuk mengubah beberapa hal. Salah satunya yakni capres-cawapres tidak perlu diberikan bocoran pertanyaan.
"Calon presiden tidak perlu dibantu atau dilindungi dalam debat. Biarkan mereka ditelanjangi oleh kata-kata mereka sendiri. Mereka jangan lagi membaca tulisan orang. Biar keluar apa yang sebenarnya ada dalam kepala, dalam hati dan dalam impian mereka. Jangan dibela!" tegas Fahri.
Selain kerpekan dan bocoran pertanyaan, Fahri juga mengkritik moderator debat perdana kali ini.
Fahri merasa heran moderator meminta pasangan capres-cawapres untuk saling memuji dalam sesi closing statement.
"Setop sandiwara ini. Rakyat jangan dibodohi. Kosa kata yang keluar dari moderator ini kayak anak-anak. 'Mohon capres mengucapkan pujian kepada calon lain ya dan menyampaikan pesan damai.' Maksudnya apa sih? Memang rakyat rusuh apa? Di bawah santai saja kok," jelas Fahri.
Ada 4 kali lagi debat, permohonan saya:
1. Kalau takut ramai gak usah bawa Timses. Di studio TV aja.
2. Gak usah kasi waktu 2-3 menit. Biar mereka olah narasi sendiri.
3. Stop bawa catatan baik kertas maupun Tablet.
4. Kasi waktu saling potong antar kandidat.
"Para pejabat dan pimpinan lembaga negara khususnya yudikatif gak usah diajak nonton. Ngapain ketua MA @Humas_MA , ketua MK @Humas_MKRI dan ketua KY @KomisiYudisial duduk di antara politisi? Juga banyak sekali pimpinan lembaga pemerintahan dan menteri? Buat apa?"
"Belum lagi pembisik dan tukang Antar bocoran Wira Wiri ramai amat kayak Coach dan pelatih dalam pertandingan tinju kelas layang. Biarkan aja dia sendiri saling berhadapan. Biar kelihatan siapa yang mandiri dan siapa yang tidak mandiri. Biar aja saling Timpa aja!"
"Ini cuman adu mulut kok. Takut amat. Sekali lagi, ini kepentingan rakyat. Bukan KPU atau kandidat. Rakyat perlu tahu siapa yg akan mimpin mereka. Jangan main2. Sekian! #YukNobarDebatCapres2"
"Debat artinya "adu argumen" bukan lomba baca bocoran...," tegas Fahri dalam akun medsos @Fahrihamzah.
"Kalau calon kepala negara saja boleh nyontek kenapa anak SMP, SMA dan Mahasiswa dilarang?".
"Apa yg menghalangi kita untuk tidak percaya bahwa syarat capres haruslah mereka yg memiliki kemerdekaan berpikir dan bertanya? Kenapa @KPU_ID membolehkan ini terjadi? Belum pernah lihat saya di dunia ini ada debat capres baca contekan. Ampuuuunnn!!".(jto/rus/RMOL/twitter/bh/sya) |