JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Keputusan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengangkat wakil menteri dipermasalahkan Gerakan Nasional Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (GN-PK). Kebijakan tersebut dibawa ke Mahkamah Konstitusi (MK) untuk diujimaterialkan, karena hal itu bertentangan dengan konsep konstitusi. Pasalnya, di dalam UUD 1945 tidak menyebutkan jabatan tersebut.
"Jabatan wakil menteri sebagaimana diatur dalam pasal 10 UU Nomor 39/2008 tentang Kementerian Negara, tidak diatur dalam pasal 17 UUD 1945. Pasal tersebut jelas-jelas bertentangan dengan UUD," kata kuasa hukum pemohon M Arifsyah Matondang dalam sidang pendahaluan yang berlangsung di gedung MK, Jakarta, Kamis (1/12).
Permohonan ini dimohonkan GNPK yang diwakili oleh Adi Warman selaku ketua umum GN-PK pusat dan TB Imamudin selaku Sekertaris. Mereka mempermasalhkan Pasal 10 yang menyebutkan bahwa jika terdapat beban kerja yang membutuhkan penanganan secara khusus, presiden dapat mengangkat wakil menteri pada kementerian tertentu.
Sedangkan dalam Bab V Kementerian Negara Pasal 17 UUD 1945 ayat (1) menyebutkan dengan jelas bahwa presiden dibantu oleh menteri-menteri negara, sedangkan ayat (2) menyebutkan bahwa menteri-menteri itu diangkat dan diperhentikan oleh Presiden, sementara ayat (3) menegaskan bahwa menteri-menteri itu memimpin departemen pemerintahan.
Menurut Arifsyah, pengangkatan wakil menteri oleh presiden beberapa waktu lalu berdasarkan ketentuan Pasal 10 UU 39/2008 tersebut, dengan jelas telah menyalahi aturan yang tertuang dalam konstitusi. Untuk itu, MK diminta untuk menyatakan bahwa ketentuan pasal itu bertentangan dengan UUD 1945. Selain itu, ketentuan dalam pasal 10 UU Nomor 39/2008 ini tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dengan segala akibatnya.
Namun, panel hakim yang dipimpin Achmad Sodiki dengan anggota panel Harjono dan Muhammad Alim ini, mempertanyakan masalah legal standing (kedudukan hukum) pemohon yang fokus dalam pemberantasan bertindak pidana korupsi dengan pasal 10 UU Kementerian Negara ini.
Ahmad Sodiki memberikan masukan supaya pemohon memberikan penjelasan kerugian konstitusi yang diterima oleh para pemohon. ""Spesifik kerugiannya dimana, tentu ada hubungan sebab akibat adanya pasal yang anda uji ini," kata wakil ketua MK ini.
Setelah memberikan masukan terhadap permohonan pemohon tersebut, majelis panel memberikan kesempatan pemohon untuk memperbaiki permohonannya dalam waktu 14 hari. “Untuk itu sidang akan lanjutkan kembali setelah perbaikan permohonan diajukan paling lambat 14 hari masa kerja," ujar Achmad Sodiki.(dbs/wmr)
|