TANGERANG BeritaHUKUM.com) – Lima terdakwa kasus bom bunuh diri di Masjid Alzikro, Mapolresta Cirebon, Jawa Barat, pada 15 April 2011 lalu, dituntut hukuman 10 tahun penjara. Mereka dinilai terbukti bersalah, karena melakukan tindak pidana terorisme tersebut.
Para terdakwa ini yang disidangkan secara terpisah di Pengadilan negeri (PN) Tangerang, Banten, Rabu (11/1). Satu berkas tuntutan untuk tiga terdakwa, yakni Ahmad Basuki alias Uki bin Abdul Ghofur, Mardiansyah alias Ferdi dan Arif Budiman. Sedangjkan berkas lainnya untuk terdakwa Andri Siswanto alias Ujang dan Musola alias Saifullah.
Menurut JPU Bambang Suharyadi, kelima terdakwa itu terlibat tindak pidana terorisme, karena berperan menyimpan, menyembunyikan, dan memiliki sisa bahan peledak milik pelaku bom bunuh diri tersebut, Muhammad Syarif. Barang yang disembunyikan itu, antara lain tas berisi baterai kotak 9 volt, tombol on/off kabel abu-abu, 100 jeck kabel pendek yang dibungkus dengan isolatif, serta tujuh unit bom pipa rakitan bekas Syarif.
“Berdasarkan fakta-fakta persidangan dan barang bukti, perbuatan para terdakwa tersebut, terbukti melanggar pasal 15 jo pasal 9 UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Terorisme,” kata Bambang Suharyadi yang merupakan koordinator tim penuntut umum perkara itu.
Terungkap dalam sidang, kelimanya memiliki keterkaitan. Mardiansyah dianggap berperan dari awal, bersama pelaku bom bunuh diri membuat rakitan bom dan senjata pulpen yang salah satunya diledakkan oleh pelaku bom bunuh diri, yakni M Syarif.
Sementara sisa bom lainnya dititipkan ke Arif Budiman untuk diserahkan ke Ahmad Basuki. Namun, karena takut Ahmad Basuki menolak, dan menitipkan kembali ke Arief Budiman. Setelah itu Arief Budiman menemui Andri Siswanto dan Musola. Lantas, keduanya menyarankan bom tersebut dibuang ke Kali.
Sebelum menyatakan tuntutan hukuman, jaksa menyebutkan pertimbangan yang memberatkan bagi para terdakwa. Mereka dianggap tidak kooperatif dan berbelit-belit dalam memberikan keterangan dan melakukan perbuatannya membuat masyarakat cemas dan resah tidak mendukung upaya pemerintah memberantas terorisme. Sedangna ynag meringankan, mereka bersikap sopan dan belum pernah dihukum.
Atas tuntutan tersebut, kuasa hukum para terdakwa terorisme itu, Nurhalan menyatakan keberatan. Tuntutan JPU dianggap mengada-ada dan para kliennya tidak mengetahui kasus tersebut. Atas hal ini, pihaknya akan mengajukan nota pembelaan (pledoi) pada persidangan mendatang. “Kami keberatan dengan tuntutan jaksa. Kami akan mengajukan pledoi,” tandasnya.(dbs/mry)
|