JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Denny Indrayana tak menyangkal bahwa moratorium remisi dan pembebasan bersyarat bagi koruptor bagian dari pencitraan. Namun, pencitraan yang dimaksudkannya itu untuk menghapus kesan Indonesia sangat kooperatif terhadap koruptor.
"Benar, memang untuk pencitraan. Tapi pencitraan itu demi citra Indonesia ke depan. Nantinya diharapkan Indonesia akan menjadi neraka bagi koruptor, bukan lagi surge, karena mudahnya koruptor mendapat remisi dan pembebasan bersyarat," kata Denny dalam sebuah acara diskusi di Jakarta, Sabtu (5/11).
Moratorium yang dimaksudkan pihak Kemenkumham, jelas dia, pengetatan pemberian remisi dan pembebasan bersyarat bagi koruptor. Sedangkan bagi whistle blower dan justice collaborator akan diberikan kemudahan. Pasalnya, mereka sangat membantu aparat penegak hukum dalam membongkar kasus korupsi yang kerap terjadi secara massal dan berjamaah.
“Jika diberikan pembebasan bersyarat pada minggu lalu, berarti rata-rata terpidana korupsi kasus suap cek pelawat itu bebas, karena maksimal hanya menjalani masa pemidanaan selama Sembilan bulan. Apakah ini memenuhi rasa keadilan masyarakat?” ujar Denny retoris.
Menurut dia, pengetatan itu telah sejalan dengan UU Pemasyarakatan, karena tidak bertentangan turan yang ada itu. Kepemimpinan Kemenkumham di bawah Amir Syamsuddin dan dirinya akan menerapkan kebijakan ‘obral no’, tapi ‘kontrol yes’. “Kami meletakkan sistemnya sekarang, agar terus dilakukan pada masa kepemimpinan menteri-menteri selanjutnya," jelas dia.
Sementara itu, Wakil Koordinator Indonesia Corruption Watch(ICW) Emerson Juntho meminta Kemenkumham juga melakukan pemberantasan korupsi terhadap jajaran internalnya. Hal ini terutama yang kerap dilakukan sejumlah aparat jajaran lapas dan rutan. Pasalnya, remisi dan bebas bersyarat kerap dijadikan ladang korupsi oknum aparat.
Menurut Emerson, duet Amir Syamsuddin-Denny Indrayana diharapkan mampu mengawasi proses menyimpang di dalam lapas dan rutan serta lainnya. Sebab, ada cuti diberikan kepada terpidana korupsi untuk mengunjungi keluarga. “Ini diterima napi Bulyan Royan, DL Sitorus, Hamka Yamdhu dan lainnya. Ini malah luput dari pengawasan petinggi Kemenkumham,” jelas dia.
Tidak hanya mereka, ungkap Emerson, pejabat kementerian itu juga pernah memberikan fasilitas istimewa bagi Tommy Soeharto dan Artalyta Suryani. Kemungkinan hal ini juga diterima para terpidana korupsi lainnya yang ada di penjara. “Kami harapkan pengawasan dalam lapas dan rutan juga diperhatikan, karena banyak penyimpangan yang dilakukan oknum,” tandasnya.(tnc/spr)
|