JAKARTA, Berita HUKUM - Pemerintah diminta lebih realistis dalam menargetkan pertumbuhan ekonomi maupun pajak. Ini dimaksudkan, agar pemerintah mampu mewujudkan kesejahteraan rakyat, dan utang luar negeri tidak membebani negara.
Namun, DPR optimis target pajak dan pertumbuhan ekonomi itu akan tercapai. Tahun 2017 target pertumbuhan 5,2 % dan realisasinya 5,1 %, sedangkan penerimaan pajak tidak memenuhi target di level Rp 1.307,6 triliun.
Hal tersebut mengemuka dalam diskusi Dialektika Demokrasi dengan tema "Utang Negara Untuk Siapa? Dengan menghadirkan Ketua Badan Anggaran DPR RI Azis Syamsudin, Anggota Komisi XI DPR RI Maruarar Sirait, dan pakar ekonomi politik Ichsannudin Noorsy di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (13/7)
Maruarar Sirait menegaskan harus ada keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan target pajak yang dihasilkan. "Memang ekonomi sedang melambat di seluruh dunia, tapi sektor riil ekonomi kecil dan menengah di Indonesia tetap tumbuh dengan baik," katanya.
Dijelaskan politisi FPDI Perjuangan ini, target pertumbuhan ekonomi 5,2 % tapi tumbuh 5,1 %, maka seharusnya kenaikan pertumbuhan ekonomi ini diikuti dengan kenaikan pajak. "Kondisi setiap negara memang berbeda-beda. Namun, Jokowi telah membangun pondasi perekonomian jangka panjang yang kuat dengan membangun berbagai insfrastruktur di seluruh Indonesia," imbuhnya.
Jika saat ini dalam kondisi sulit, maka ia minta DPR untuk tidak menambah sulit dengan menaikkan gaji dan tunjangan. "DPR seharusnya mendukung alokasi anggaran negara untuk kesejahteraan rakyat, mensubsidi pertanian, dan usaha kecil menegah lainnya," pungkasnya.
Sementara itu, Azis Syamsuddin menyatakan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dan target pajak tersebut antara lain seluruh rakyat harus mempunyai NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak). Tapi, meski utang luar negeri kita terus naik, namun rasio utang negara masih aman.
"Tak mungkin memang untuk mengejar pajak dan ekonomi sesuai target, karena butuh waktu. Tapi DPR akan berusaha maksimal dengan misalnya pembangunan infrastruktur itu tepat sasaran dan lain-lain," ungkap politisi Golkar ini.
Dalam kesempatan yang sama, Ichsanuddin Noorsy menilai jika beban utang luar negeri suatu negara itu fluktuasinya mencapai 30 %, maka dalam level bahaya. Bank dunia sudah menempatkan Indonesia pada level 30% tersebut. Dimana beban utang Indonesia berada pada 34,08%. "Dan, selama negara ini didikte oleh asing, maka Indonesia sampai 2020-2040 maka Indonesia tak akan mampu menghadapi kekuatan asing," katanya.
Negara-negara yang memberi pinjaman kepada Indonesia adalah: Singapura (58 M dollar AS), Jepang (31 M dollar AS), Belanda (11 M dollar AS), Amerika Serikat dan lain-lain.(sc/DPR/bh/sya) |