Beranda | Berita Utama | White Crime | Cyber Crime | EkBis | Opini | INDEX Berita
Eksekutif | Legislatif | Gaya Hidup | Selebriti | Nusantara | Internasional | Lingkungan
Politik | Pemilu | Peradilan | Perdata| Pidana | Reskrim
Peradilan    
Guru
Tanggung Jawab Sama dengan Guru PNS, Guru Honorer Berharap Kelayakan dan Status yang Jelas
Tuesday 24 Mar 2015 11:29:07
 

Isak tangis saksi yang dihadirkan pihak pemohon selaku guru honorer seusai memberikan kesaksian di depan persidangan perkara uji materi UU Guru dan Dosen, Senin (23/3) di Ruang Sidang Pleno Gedung MK.(Foto: Humas/Ganie)
 
JAKARTA, Berita HUKUM - Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) dan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru Dan Dosen (UU Guru dan Dosen), dengan agenda mendengarkan keterangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan saksi Pemohon, pada Senin (23/3) siang, di Ruang Sidang Pleno MK.

Nurbaeti, saksi yang dihadirkan oleh Pemohon menyatakan bahwa dalam kenyataannya banyak guru honorer yang menerima gaji di bawah Upah Minimum Provinsi (UMP). Di Banjarnegara, lanjut Nurbaeti, ada seorang guru honorer yang menerima gaji satu bulan sebesar 100 ribu. Menurut Nurbaeti, meskipun tenaga honorer mendapatkan beban kerja yang sama dengan Pegawai Negeri Sipil (PNS), namun masih belum mendapatkan perhatian yang cukup dan layak. Untuk itu, Nurbaeti berharap agar tenaga honorer mendapat kelayakan dan status yang jelas.

“Kami juga teman-teman honorer di Indonesia berharap kami ini mendapat kelayakan dan status yang jelas,” papar Nurbaeti, yang juga perwakilan dari forum honorer guru kategori dua (K2) Indonesia.

Selain Nurbaeti, dalam perkara yang teregistrasi dengan nomor 10/PUU-XIII/2015 dan 11/PUU-XIII/2015 ini, Pemohon juga menghadirkan tiga saksi lain, yakni Bambang Lukito, Joko Sungkowo dan Fatoni. Dalam kesempatan itu, Bambang Lukito memberikan kesaksian bahwa sejak diangkat menjadi guru honorer sejak Tahun 1987, Ia baru bisa mendapatkan sertifikasi pada Tahun 2007, namun pada Tahun 2012 sertifikasi itu tidak jelas lagi kelanjutannya.

“Padahal di surat ini kami menerima sertifikasi, tapi ternyata sampai hari ini belum bisa cair, jadi kami belum menerima mulai Tahun 2012, 2013, 2014, sampai hari ini 2015,” urai Bambang, guru honorer di SMK Negeri 1 Banyuwangi.

Sementara itu, Joko Sungkowo yang juga dihadirkan sebagai saksi menyatakan bahwa hanya mendapatkan penghasilan satu juta dua ratus dengan beban kerja yang lebih. “Untuk pendapatan di DKI (Daerah Khusus Ibukota), satu juta dua ratus pak, itu hanya pas-pasan untuk bayar koperasi, karena saya keluar masuk pinjam koperasi pak, hidup saya di koperasi,” kata Joko, guru honorer di SMP Negeri 160 Jakarta. Sedangkan Fatoni yang juga guru honorer memberikan kesaksiannya terkait dengan perjuangannya untuk menjadi PNS.

Mendalami kesaksian, kuasa hukum Pemohon, Fathul Hadie Utsman menanyakan kepada saksi terkait dengan bunyi Surat Keputusan (SK) pengangkatan guru. “Kalau SK-nya itu bunyinya gimana? Apakah SK yang diberikan oleh sekolah yang didirikan oleh pemerintah itu berbunyi sukarelawan atau guru tidak tetap, mohon dijelaskan, karena menurut dari DPR tadi sudah tidak ada pembedaan,” kata Fathul, di hadapan majelis hakim konstitusi yang dipimpin oleh Wakil Ketua MK, Anwar Usman.

Menjawab pertanyaan itu, Nurbaeti menyatakan bahwa tenaga honorer menerima surat keputusan pengangkatan sebagai tenaga honorer yang dikeluarkan oleh kepala sekolah. Surat keputusan pengangkatan ini hanya diterima satu kali, lanjut Nurbaeti, selebihnya setiap tahun hanya menerima surat tugas dari kepala sekolah. “Ini sangat memungkinkan kami para honorer ini belum memiliki penjaminan bahwa kita bisa selamanya bekerja, jadi suatu saat pun kalau memang kami diberhentikan ya sudah, karena yang mengangkat kepala sekolah,” jelas Nurbaeti.

Sementara itu, berdasarkan paparan fakta dari para saksi, Hakim Konstitusi Patrialis Akbar menegaskan kepada pemerintah terkait dengan peran negara. Menurut Patrialis, konstitusi sudah menyatakan bahwa negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara. Dengan banyaknya anggaran, lanjut Patrialis, mengapa untuk orang yang mengabdi puluhan tahun menjadi seorang guru sulit menjadi PNS.

Sedangkan Hakim Konstitusi Anwar Usman menanyakan proses rekrutmen PNS untuk honorer, ada kota/kabupaten yang seratus persen memenuhi kriteria (mk) dan ada juga yang seratus persen tidak memenuhi kriteria (tmk). “Tadi ada beberapa kabupaten yang disampaikan oleh saksi, yang tmk dan yang mk (memenuhi kriteria), padahal itu standar atau syarat itu sama-sama diatur dalam PP No 48 Tahun 2005. Itu kok bisa di kota, yang tidak disebutkan tadi, tidak ada satu pun yang mk, disatu kota atau kota lain kesemuanya memenuhi kriteria (mk), terima kasih,” kata Anwar Usman.

Menanggapi pertanyaan itu, Fatoni menyatakan bahwa yang bisa menjawab pertanyaan itu adalah tim verifikasi dan validasi dari Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. “Kabupaten Demak dimana saya berdomisili, itu seratus persen memenuhi kriteria semua, kemudian Kabupaten Kebumen, Batang dan Sidoarjo Jawa Timur ini, kalau saya ditanya kenapa itu alasannya, yang mampu menjawab itu ya tim verval pak, dari Menpan BKN, kenapa begitu,” urai Fatoni.

Tidak Ada Klasifikasi

Didik Mukrianto, mewakili DPR menyatakan dalil pemohon yang menyatakan bahwa hanya guru berstatus PNS saja yang berhak berhak mengikuti sertifikasi pendidik adalah bersifat subyektif. Hal ini dikarenakan bahwa UU Guru dan Dosen tidak mengklasifikasikan guru menjadi guru tetap dan guru tidak tetap, sehingga pengertian guru bermakna secara umum.

Selain itu, Didik juga menepis dalil Pemohon yang menyatakan bahwa guru yang memperoleh gaji, tunjangan profesi dan fungsional hanyalah guru yang bertatus sebagai guru tetap. Menurut Didik hal itu tidaklah tepat, karena berdasar ketentuan UU Guru dan Dosen, maka setiap guru yang melaksanakan tugas keprofesionalannya berhak menerima penghasilan, yakni gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji, serta pengahasilan lain berupa tunjangan profesi, tunjangan fungsional dan tunjangan khusus.

“Definisi guru yang terdapat dalam Pasal 1 angka 1 UU Guru dan Dosen adalah guru secara umum, tidak ada pembedaan antara guru PNS dan Non PNS,” kata Didik, yang juga Anggota Komisi III DPR.(TriyaIR/mk/bh/sya)



 
   Berita Terkait > Guru
 
  Profesi Guru Harus Mendapat Perlindungan Hukum dalam Menjalankan Tugas
  HNW Kembali Perjuangkan Keadilan Anggaran Dan Rekrutmen Guru Agama
  Gaji Guru P3K Tertunggak 9 Bulan, Ratih Megasari: Kemendikbud Ristek Harus Respon Cepat
  Wakil Ketua MPR Tolak Penghapusan Ayat Tunjangan Profesi Guru
  Tunjangan Guru SPK Harus Dikembalikan
 
ads1

  Berita Utama
Mudik Lebaran 2024, Korlantas: 429 Orang Meninggal Akibat Kecelakaan

Kapan Idul Fitri 2024? Muhammadiyah Tetapkan 1 Syawal 10 April, Ini Versi NU dan Pemerintah

Refly Harun: 6 Ahli yang Disodorkan Pihak Terkait di MK Rontok Semua

PKB soal AHY Sebut Hancur di Koalisi Anies: Salah Analisa, Kaget Masuk Kabinet

 

ads2

  Berita Terkini
 
Apresiasi Menlu RI Tidak Akan Normalisasi Hubungan dengan Israel

Selain Megawati, Habib Rizieq dan Din Syamsuddin Juga Ajukan Amicus Curiae

TNI-Polri Mulai Kerahkan Pasukan, OPM: Paniai Kini Jadi Zona Perang

RUU Perampasan Aset Sangat Penting sebagai Instrument Hukum 'Palu Godam' Pemberantasan Korupsi

Mudik Lebaran 2024, Korlantas: 429 Orang Meninggal Akibat Kecelakaan

ads3
 
PT. Zafa Mediatama Indonesia
Kantor Redaksi
Jl. Fatmawati Raya No 47D Lt.2
Cilandak - Jakarta Selatan 12410
Telp : +62 21 7493148
+62 85100405359

info@beritahukum.com
 
Beranda | Tentang Kami | Partner | Disclaimer | Mobile
 
  Copyright 2011 @ BeritaHUKUM.com | V2