DENPASAR (BeritaHUKUM.com) – Hari ini, 12 Oktober 2002, tepat sembilan tahun peristiwa Bom Bali I terjadi. Warga Bali mengenang kembali peristiwa yang menewaskan 202 korban. Sejak Rabu (12/10) pagi, turis dan warga silih berganti datang untuk meletakkan bunga di lokasi monumen ledakan yang memuat nama-nama para korban.
Sebagian besar korban adalah warga Australia, yang sedang mengunjungi Bali pada Sabtu menjelang malam itu. Mereka tengah mencari hiburan di dua klub populer di Kuta, yakni Sari Club dan Paddy's Club.
Namun puluhan korban lain adalah juga warga asing berbagai negara termasuk Inggris, AS hingga Ekuador dan Polandia. Korban terbanyak kedua berkewarganegaraan Indonesia, yang saat itu sedang bekerja atau mencari hiburan di Kuta.
Suami Hayati Eka Lakhsmi, Himawan Sardjono, termasuk orang yang sedang berkendara di Jalan Legian, yang macet sore itu. Himawan, petugas pemadam kebakaran Bandara Ngurah Rai, kebetulan sedang mengantar beberapa tamu dan melintas di Kuta.
Malang, mobilnya berada tiga baris dibelakang mobil teroris yang mengangkut bom. "Bagaimana mau selamat, jasadnya saja sulit dikenali," kenang Eka, yang kini janda dengan dua anak laki-laki.
Nasib Widayati, istri Wayan Sudiana, juga mengenaskan. Kasir di bar depan Sari Club ini diperkirakan berdiri hanya berjarak 4-5 meter dari posisi pembawa bom. "Anak-anak saya tak percaya itu ibunya, karena mereka tahu ibunya berkulit kuning. Ini jasadnya sudah hancur dan kulit sudah kehitaman," kisah Wayan, seperti dilasir laman BBC.
Yang juga mirip dari cerita para korban adalah, tak satu pun yang awalnya percaya, ini merupakan serangan bom. "Siapa sih yang tega meledakkan bom disini? Bali kan tempatnya orang selalu hidup rukun dan toleran,"sergah Eka
Meski bukan aksi teror pertama, akhirnya serangan Bom Bali I membuka mata dunia tentang jaringan teror Jamaah Islamiyah yang kemudian selama bertahun-tahun mengancam keamanan sipil, pemerintah, aparat dan aset asing di Indonesia.
Polisi telah menangkap ribuan tersangka teror, memenjarakan lebih dari 400 diantaranya, sebagian seperti Imam Samudra, pentolan Bom Bali I, akhirnya dieksekusi mati. Namun, hingga akhir September 2011 llau, kasus pemboman masih terjadi. Sebuah gereja di Solo, Jawa Tengah menjadi sasaran aksi bom bunuh diri meski hanya menewaskan pelaku saja.
Analis menyebut, fenomena itu menunjukkan meski dianggap cukup berhasil menegakkan hukum anti terorisme, pemerintah Indonesia belum berhasil memadamkan penyebaran paham radikalisme yang akhirnya tumbuh menjadi kelompok-kelompok teror baru. Tapi dengan disahkannya UU Intelijen Negara diharapkan bisa menakan dan memberantas aksi teror tersebut.(bbc/sya)
|