JAKARTA-UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) kembali diajukan untuk diuji materiil ke Mahkamah Konstitusi (MK). Dj. Siahaan dan Husni Husin tercatat sebagai Pemohon perkara dengan Nomor 47/PUU-IX/2011.
Sidang panel pemeriksaan pendahuluan yang diketuai oleh Hakim Konstitusi Muhammad Alim dengan Anggota Panel Hakim Konstitusi Harjono dan Hamdan Zoelva ini beerlangsung di ruang sidang pleno, gedung MK, Jakarta, Kamis (11/8).
Menurut Dj. Siahaan yang datang tanpa didampingi kuasa hukumnya itu mengungkapkan, hak konstitusionalnya terlanggar dengan berlakunya Pasal 71 UU Sisdiknas. Siahaan menjelaskan telah membuka Yayasan Universitas Generasi Muda dan Akademi Perkebunan Medan sejak 1986, namun pada tahun 2005, ketika mengajukan surat kepada Dirjen Dikti memohon izin operasional pendirian gedung tidak mendapat respon.
“Kami memasukkan surat kepada Dirjen Dikti, mohon izin operasional pendirian Gedung Universitas Generasi Muda Medan. Berdasarkan Surat Kopertis Nomor 164001021, di situ disampaikan kepada Dirjen Dikti supaya diklarifikasi izin pendirian Universitas Generasi Muda Medan yang sampai sekarang tidak ada klarifikasi daripada Menteri Pendidikan Nasional RI, c.q. Dirjen Dikti RI. Pada satu-dua bulan yang lalu, Dirjen Dikti menggugat, mengadukan kami di Polda Sumatera Utara dengan Pasal 71 Undang-Undang Diknas Nomor 20 Tahun 2003. Untuk itulah kami mohon bahwasanya Undang-Undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 71, bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1985,” jelas dia.
Hakim Konstitusi Muhammad Alim memberikan saran kepada Pemohon untuk memperbaiki kedudukan hukum Pemohon serta memperbaiki sistematika permohonan. “Kedudukan hukum Saudara, apakah Saudara sebagai perorangan, atau satu masyarakat hukum, atau badan hukum publik, atau privat, atau lembaga negara. Itu dulu harus diterangkan juga,” jelasnya, seperti dikutip laman www.mahkamahkonstitusi.go.id.
Sementara itu, Hakim Konstitusi Harjono menyarankan agar pemohon menspesifikasikan kerugian konstitusionalnya. “Melanggarnya di mana? Melanggar Undang-Undang Dasar. Melanggarnya di mana? Ya, tentu saja bahwa setiap ketentuan pidana itu seluruhnya melanggar hak-haknya. Tapi ketentuan pidana mungkin ada yang boleh dilakukan, mengancam pidana tapi bisa diuji di Mahkamah Konstitusi kalau memang ketentuan pidananya tersebut dianggap melanggar. Nah, sekarang katakan bagaimana Anda bisa melihat Pasal 71 itu melanggar hak Anda yang dijamin konstitusi, ya. Itu seperti itu juga harus disampaikan di sini,” paparnya.
Menurut Harjono, seharusnya para Pemohon mengajukan perkara tersebut ke Pengadilan Tata Usaha Negara karena persoalan yang sesungguhnya adalah mengenai perizinan yang tidak kunjung dikeluarkan oleh Dikti. “Kalau masalahnya adalah tidak mendapatkan izin, maka itu persoalannya bukan di Mahkamah Konstitusi, tapi orang yang seharusnya memberi izin itu. Itu yang anda gugat. Kalau gugatannnya supaya izin itu dikeluarkan, maka gugatannya di PTUN bukan di sini. Anda bisa mohon ke sana. Nah, kalau ke sini ini adalah bunyi pasalnya itu kenapa? Anda masalahkan Pasal 71 (UU Sisdiknas). Dan Mahkamah Konstitusi tidak dalam posisi untuk memerintah-memerintahkan itu karena yang diuji adalah undang-undang,” terangnya.
Sedangkan hakim konstitusi Hamdan Zoelva mengingatkan, agar hal di luar pengujian UU bukanlah kewenangan MK. Selain itu, ia mengkritik permohonan pemohon yang menguraikan dirinya pernah dipanggil Polda. Hamdan menerangkan itu adalah kasus konkret.
Selain itu, Hamdan pun menerangkan konstruksi uraian permohonan seperti itu menjadi kewenangan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). "Kalau persoalannya tidak dikeluarkanya izin terhadap UGMM, itu juga masuk kewenangan PTUN," jelas Hamdan.
Pemohon diberikan waktu 14 hari untuk melakukan perbaikan sesuai dengan saran yang diberikan hakim. Setelah dilakukan perbaikan, maka sidang selanjutnya yang digelar mengagendakan perbaikan permohonan.(mic/wmr)
|