JAKARTA, Berita HUKUM - Inilah yang dialami sekitar 36 calon jemaah haji yang tidak dapat berangkat menunaikan ibadah karena sejumlah biro perjalanan tak mendapatkan visa dari Kedubes Arab Saudi.
Hal ini dikarenakan oleh oknum imigrasi yang tak bertanggung jawab dan membuat paspor palsu.
Terkait dengan modus ini, Penyidik dari Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Mojokerto, Jawa Timur mulai mendalami kasus pemalsuan dokumen paspor milik 36 calon haji.
Juru bicara Polres Mojokerto, Ajun Komisaris Liliek Achiril Ekawati, mengatakan ke-36 calon haji yang batal berangkat tersebut diperiksa secara bertahap mulai Senin kemarin, 22 Oktober 2012.
"Kami memeriksa 18 calon haji dalam kapasitas sebagai saksi, separuh sisanya baru diperiksa besok," kata Liliek.
Menurut Liliek, pemeriksaan tersebut merupakan tahap awal sebelum dikembangkan ke pihak-pihak lain yang diduga kuat terlibat dalam kasus pemalsuan dan penipuan ini.
Sebelumnya, disebut-sebut bahwa pegawai kantor imigrasi dan sebuah biro jasa pemberangkatan jemaah haji di Mojokerto berada di belakang kasus ini. Tapi, Liliek belum bersedia berkomentar mengenai dugaan keterlibatan mereka. "Kalau keterangan saksi mengarah ke sana kami baru bisa menjadikan dasar untuk melakukan pemanggilan-pemanggilan," ujar Liliek.
Kepala Hubungan Masyarakat Kantor Wilayah Kementerian Agama Jawa Timur, Fatchul Arief, mengatakan modus penipuan dalam perkara tersebut ialah memakai dokumen milik para calon haji yang batal berangkat dengan berbagai alasan. Selanjutnya, paspor-paspor itu diperjualbelikan kepada calon haji lain dengan mengubah data-datanya. "Paspornya asli, tapi identitasnya palsu," kata Fatchul, yang juga Kepala Hubungan Masyarakat Panitia Penyelenggara Ibadah Haji Embarkasi Surabaya itu.
Fatchul mengatakan, kasus itu muncul karena ketidaksabaran calon haji yang menunggu antre lama, sehingga mereka mencari jalan pintas agar dapat segera berangkat ke Tanah Suci. "Ketika ada iming-iming dari kelompok bimbingan ibadah haji bahwa bisa memberangkatkan dengan cepat, tanpa pikir panjang mereka langsung bersedia," ujar dia.
Untuk mendapatkan paspor tersebut, setiap calon haji ditarik ongkos Rp 15 juta. Namun, uang sebanyak itu hanya untuk membeli "jatah haji", sedangkan biaya perjalanan haji lainnya tetap ditanggung pembeli. Calon haji tinggal mengganti foto yang tertera di paspor dengan fotonya sendiri.
Tapi, ulah mereka terbongkar petugas saat melakukan setoran awal biaya haji. "Sebab foto mereka berbeda dengan foto saat mereka mendaftar lewat kantor Kementerian Agama setempat," ujar Fatchul.
Menurut Fatchul, kasus itu bukan yang pertama. Tahun lalu, modus operasi serupa pernah terjadi pada paspor milik 28 calon haji. Seperti halnya tahun kemarin, akhirnya ke-36 calon haji ini juga batal berangkat beribadah karena Kementerian Agama tidak bersedia menerbitkan visa sebagai syarat terbang ke Tanah Suci.(bhc/opn) |