ARAB SAUDI, Berita HUKUM - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) khawatir dengan meningkatnya jumlah penderita gangguan virus pernafasan parah atau MERS. Pekan lalu saja, ada 50 kasus baru yang muncul di Arab Saudi. Peningkatan jumlah kasus juga terjadi di Uni Emirat Arab.
Sembilan puluh tiga orang telah meninggal dunia sejak virus itu pertama kali muncul dua tahun lalu.
WHO mengatakan sebagian besar kasus terjadi di fasilitas-fasilitas kesehatan di Arab Saudi dan Uni Emirat Arab.
Menurut WHO, banyak pasien yang justru tertular ketika mengobati pasien yang sakit.
Para ilmuwan masih belum tahu asal virus tersebut dan bagaimana virus menyebar, meski dicurigai sumbernya dari unta.
WHO kini menawarkan bantuan pakar internasional untuk dikirim ke Arab Saudi dan UAE guna menyelidiki apa yang terjadi.
Mereka ingin memastikan apakah virus itu bisa bermutasi atau bisa berubah menjadi lebih berbahaya lagi.
Awal pekan ini, menteri kesehatan Arab Saudi dipecat tanpa penjelasan.
Negara teluk itu dituduh tidak cukup terbuka tentang wabah MERS. Sedangkan menteri sementara yang baru ditunjuk menjanjikan transparansi.
MERS - CoV adalah penyakit menular yang tidak bisa disembuhkan dan dianggap lebih mematikan daripada SARS - yang menewaskan sekitar 800 orang selama 2002-2003 wabah yang pertama dimulai di Cina. Virus Mers termasuk dalam kategori Coronavirus, sama dengan flu normal dan Sars.
Menurut data terakhir, Mers kini sudah menyebar di Yordania, Qatar, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Perancis, Jerman, Italia, Tunisia dan Inggris.
Sementara, Kementerian Kesehatan Indonesia menyatakan belum menemukan penyakit yang disebabkan virus MERS di Indonesia, meski demikian, Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan P2PL Kementerian Kesehatan Tjandra Yoga mengatakan antisipasi pencegahan dilakukan dengan memeriksa WNI yang menderita demam dan batuk sepulang dari Arab Saudi.
Pemerintah Indonesia mengaku sudah melakukan berbagai upaya untuk mencegah penyebaran virus MERS.
Kementerian Kesehatan juga telah memeriksa Jemaah haji dan umroh yang memiliki gejala demam dan batuk, sejak virus MERS merebak dua tahun lalu, dan hasilnya negatif.
‘Karena baru-baru ini baru ada kasus baru di Malaysia, maka saya membuat surat edaran lagi ke kantor kesehatan pelabuhan dan rumah sakit rujukan untuk mewaspadai hal ini, dan ketiga adalah kesiapan diagnostik dan pengobatan kalau diperlukan," jelas Tjandra.
"Untuk diagnostik laboratorium kita sudah bisa memeriksa, beberapa kecurigaan dan hasilnya negatif, kita menggunakan rumah sakit rujukan flu burung, karena dilengkapi alat-alat,” tambah dia.
Kementerian kesehatan juga mengaku telah mengeluarkan surat edaran kepada seluruh Dinas Kesehatan dan Kantor Kesehatan Pelabuhan untuk memeriksa penumpang dari Arab saudi dengan gejala demam dan batuk.
Surat edaran
Surat edaran juga disampaikan kepada asosiasi travel umroh dan haji, sebab ratusan ribu orang Indonesia menunaikan ibadah Umroh setiap tahunnya. Himpunan Penyelenggara Umroh dan Haji HIMPUH mengaku melakukan antisipasi dengan mengingatkan jemaah Umroh agar menjaga daya tahan tubuh dan vaksinasi. Seperti disampaikan oleh Sekjen HIMPUH Muharom Ahmad.
“Yang paling utama adalah bagaimapa memperkuat daya tahan tubuh, karena virus itu menyerang orang yang dalam keadaan yang drop, selebihnya tidak jauh berbeda dengan pemerintah lakukan dengan mewajibkan vaksinasi meningitis dan menganjurkan vaksinasi influenza," jelas Moharom.
"Namun kami menghimbau kepada khususnya tour and travel terutama yang ada didaerah yang seringkali mengabaikan hal-hal seperti ini hendaknya supaya lebih mempersiapkan jamaahnya ya,” tambah Muharom.
Tetapi, salah seorang jemaah yang baru pulang umroh, Eko Hendrawan mengatakan tak diberi bekal informasi tentang virus Mers sebelum berangkat ke tanah suci.
"Tidak ada informasi dari travel ataupun dari teman-teman tentang penyebaran virus MERS ini, jemaah kita tidak dibekali informasi soal ini jadi tak ada antisipasi buat kita ya," kata Eko.(BBC/bhc/sya) |