DENPASAR-Hasil Survey pemerintah provinsi Bali menunjukkan 93 persen masyarakat Bali mendukung pemberlakuan peraturan daerah (perda) kawasan tanpa rokok (KTR). Pembahasan perda KTR Bali tersebut, hingga kini masih mengalami proses tarik ulur di DPRD Bali.
Kadis Kesehatan Bali Nyoman Sutedja pada keteranganya di Denpasar, Rabu (24/8), mengungkapkan, kondisi yang cukup menggembirakan dari hasil survey tersebut yaitu 80,7 persen perokok di Bali juga mendukung adanya perda KTR. Apalagi saat ini sebagian besar gangguan kesehatan pada masyarakat Bali di dominasi oleh penyakit dampak dari merokok.
“Penyakit di Bali kebanyakan akibat kardiovaskuler akibat merokok, kardiovaskuler itu seperti hipertensi karena paru-parunya kesumbat, jadi tekanan darahnya tinggi sekali. Yang paling keras 99 persen itu sakit paru,” ujar Nyoman Sutedja.
Sutedja menambahkan, kondisi yang cukup menghawatirkan saat ini adalah adanya peningkatan prevalensi perokok usia 10 tahun di Bali. Jika pada 2007 prevalensi perokok usia 10 tahun hanya 24,9 persen, maka pada 2010 prevalensi perokok usia 10 tahun telah mencapai 31 persen.
Kawasan Pura
Ketua Parisadha Hindu Darma Indonesia (PHDI) Bali Ngurah Sudiana mengusulkan, agar Pemprov Bali memasukkan kawasan pura sebagai bagian dari KTR. Ke depan tidak hanya kawasan pura saja yang dimasukkan dalam KTR, tetapi juga setiap kegiatan keagamaan dan adat di Bali diwajibkan bebas rokok.
Alasannya, lanjut dia, mengingat selama ini penyediaan rokok menjadi salah satu sebab meningkatnya biaya upacara keagamaan atau upacara adat di Bali. “Dalam upacara Panca Yadnya yang dilakukan masyarakat Bali, ada yang sebagian besar alokasi dananya itu untuk membeli rokok, jadi bukan upacaranya yang mahal, rokoknya yang mahal. Rokok itu yang menghabiskan uang banyak,” ujarnya.
Sudiana berharap ke depan pemerintah provinsi Bali juga perlu mendorong desa-desa ada di Bali untuk memasukkan sebagai KTR ke dalam hukum adat atau awig-awig. Hal ini dianggap penting untuk menghormati kesakralan umat dalam beribah. (bbc/gre)
|