PALU, Berita HUKUM - Konflik antara PT Citra Palu Minerals (CPM) dengan masyarakat sekitar tambang Kelurahan Poboya, Kecamatan Mantikulore, Kota Palu belum juga usai
Sejumlah warga Kelurahan Poboya Kecamatan Mantikulore, Kota Palu mendatangi kantor Komnas HAM Perwakilan Sulteng di Jalan Suprapto, Senin (25/3) sekitar pukul 11.00 Wita. Majelis Pemuda Adat (MPA) Poboya sebagai Organisasi Pemuda Poboya mengaku sangat dirugikan atas kejadian yang menimpa Agus Pemuda Poboya yang saat ini memasuki 23 hari ditahan di Polres Palu.
Majelis Pemuda Adat (MPA) Poboya mengadukan dugaan kriminalisasi terhadap Agus Adjaliman, salah seorang warga Poboya yang tengah ditahan di sel tahanan Polres Palu karena dijerat UU ITE terkait sejumlah postingannya di Facebook (FB) terkait aktivitas perusahaan tambang emas PT Citra Palu Mineral (CPM) di Poboya yang disinyalir limbah penyebab air sungai Poboya keruh ketika hujan mengguyur.
Di postingan FB, Agus juga mempublish sejumlah aktivitas blasting (peledakan) material tambang yang telah meresahkan warga setempat, karena dikhawatirkan peledakan ini akan berdampak buruk terhadap sungai dan lingkungan, apalagi peledakan itu dilakukan di hulu, sementara di hilir adalah pemukiman warga Poboya.pp
Dihadapan komisioner Komnas HAM, Sofyar (tokoh masyarakat) Poboya mengungkapkan bahwa mereka sudah berulang kali berupaya agar saudara Agus ditangguhkan penahanannya dengan alasan istrinya tengah hamil besar dan tinggal menunggu waktu melahirkan. "Dengan alasan kemanusiaan dan berpapasan dengan bulan ramadhan, maka kami mengajukan permohonan penahanan, namun hingga hari ini tidak dipenuhi kepolisian," kata Sofyar.
Menurut Sofyar tokoh masyarakat Poboya, peristiwa yang diposting di medsos oleh Agus merupakan fakta yang sebenarnya terjadi di lapangan, seperti adanya air sungai keruh berasal dari kegiatan perusahaan di atas. Tapi uniknya kata Sofyar postingan ini dituduh bohong dan ujaran kebencian oleh perusahaan.
Upaya mediasi damai antara Agus dengan perusahaan Tambang Emas milik Pengusaha Bakri, PY CPM lanjut Sofyar juga telah dilakukan berulang-ulang, tapi tidak membuahkan hasil. Pasalnya sejumlah poin persyaratan yang menjadi syarat diajukan oleh CPM untuk ditandatangani Agus sangatlah tidak logis dan manusiawi. Misalnya Agus harus mengakui bahwa tanah yang diolahnya adalah tanah milik CPM. Hal ini menurut Sofyar sama dengan tidak mengakui hak ulayat orang Poboya atas tanah tersebut.
"Jadi sudah jelas bahwa yang mereka inginkan adalah tanah dengan cara mengkriminalisasikan Agus," tandas Sekjend MPA, Iwan sembari menambahkan bahwa setelah Agus ditahan polisi, pihak CPM langsung mengolah tanah milik Agus padahal tidak ada kesepakatan jual beli tanah.
Sementara LBH Sulteng yang membentuk Tim Hukum pendampingan sebagai wadah Advokasi Hukum Front Advokat Rakyat Poboya (FAR Poboya) menilai bahwa pihak Polres Palu sudah ketinggalan soal perkembangan hukum di negeri ini.
Buktinya kata Advokat Rakyat Agussalim SH, pihak penyidik masih memakai pasal-pasal di UU ITE yang sudah dihapus oleh Mahkamah Konstitusi (MK) Republik Indonesia setelah mengabulkah gugatan Haris Azhar- Fatia beberapa waktu lalu. Dimana MK menilai bahwa pasal tersebut sudah kehilangan objek, sementara penanganan kasus UUIT tidak seperti penanganan formil kasus-kasus lain, karena di IT yang dibutuhkan pembuktiannya. "Jadi sekarang atas dasar apa mereka menyidik dan menahan Agus?" tegas Advokat Rakyat Agussalim, selaku Kuasa Hukum bersama Safarudin SH yang tergabung dalam FRONT Advokat Rakyat Poboya (FAR Poboya)
Sementara itu, Komisioner Komnas HAM, Ahmad yang menerima aduan warga Poboya mengaku akan menindaklanjuti aduan tersebut sembari meminta kepada warga dan LBH Sulteng untuk lebih melengkapi bukti-butkti dan kronologis peristiwa hukum yang menimpa Agus, guna dikaji apakah terjadi pelanggaran HAM terhadap Agus. "Harusnya penyidik memisahkan masalah pengajuan penangguhan penahanan dari pihak keluarga Agus dengan upaya damai dengan pihak CPM," imbuh Ahmad.(bh/mnd) |