JAKARTA, Berita HUKUM - Gerakan Hidupkan Masyarakat Sejahtera (HMS) mendukung penuh upaya pemerintah Indonesia menuntaskan kasus mega skandal korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
Salah satu bentuk dukungannya adalah dorongan agar Satgas BLBI yang dibentuk melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia (Keppres) Nomor 6 Tahun 2021 lebih proaktif lagi mengejar asset milik obligor BLBI ini.
"Alhamdulilah, di era Presiden Joko Widodo, kasus BLBI yang timbul tenggelam bahkan sempat dikatakan sudah tutup buku dibuka kembali. Kami mengapresiasi sikap pemerintahan yang sangat serius menuntaskan skandal BLBI ini," ujar Sekjen HMS, Hardjuno Wiwoho saat Rapat Kerja (Raker) Penanganan Penuntasan kasus BLBI Bersama Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Keuangan Negara (LPEKN) dan DPD RI di Gedung DPD RI, Senayan Jakarta, Kamis (9/12).
Hadir dalam Raker ini, Dirjen Kekayaan Negara selaku Ketua Satgas BLBI bersama Tim Satgas, Ronald Silaban, Pimpinan Komite I, Fachrul Razi, Pimpinan Komite IV, Sukiryanto, anggota Komite IV, Amirul Tamim dan Darmansyah Husain dan Ketua LPEKN, Sasmito Hadinagoro.
Pemerintahan Presiden Joko Widodo sangat serius melakukan upaya untuk menyelesaikan hak tagih atas dana BLBI dengan membentuk Satuan Tugas (Satgas) Satgas Penanganan Hak Tagih Negara Dana BLBI. Hal ini sesuai dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia (Keppres) Nomor 6 Tahun 2021.
"Sebagai elemen civil society, kami mendorong Satgas BLBI ini agar lebih serius lagi. Kita dukung keseriusan pemerintah menuntaskan kasus BLBI ini," jelasnya.
Hardjuno berharap agar Satgas BLBI ini memiliki rencana kerja yang terstruktur. Hal ini penting agar target yang ditetapkan tercapai. Apalagi, masa tugas Satgas BLBI dibatasi oleh waktu.
Berdasarkan Pasal 12 Keppres 61 ini menyebutkan Satgas Penanganan Hak Tagih Negara Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia bertugas sejak Keputusan Presiden ini ditetapkan sampai dengan tanggal 31 Desember 2023.
"Jadi, jangan sampai, Keppres ini tidak dimanfaatkan secara maksimal sesuai dengan perintah Presiden Joko Widodo," pintanya.
Hardjuno juga mengaku, jaman Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), kasus BLBI ini sempat diungkap ke public. Namun endingnya tidak jelas.
"10 Tahun pemerintahan SBY, proses kasus BLBI tidak jelas atau menguap begitu saja," terangnya.
Hingga pada akhirnya, jaman Presiden Jokowi kasus BLBI ini serius dituntaskan.
Bahkan satu-satunya presiden yang serius menuntaskan skandal ini adalah Presiden Jokowi lewat pembentukan Satgas BLBI.
"Ini sebuah kebijakan yang patut diapresiasi bersama," tegasnya.
Namun demikian, dia berharap Satgas BLBI jangan hanya mengejar uang Rp 110 Triliun saja.
Sebab, potensi kerugian negara dari skandal BLBI ini mencapai Rp 1.000 Triliun.
"Gerakan HMS mendorong agar Satgas BLBI ini lebih proaktif mengejar kerugian negara dari skandal BLBI ini. Jangan focus ke angka Rp 110 Triliun. Ini terlalu kecil," urainya.
Hardjuno mengusulkan penyelesaian skandal BLBI ini tidak melulu melalui jalur ke perdataan. Jika ada indikasi tindak pidana maka mereka harus diproses sesuai hukum pidana.
"Dan ini sudah disepakati oleh Komite I, Komite IV DPD RI," terangnya.
Lebih lanjut, Hardjuno juga mendorong DPD RI membentuk Pansus BLBI Gate ini.
"Biar persoalannya menjadi terang benderang," pungkasnya.(hw/hms/bh/sya) |