JAKARTA, Berita HUKUM - Anggota Komisi II DPR RI, Al Muzammil Yusuf mempertanyakan penangkapan yang dilakukan Polri terhadap Nurul Fahmi, pembawa bendera bertuliskan kalimat syahadat.
"Terkait status para pembuat lambang atau tulisan kalimat syahadat di bendera merah putih itu bagaimana? Saya bertanya kepada Presiden Jokowi dan aparat penegak hukum. Untuk kasus penulisan kata-kata di bendera contohnya, ada tulisan di bendera merah putih pada cover lagu Iwan Fals, ada juga tulisan bebaskan Ahok, lambang Metalica, Oi dan sebagainya. Kenapa mereka tidak dihukum. Mereka menodai NKRI. Kenapa Nurul Fahmi saja yang ditangkap dan diusut, sementara pelaku lain atas kejadian serupa tidak diusut. Padahal, berdasarkan Undang-undang (UU) Nomor 24/2009 tentang Bendera, Bahasa dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan, yang tidak diperbolehkan adalah menodai bendera Indonesia. Apakah kata-kata "Laa Illaha Illallah" termasuk kata-kata kotor? Itu kata-kata suci, syahadat, bukan menodai," tegas Muzzamil dalam interupsi yang disampaikannya di sidang paripurna DPR RI, Senayan Jakarta, Selasa (24/1).
Politisi dari Fraksi PKS ini juga menyayangkan penangkapan Fahmi yang dilakukan bak teroris dan pengedar narkoba. Oleh karena itu ia meminta Kapolri untuk menegakkan supremasi hukum. Ia juga berharap Presiden ikut memantau kinerja Kapolri. DPR, lanjut Muzammil, juga memiliki hak pengawasan terhadap para mitra kerjanya.
"Saya tidak ingin ada sejarah bahwa pemerintahan Jokowi dinodai dengan penangkapan seseorang yang menggunakan kalimat suci di bendera Merah-Putih. Saya yakin banyak anggota DPR yang bersama kami untuk penegakan hukum. Saya minta teman-teman yang punya perasaan sama dengan saya untuk berdiri," seru Al Muzamil sambil berdiri yang diikuti oleh mayoritas anggota DPR dan seluruh pimpinan DPR RI yang hadir dalam sidang paripurna kali ini.(Ayu/DPR/bh/sya) |