JAKARTA, Berita HUKUM - Pakar Hukum Pidana dari Universitas Al-Azhar Indonesia (UAI) Suparji Ahmad menegaskan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Republik Indonesia harus mencegah hilangnya kepercayaan publik dalam menangani kasus yang menjerat mantan Menteri Sosial, Juliari Peter Batubara yang juga mantan politisi PDI-P.
Hal ini lantaran pihak terkait lainnya dalam kasus bantuan sosial (Bansos) di Kementerian Sosial (Kemensos) tersebut terkesan kebal hukum, dan KPK seperti tak berdaya karena diduga telah terjadi intervensi.
"Harus mencegah terjadinya distrust masyarakat terhadap KPK. KPK harus bekerja secara profesional dan independen serta seharusnya berani kalau punya bukti, berani tegas dan tegak, hebat," ujar Suparji kepada wartawan di Jakarta, Rabu 27 Oktober 2021.
Dalam penjelasannya soal kesaktian orang-orang tertentu, dalam kaitan kasus Bansos di Kementerian Sosial, Suparji menerangkan tidak berlaku suatu kesaktian jika berhadapan dengan hukum.
"Tidak boleh ada yang sakti di depan hukum, penegak hukum bekerja berdasarkan fakta, alat bukti secara obyektif. Semua orang sama di depan hukum, tidak ada diskriminasi," pungkas Suparji.
Sebelumnya skandal suap terkait Bansos untuk penanganan pandemi virus corona (Covid-19) yang terus berkembang, dimana langkah nyata KPK kini dinanti.
Kasus ini kembali menjadi sorotan publik usai dua mantan anak buah Juliari Batubara di Kemensos mendapatkan status saksi pelaku bekerja sama atau justice collaborator (JC). Sebab status itu merupakan pertanda dugaan adanya aktor lain yang lebih berperan dalam skandal itu.
Seperti diketahui, melihat ke persidangan sebelumnya, baik di tahap ketika Adi dan Matheus Joko masih berstatus sebagai saksi di persidangan penyuap bansos Harry Van Sidabukke dan Ardian Iskandar Maddantja hingga menjadi terdakwa di perkaranya sendiri, Adi dan Matheus terbuka mengenai adanya pengumpulan fee bansos Rp10 ribu per paket hingga penerimaan uang dari Harry dan Ardian serta vendor lain untuk Juliari Batubara.
Kemudian, salah satu yang sempat santer adalah ketika Adi Wahyono mengungkapkan ada afiliasi anggota DPR di pembagian kuota bansos Corona. Mereka yang disebut Adi Wahyono adalah Ketua Komisi III DPR Herman Hery, anggota Komisi II DPR F-PDIP saat itu menjabat Wakil Ketua Komisi VIII DPR Ihsan Yunus, serta Marwan Dasopang.
Ini terungkap di persidangan Harry Van Sidabukke dan Ardian Iskandar. Saat itu Adi Wahyono duduk sebagai saksi fakta dari jaksa KPK, dimana dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) diungkap secara terang benderang.
"BAP 45, pada tahap 1 kuota ditentukan Pepen Nazarudin, M O Royani, Victor Siahaan. Adapun perusahaan - perusahaan tersebut afiliasinya itu ditunjukkan oleh antara lain perinciannya, 1 sampai dengan 38, misalnya PT Bahtera Asa II kuota 223.865 Kukuh, Moncino misalnya nomor 4 sampai 6 pengusul afiliasi Hartono Laras (Sekjen Kemensos), terus Primer Koperasi Dadang Iskandar, PT PPI, PT Pertani kosong nggak ada afiliasi," ujar jaksa KPK membacakan BAP dalam sidang tersebut.
"Ini ada Kukuh, Marwan Dasopang, Hartono Laras, Dadang Iskandar, Ihsan Yunus, Juliari Peter Batubara, Candra Mangke, M Royani dan seterusnya, ini tentu saudara nggak salah sebutkan? Tentu ada data?" tanya jaksa mengonfirmasi BAP.
"Jadi waktu itu sampaikan kan pengusul sudah di akhir-akhir. Makanya informasi itu akumulasi, kita sering lakukan pertemuan jadi saya mendengar (nama) pengusul-pengusul itu," jawab Adi.
Dalam persidangan Adi juga mengaku pernah ditegur oleh pengusaha penyedia Bansos Corona. Dia ditegur karena mengurangi kuota PT Anomali sebagai penyedia bansos Corona. Di persidangan disebut PT Anomali itu adalah perusahaan yang terafiliasi dengan Herman Hery.
"Ya (sapa) mungkin dia buat belanja, atau apa waktu itu saya ditegur," kata Adi.
"Siapa yang tegur saudara?" tanya jaksa
"Pak Ivo Mungkaren," jawab Adi singkat.
Setelah ditegur Ivo, Adi mengaku ditelepon seseorang. Dia awalnya tidak tahu orang itu siapa, belakangan dia ketahui yang telepon dia adalah Ketua Komisi III DPR, Herman Herry.
"BAP Saudara, nomor 50 Saudara terima telepon?" tanya jaksa.
"Karena nggak ada namanya saya nerima telepon aja," kata Adi.
"Yang telepon itu..., ya temennya pak menteri lah pak," ucap Adi.
"Saudara terima telepon sebagaimana tadi, ada nama Herman Herry?" kata jaksa mengonfirmasi kembali.
"Saya nggak tahu namanya, hanya terima telepon saja, yang telepon itu (Herman Herry) itu tahu belakangan pak. Saya nggak simpan nomornya," beber Adi.
Pernyataan Adi juga didukung oleh Matheus Joko, selama di persidangan Adi dan Joko sama-sama membuka siapa saja vendor Bansos yang dipungut 'fee' nya. Sebab, keduanya memiliki catatan khusus berkaitan dengan penerimaan uang dari sejumlah vendor Bansos.
Beberapa kali di persidangan Adi dan Joko mencocokkan data catatan yang merekapunya terkait penerimaan fee. Pernah juga ada perbedaan dalam kesaksian mereka berdua, keduanya juga pernah dikonfrontir di persidangan.
Dalam sidang juga Adi dan Joko mengatakan Juliari sudah membagi kuota Bansos mulai di tahap 7. Kuota diberikan ke beberapa rekannya yakni:
- Herman Hery mendapat 1 juta Paket Bansos (perusahaan Ivo Wongkaren dan Stefano).
- Ihsan Yunus mendapat 400 ribu paket bansos adminnya Agustri Yogasmara dan Iman Ikram.
- Bina Lingkungan yang dikendalikan Matheus Joko dan Adi Wahyono 300 ribu paket.
- Kuota 200 ribu diberikan ke teman, kerabat, kolega dari Juliari P Batubara dkk,
Selanjutnya fakta ini juga masuk dalam surat tuntutan Adi dan Matheus Joko. Jaksa menyebut pembagian kuota bansos sembako Corona mulai tahap 7 sampai dengan akhir semua penyedia bansosnya ditunjuk Juliari langsung.
Jaksa mengungkapkan, semenjak penyedia bansos ditunjuk Juliari, Joko dan Adi hanya mengumpulkan fee ke penyedia Bansos kelompok bina lingkungan yang dikelola Joko dan Adi.
"Berdasarkan pembagian tersebut, mulai tahap 7 sampai selesai, maka Terdakwa dan Adi Wahyono menunjuk penyedia bansos sembako berdasarkan pembagian kelompok dan kuota dari Juliari P Batubara tersebut dan hanya mengumpulkan uang fee sebesar Rp10 ribu per paket dari penyedia kelompok bina lingkungan yang dikelola Terdakwa dan Adi Wahyono," ujar jaksa.(bh/mdb) |