JAKARTA, Berita HUKUM - Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto menilai pemerintah, khususnya Presiden Jokowi, telah melanggar Undang-Undang Nomor 13 tahun 2022 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU P3). Pasalnya dalam Raker Komisi VII DPR RI dengan pemerintah dan Komite II DPD RI pada Selasa (29/11/2022), tentang Pengantar Musyawarah RUU EBET, Presiden Jokowi belum juga mengirimkan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) resmi Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET).
Dalam rapat yang dihadiri Menteri ESDM, Menteri Keuangan, Menteri LHK, Mendikbud Ristek, Menteri BUMN, Menteri Perindustrian, Menteri Hukum dan HAM, secara terang-terangan pihak pemerintah menyatakan belum dapat mengirimkan DIM RUU EBET kepada DPR karena masih berproses di Kementerian Sekretariat Negara.
"Padahal menurut ketentuan Undang-Undang paling lambat 60 hari sesudah DPR RI mengirim surat, maka Presiden wajib mengirimkan surat presiden yang disertai DIM kepada DPR RI. Dengan surpres dan DIM itu maka RUU akan dibahas bersama Pemerintah dan DPR. Sekarang sudah lebih dari 60 hari surat itu dikirim. Tapi Presiden belum mengirimkan DIM juga. Terus apa yang mau dibahas?" tegas Mulyanto dalam keterangan persnya kepada media, Kamis (1/12).
Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tersebut menyebut peristiwa ini sebagai preseden buruk. Karena seolah membenarkan adagium yang mengatakan bahwa undang-undang dibuat untuk dilanggar. "Dalam hal ini Presiden malah memberi contoh yang tidak baik. Padahal UU P3 ini relatif baru disahkan, yakni pada tanggal 16 Juni 2022. Ini kan artinya, UU baru dibuat sudah dilanggar. Ini sungguh contoh yang buruk," imbuhnya.
Mulyanto pun mempertanyakan keseriusan pemerintah menegakkan aturan hukum dan membangun good governance dalam menjalankan roda pembangunan. Dengan sikap seperti ini Mulyanto menganggap pemerintah tidak serius dalam mengembangkan EBET ini. "Pertanyaannya, apakah dibenarkan dan tidak cacat hukum membahas RUU tanpa adanya DIM yang sah?" tandas Legislator Dapil Banten III tersebut.
Sementara sebelumnya, Anggota Komisi VII DPR RI Mukhtarudin juga mengatakan, pengelolaan EBET harus memberikan manfaat sebesar-besarnya terhadap kemakmuran rakyat Indonesia sesuai amanat pasal 33 UUD 1945. "EBT penting untuk menciptakan iklim yang positif, maka tentu kita harus menepikan ego sektoral dari masing-masing lembaga demi terselesaikannya RUU ini," beber Mukhtarudin dalam keterangan kepada awak media yang dikutip Parlementaria, Rabu (30/11).
Politisi Partai Golkar ini juga mengajak semua pihak, terutama bagi para pemangku kebijakan terkait energi baru terbarukan untuk bersama-sama mendukung penyelesaian RUU ini menjadi undang-undang. Menurut Mukhtarudin, pengembangan energi baru dan energi terbarukan di Indonesia itu sejalan dengan potensi Indonesia sebagai negara kepulauan beriklim tropis yang memiliki berbagai sumber energi yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.
Sebagai gambaran, penyusunan RUU EBET inisiatif dari Komisi VII DPR ini sejalan dengan komitmen pemerintah, dalam hal ini Presiden Joko Widodo pada Paris agreement yang sudah diratifikasi melalui Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2016 sebagai upaya menurunkan emisi yang mempengaruhi pemanasan global. Komitmen tersebut tertuang dalam (Nationally Determined Contribution/NDC) Indonesia untuk pengurangan emisi sebesar 29 persen hingga tahun 2030 dengan pembiayaan sendiri dan 40,1 persen dengan dukungan internasional.
Mukhtarudin mengatakan, RUU EBET mempunyai arti penting, karena sangat dibutuhkan untuk perbaikan tata kelola energi baru dan energi terbarukan di Indonesia. Sesuai amanat UUD 1945 pasal 33 ayat 2 dan ayat 3, dan UU Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi telah mewajibkan pemerintah untuk meningkatkan pemanfaatan energi baru dan energi terbarukan. Dengan mengoptimalkan seluruh potensi yang ada dengan tetap mempertimbangkan aspek teknologi sosial ekonomi konservasi dan lingkungan serta memprioritaskan pemenuhan kebutuhan energi domestik guna mencapai ketahanan dan kemandirian energi nasional.
Mukhtarudin menambahkan, selain itu juga diorientasikan untuk menciptakan kegiatan usaha energi baru dan energi terbarukan yang mandiri handal, transparan, berdaya saing, efisien dan berwawasan pelestarian lingkungan, serta mendorong perkembangan potensi dan peranan pelaku ekonomi dalam negeri. "Jadi saya kira RUU EBT ini wujudnya kedaulatan ketahanan dan kemandirian energi nasional," pungkas Legislator Dapil Kalimantan Tengah itu. (sf/aha//rdn/DPR/bh/sya) |