JAKARTA, Berita HUKUM - Sedikitnya 320.000 bebek atau itik di Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Jawa Timur mati diduga akibat terserang virus flu burung. Virus flu burung yang menyerang itik lokal ini ditemukan pertama kali di Indonesia dan merupakan klad (clade) atau subgrup virus flu burung yang baru.
Salah satu penyebabnya diduga dari aktivitas importasi itik yang tidak aman. Tindakan yang lebih antisipatif dan preventif dalam menangani kasus ini, menurut Anggota Komisi IV DPR RI Ma’mur Hasanuddin, harus lebih dioptimalkan.
“Kerja sama lintas sektoral serta kementerian harus diintensifkan, sehingga penyebarannya tidak meluas agar dapat diselesaikan sedini mungkin,” kata Ma’mur Hasanuddin di Jakarta. Minggu (16/12).
Menurutnya, pemerintah melalui Kementerian Kesehatan menyatakan tidak ada masyarakat Indonesia tertular akibat virus flu burung H5N1 clade yang baru ini. Penularan clade ini pada manusia pernah dilaporkan di Cina, Hongkong dan Bangladesh.
“Jika dugaan penyebaran flu burung ini akibat itik impor, berarti ada yang salah dalam penyelenggaraan aktivitasnya. Ada Undang-undang Nomor 18 tahun 2009 tentang peternakan dan kesehatan hewan yang pasti dilanggar pada aktivitas penyelenggaraan importasi,” ujarnya.
Pembentukan undang-undang ini juga mempertimbangkan komitmen Indonesia untuk melakukan penyesuaian dan penyetaraan peraturan perundang-undangan dengan ketentuan konvensi internasional. Misalnya, General Agreement on Trade and Tariffs (GATT), khususnya tentang Agreement on the Application of Sanitary and Phytosanitary Measures (SPS) yang mengatur tentang impor dan ekspor produk hewan dan perlindungan terhadap kehidupan atau kesehatan manusia, hewan, tanaman, dan lingkungan.
Ma’mur, mendesak pemerintah selain melakukan tindakan cepat mengatasi flu burung agar segera menelusuri sumber terjadinya, sehingga jika memang disebabkan dari aktivitas importasi itik dan bebek maka dapat dilakukan proteksi karantina segera.
Bagi para importir harus secara seksama dan prosedural melakukan proses karantina maupun pengecekan terhadap kesehatan itik yang diimpornya. Selain itu ada baiknya importasi dihentikan untuk sementara guna memaksimalkan penanganan wabah ini, tegasnya.
Berdasarkan catatan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian virus yang menyerang itik kali ini berasal dari varian atau kelompok yang berbeda sebelumnya. Varian virus baru ini berkode 2.3.2, mirip virus flu burung yang berasal dari sejumlah negara seperti Vietnam, Tiongkok, Laos dan Thailand, ujar Syukur.
Bahaya virus tersebut saat ini dapat menyebabkan kematian yang cukup tinggi pada unggas dibandingkan virus sebelumnya dengan kode 2.1.(rm/ipb/bhc/opn) |