JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Majelis hakim menolak nota keberatan (eksepsi) yang diajukan terdakwa Syarifuddin Umar. Pasalnya, pembelaan yang disampaikan hakim nonaktif serta tim kuasa hukumnya itu telah masuk perkara pokok. Sebaliknya, dakwaan penuntut umum dinilai sudah lengkap, jelas dan akurat sesuai syarat formal dan material.
Atas penolakan eksepsi pihak terdakwa dan diterimanya dakwaan JPU, perkara dugaan suap pengurusan aset PT. Skyacamping Indonesia (SCI) itu pun dilanjutkan dengan pemeriksaan pokok perkara. Demikian putusan sela yang disampaikan majelis hakim yang diketuai Gusrizal di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (26/10).
Hakim ketua Gusrizal pun memerintahkan tim JPU yang dikoordinatori Zet Tadung Alo untuk menyiapkan saksi-saksi. Mereka akan diperiksa keterangannya dalam persidangan mendatang. Atas perinta tersebut, penuntut umum pun menyatakan kesediaannya. Pihaknya akan menghadirkan sedikitnya lima saksi tiap persidangan.
Dalam amar putusan selanya itu, majelis hakim menyebutkan bahwa eksepsi terdakwa dan tim kuasa hukum yang diketuai Hotma Sitompul itu, telah masuk materi pokok perkara yang justru harus dibuktikan kebenarannya dalam persidangan. Apalagi menyangkut uang-uang asing yang turut disita penyidik KPK, ketika menangkap Syarifuddin di rumahnya, yang tidak diuraikan dalam surat dakwaan kecuali uang Rp 250 juta yang diduga diberikan oleh kurator Puguh Wirawan itu.
Majelis juga menolak argumentasi kuasa hukum bahwa surat dakwaan jaksa kabur, karena tidak menerangkan tentang tempat dan waktu kejadian perkara. Padahal, menurut majelis, surat dakwaan itu sudah memenuhi syarat formal dan material, karena digambarkan secara rinci tahapan tindak pidana korupsi yang melibatkan hakim Syarifuddin dengan Puguh.
“Surat dakwaan penuntut umum sudah sangat jelas dan rinci. Di dalamnya telah menyebutkan bahwa seorang pegawai negeri atau penyelenggara negara melakukan tindak pidana korupsi, karena menerima uang tunai Rp 250 juta yang patut diduga untuk melalukan sesuatu yang bertentangan dengan jabatannya," jelas majelis dalam amar putusannya itu.
Dalam dakwaan sebelumnya, JPU Zet Tadung Alo menyebutkan bahwa terdakwa Syarifuddin selaku hakim pengawas memberikan persetujuan perubahan atas aset boedel pailit PT SCI. Aset itu berupa dua bidang tanah dengan SHGB 5512 atas nama PT SCI dan SHGB 7251 atas nama PT Tanata Cempaka Saputra. Aset itu diubah menjadi aset non-boedel pailit tanpa penetapan pengadilan.
Kurator PT SCI Puguh memberikan fee berupa uang sebesar Rp 250 juta, karena terdakwa selaku hakim pengawas telah melakukan apa yang diminta pihak PT SCI itu dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit perusahaan tersebut.
Dengan diberikannya uang itu, kurator Puguh berkeinginan, agar saat digelar rapat kreditur terbatas pada 8 Juni 2011 yang dihadiri perwakilan PT BNI Tbk, buruh dan wakil Kantor Pajak, aset tersebut sudah dinyatakan sebagai aset yang layak jual dan tak lagi bermasalah. Padahal patut diduga uang itu ada hubungannya dengan jabatan terdakwa.
Atas perbuatannya itu, terdakwa Syarifuudin dijerat dengan pasal berlapis, yakni Pasal 12 huruf a, b, c, jo Pasal 6 ayat (2) jo Pasal 5 ayat (2) huruf a jo Pasal 18 ayat (1) huruf a jo Pasal 11 jo Pasal 18 ayat (1) huruf a UU Nomor 31/1999 jo UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Korupsi.(dbs/spr)
|