Israel Negara-negara Arab Kecam PM Benjamin Netanyahu Memperluas Kedaulatan Israel dengan Nencaplok Lembah Yordania 2019-09-11 12:41:25
Lembah Yordania menempati sepertiga bagian dari wilayah Tepi Barat.(Foto: REUTERS)
ISRAEL, Berita HUKUM - Negara-negara Arab mengecam rencana Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, untuk mencaplok sebagian wilayah pendudukan di Tepi Barat jika ia kembali terpilih sebagai perdana menteri dalam pemilihan umum pekan depan.
Netanyahu mengatakan dirinya akan menerapkan "kedaulatan Israel atas Lembah Yordania dan Laut Mati bagian utara", sebuah kebijakan yang pasti akan didukung oleh partai-partai sayap kanan yang dukungannya akan ia perlukan untuk koalisi.
Para pejabat Yordania, Turki, dan Arab Saudi mengritik tajam rencana tersebut.
Liga Arab menyebutnya sebagai "perkembangan berbahaya" dan "agresi" Israel.
Diplomat Palestina, Saeb Erekat, mengatakan bahwa aksi pencaplokan akan "mengubur kesempatan damai".
Israel telah menduduki wilayah Tepi Barat sejak 1967 namun tidak sampai mencaplok kawasan tersebut.
Netanyahu, pemimpin partai sayap kanan Likud, tengah berkampanye menjelang pemilu Selasa depan. Hasil survei menunjukkan partainya bersaing ketat dengan oposisi, Partai Biru dan Putih, dan mungkin akan kesulitan membentuk koalisi pemerintahan.
Pihak Palestina mengklaim seluruh kawasan Tepi Barat untuk menjadi bagian dari negara independen mereka di masa depan. Netanyahu sebelumnya bersikeras bahwa Israel akan selalu mempertahankan kehadirannya di Lembah Yordania untuk tujuan keamanan.
Apa kata Netanyahu?
Dalam pidatonya yang disiarkan televisi, perdana menteri Israel itu mengatakan: "Ada satu tempat di mana kita bisa menerapkan kedaulatan Israel segera setelah pemilu digelar.
"Jika saya menerima dari Anda, warga Israel, mandat untuk melakukannya... hari ini saya umumkan niat saya bersama formasi pemerintahan yang berikutnya untuk menerapkan kedualatan Israel atas Lembah Yordania dan Laut Mati bagian utara."
Netanyahu juga mengatakan bahwa ia akan mencaplok seluruh kawasan permukiman warga Yahudi di Tepi Barat, tapi hal itu akan dilakukan setelah penerbitan rencana Presiden AS Donald Trump terkait kesepakatan perdamaian antara Palestina dan Israel yang telah lama dinantikan.
Netanyahu mengatakan bahwa apa yang disebut sebagai 'Kesepakatan Abad Ini' mungkin akan diterbitkan beberapa hari setelah pemilu dan meperingatkan bahwa oposisinya dari Partai Biru dan Putih tak akan mampu menangani kebijakannya. Hak atas fotoAMIR LEVY/GETTY IMAGESImage captionPerdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berjanji akan mencaplok kawasan Lembah Yordania ke dalam kedaulatan Israel bila ia kembali terpilih dalam pemilu pekan depan
Kemudian, Netanyahu dibawa keluar panggung dan dibawa ke sebuah penampungan ketika kampanye di sisi selatan Kota Ashdod itu diinterupsi bunyi sirene yang menandakan kemungkinan tembakan roket dari Gaza.
Pasukan Pertahanan Israel mengatakan bahwa dua roket berhasil dicegat oleh sistem Iron Dome.
Apa respon Palestina dan negara-negara Arab?
Dalam pernyataan sebelum janji Netanyahu diumumkan, Perdana Menteri Palestina Mohammad Shtayyeh menyebut Netanyahu sebagai "perusak utama proses perdamaian". Hak atas fotoREUTERSImage captionMohammad Shtayyeh menyebut Netanyahu sebagai "perusak utama proses perdamaian"
Hal yang sama digaungkan pejabat senior Palestina Hanan Ashrawi. Ia mengatakan kepada AFP bahwa Netanyahu "tidak hanya menghancurkan solusi dua-negara, ia (juga) menghancurkan semua kesempatan damai. Ini mengubah seluruh arah 'permainan'".
Solusi dua-negara telah lama menjadi dasar negosiasi damai, namun Trump belum pernah mengindikasikan apakah hal itu akan dianjurkan dalam rencananya.
Erekat mencuit: "Kita perlu mengakhiri konflik dan bukan membuatnya berlanjut hingga 100 tahun lagi, seperti yang direncanakan Netanyahu. Ingat, pencaplokan wilayah di bawah hukum internasional adalah bentuk kejahatan perang."
Liga Arab mengatakan rencana Netanyahu akan melanggar hukum internasional sekaligus meluncurkan "torpedo" terhadap fondasi perdamaian.
Menteri Luar Negeri Yordania, Ayman Safadi, menyebit rencana itu "eskalasi serius" dan memperingatkan dapat "mendorong seisi kawasan menuju kekerasan".
Menlu Turki, Mevlut Cavusoglu, menilai Netanyahu adalah seorang "rasis" yang "melancarkan semua pesan ilegal, tak patuh hukum, dan agresif" menjelang pemilu.
Arab Saudi turut mengecam dengan menyebut rencana itu "eskalasi sangat berbahaya". Negara tersebut lantas menyerukan digelarnya rapat darurat yang menghimpun para menlu ke-57 negara anggota Organisasi Kerja sama Islam (OKI).
Apa latar belakang masalah di Tepi Barat?
Israel menduduki Tepi Barat, selain Yerusalem Timur, Gaza, dan Dataran Tinggi Golan Suriah, pada perang Timur Tengah tahun 1967. Mereka secara efektif mencaplok kawasan Yerusalem Timur pada tahun 1980 dan Dataran Tinggi Golan pada 1981, meski kedua aksi itu tidak diakui dunia internasional selama berpuluh tahun.
Akan tetapi, kemudian pmerintahan Trump mengakui kedua aksi tersebut, dan membatalkan kebijakan AS sebelumnya.
Nasib kawasan Tepi Barat tergantung pada akhir dari konflik Israel-Palestina. Sementara, Israel telah membangun 140 permukiman warga di sana dan Yerusalem Timur yang mana dianggap ilegal berdasarkan hukum internasional, meskipun Israel membantahnya.
Akankah Netanyahu memenangi pemilu?
Ini adalah pemilu kedua dalam enam bulan terakhir dan jajak pendapat menunjukkan jumlah suara yang mirip dengan hasil pemilu April lalu, di mana setelahnya, tidak ada koalisi yang dapat dibentuk.
Partai Likud dan Partai Biru dan Putih sama-sama memenangkan 35 dari 120 kursi parlemen yang diperebutkan. Hak atas fotoABIR SULTAN/AFP/GETTY IMAGESImage captionMantan Penasihat Keamanan AS, John Bolton (kiri), dengan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, mengunjungi salah satu pos militer yang menghadap ke Lembah Yordania
Netanyahu berharap dapat membangun koalisi dan kembali duduk di kursi perdana menteri untuk kelima kalinya.
Akan tetapi, perselisihan tentang RUU wajib militer yang mengatur pembebasan kewajiban bagi siswa seminari Yahudi ultra-Ortodoks tidak dapat diselesaikan, berakibat dibubarkannya parlemen pada bulan Mei lalu.
Kemungkinan pembicaraan koalisi pascapemilu akan kembali dilakukan dan bisa berlangsung selama berminggu-minggu.
Netanyahu sendiri masih menghadapi tiga penyelidikan kasus korupsi. Ia membantah melakukan kesalahan dan jaksa agung Israel harus memutuskan apakah akan secara resmi menuntutnya.(BBC/bh/sya)
PT. Zafa Mediatama Indonesia Kantor Redaksi
Jl. Fatmawati Raya No 47D Lt.2
Cilandak - Jakarta Selatan 12410
Telp : +62 21 7493148
+62 85100405359 info@beritahukum.com