ACEH, Berita HUKUM - Hukum seolah tak berdaya dalam menertibkan para pelaku pembalakan liar di kawasan hutan produksi dan hutan lindung Cut Mutia Kabupaten Aceh Utara.
Sebagaimana diketahui jumlah luas hutan lindung atau Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) seluas 7, 783 hektar, sementara jumlah hutan produksi seluas 36, 323 hektar. Namun saat ini hanya tersisa 44 hektar. Diperkirakan sekitar 80 persen kerusakan hutan diakibatkan aktifitas pembalakan liar yang bukan saja dilakukan oleh masyarakat diduga juga turut didanai oleh para pembesar maupun aparat hukum setempat.
Amatan pewarta BeritaHUKUM.com, di beberapa lokasi penampungan kayu (panglong) diantaranya milik Haji Kemis, dan Daud di Desa Lubuk Pusaka, Tanah Mirah, Langkahan itu juga turut dibackingi oknum aparat kepolisian setempat dengan inisial MD.
Kemudian di wilayah Ceumpedak, Pantonlabu panglong milik Haji Mu'is, Haji Thayeb dan beberapa tempat lainnya itu juga dibackingi serta mendapat donasi dari oknum aparat hukum dengan inisial RSB.
"Hukum di Indonesia lemah, banyak oknum pejabat maupun aparat hukum yang ikut andil mendanai aksi Ilegal Logging ini," begitulah jawaban Ketua LSM Aceh Aceh Future, Razali Yusuf, saat dimintai keteranganya oleh pewarta BeritHUKUM.com, Minggu (12/5), mengenai kasus Ilegal Logging (Illog) yang kian meresahkan.
Menurut Razali, hukum tidak akan berlaku bagi para pembalak liar khususnya di Aceh Utara, jika penegak hukum sendiri ikut kerjasama membackingi kasus Illog itu. Sejauh ini, kasus Illog cukup begitu marak terjadi di Kawasan Aceh Utara. Tidak ada kesadaran bagi pelaku kasus itu.
"Padahal efeknya akan merenggut korban, seperti banjir bandang yang ditimbulkan akibat adanya aktifitas Illog," kata Razali.(bhc/sul)
|