Beranda | Berita Utama | White Crime | Cyber Crime | EkBis | Opini | INDEX Berita
Eksekutif | Legislatif | Gaya Hidup | Selebriti | Nusantara | Internasional | Lingkungan
Politik | Pemilu | Peradilan | Perdata| Pidana | Reskrim
Politik    
Rakyat Tidak Bisa Selamanya Dibohogi
Penegak Hukum Rusak Harus Segera Dipecat
Tuesday 06 Mar 2012 22:07:46
 

Para narasumber saat memberikan pendapatnya dalam acara diskusi tersebut (Foto: Ist)
 
JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Pengadilan yang diharapkan sebagai benteng terakhir keadilan di Indonesia, ternyata jau dari harapan pencari keadilan. Pasalnya, 70-90 persen aparat penegak hukum, yakni hakim, jaksa, dan polisi sudah rusak. Jika tidak ada gerakan luar biasa hingga 2014, nasib Indonesia tidak akan berubah. Bahkan, cenderung makin terpuruk.

Demikian mengemuka dalam diskusi bertajuk “Matinya Keadilan di Orde Citra: Hukum Pengadilan Negara Vs Hukum Bacok” yang berlangsung di Jakarta, Selasa (6/3). Diskusi menghadirkan Guru Besar Fakultas Psikologi Politik UI Hamdi Muluk, pakar hukum pidana pencucian uang Yenti Garnasih, dan Anggota DPD RI Wayan Sudirta.

Seperti rilis yang diterima BeritaHUKUM.com, diskusi ini diselenggarakan sehubungan dengan makin turunnya kepercayaan publik terhadap peradilan. Puncak kekecewaan publik adalah dibacoknya jaksa yang didakwa korupsi, usai mengikuti persidangan di Pengadilan Tipikor, Bandung.

Menurut Hamdi, dalam tiga bulan terakhir saja, Pengadilan Tipikor di seluruh Indonesia, telah membebaskan 57 koruptor dari hukuman. Atas dasar ini, dapat dibilang bahwa di Indonesia semuanya tidak berpihak kepada kepentingan publik. Di bidang pangan, perumahan, pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan hukum berpihak kepada kelompok elite.

“Bahkan, parahnya lagi, hukum pun sudah berpihak kepada para elite, sehingga kepentingan publik pun diabaikan. Ini tanda-tanda Indonesia sudah di jurang kehancuran. Harus ada langkah tegas untuk membenahi duni hukum di Indonesia untuk mencegah keterpurukan yang makin parah,” kata Hamdi.

Sedangkan Wayan Sudirta mengatakan, kondisi peradilan di Indonesia saat ini sudah sangat buruk. Hal ini antara lain terutama disebabkan buruknya kualitas hakim yang ada. Sedikitnya 70 sampai 90% hakim, jaksa, dan polisi sudah rusak. Pada persidangan Angelina Sondakh, misalnya, tampak sekali kualitas hakim sangat buruk.

“Bagaimana mungkin hakim tidak mengambil tindakan apa pun terhadap dua saksi yang memberi keterangan saling bertentangan? Kok hakim tidak tahu tau mana dari dua saksi itu yang berbohong. Seharusnya hakim menyodorkan bukti-bukti, mengancam saksi dengan sanksi, lalu menahan saksi yang berbohong. Kalau itu saja tidak dilakukan, hakim harus diberhentikan karena tidak mampu memimpin sidang,” tukas Wayan geram.

Sidang Sandiwara
Sebagai anggota DPR RI yang juga pernah lama menjadi pengacara, Sudirta memastikan apa yang terjadi di persidangan hanyalah sandiwara. Semua sudah dirundingkan antara pihak-pihak terkait. Pada kasus mantan Bendahara Umum Partai Demokrat M Nazarudin, misalnya, sudah diatur agar persoalan hanya dilokalisasi pada Nazarudin. Hakim dan para penegak hukum lainnya, termasuk KPK diminta tidak melebarkan ke orang lain.

“Saya mendapat info dari keluarga dekat hakim yang mengadili kasus Nazarudin, mereka memang diminta hanya fokus kepada mantan Bendahara Umum Demokrat saja. Setting juga dilakukan kepada KPK. Para penyidik KPK dibatasi untuk hanya membidik Nazarudin,” ungkap dia.

Sementa itu, Koodinator Indonesia Bersih Adhie M Massardi mengamini pendapat Wayan. Diungkapkan, rakyat harus segera menghentikan kerusakan yang terjadi. “Kerusakan semakin menjadi-jadi setelah ditularkan oleh SBY saat hari pertama menjadi presiden di periode kedua. Dia memulai kekuasaannya dengan serangkaian tindak kriminal. Antara lain dengan skandal Bank Century. Untungnya saat ini mahasiswa, dosen, bahkan para rektor sudah siap bangkit melakukkan perlawanan,” papar jubir kepresidenan era Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) ini.

Menyikapi kondisi saat ini, pakar hukum tindak pidana pencucian uang, Yenti Garnasih berpendapat, rakyat sudah benar-benar tidak bisa percaya kepada pengadilan. Hal ini akibat perilaku hakim dan para penegak hukum lainnya. Ini sangat berbahaya, karena bisa memicu tumbuhnya street justice atau dark justice. Apa yang dilakukan Deddy Sugarda yang membacok jaksa yang jadi terdakwa usai mengikuti persidangan, adalah contoh nyata munculnya gejala itu.

“Kalau hakim tidak bisa membedakan mana saksi yang berbohong dan tidak mau mengambil tindakan tegas, apakah masih pantas dia disebut ‘Yang Mulia’? Kalau kita benar-benar mau menegakkan keadilan, saya rasa sedikitnya 90% hakim harus dipecat. Selanjutnya ganti dengan yang hakim-hakim yang baik, yang memutuskan perkara sesuai dengan hati nurani dan rasa keadilan masyarakat,” tandasnya.(rls/biz)



 
   Berita Terkait > Rakyat Tidak Bisa Selamanya Dibohogi
 
  Penegak Hukum Rusak Harus Segera Dipecat
 
ads1

  Berita Utama
Mengapa Dulu Saya Bela Jokowi Lalu Mengkritisi?

Mudik Lebaran 2024, Korlantas: 429 Orang Meninggal Akibat Kecelakaan

Kapan Idul Fitri 2024? Muhammadiyah Tetapkan 1 Syawal 10 April, Ini Versi NU dan Pemerintah

Refly Harun: 6 Ahli yang Disodorkan Pihak Terkait di MK Rontok Semua

 

ads2

  Berita Terkini
 
Mengapa Dulu Saya Bela Jokowi Lalu Mengkritisi?

5 Oknum Anggota Polri Ditangkap di Depok, Diduga Konsumsi Sabu

Mardani: Hak Angket Pemilu 2024 Bakal Bikin Rezim Tak Bisa Tidur

Hasto Ungkap Pertimbangan PDIP untuk Ajukan Hak Angket

Beredar 'Bocoran' Putusan Pilpres di Medsos, MK: Bukan dari Kami

ads3
 
PT. Zafa Mediatama Indonesia
Kantor Redaksi
Jl. Fatmawati Raya No 47D Lt.2
Cilandak - Jakarta Selatan 12410
Telp : +62 21 7493148
+62 85100405359

info@beritahukum.com
 
Beranda | Tentang Kami | Partner | Disclaimer | Mobile
 
  Copyright 2011 @ BeritaHUKUM.com | V2