Beranda | Berita Utama | White Crime | Cyber Crime | EkBis | Opini | INDEX Berita
Eksekutif | Legislatif | Gaya Hidup | Selebriti | Nusantara | Internasional | Lingkungan
Politik | Pemilu | Peradilan | Perdata| Pidana | Reskrim
EkBis    
Komisi XI
Politik Anggaran Pemerintah Tidak Sehat dan Tidak Kredibel
2016-10-27 07:13:09
 

Ilustrasi. Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Heri Gunawan.(Foto: BH /mnd)
 
JAKARTA, Berita HUKUM - Politik anggaran yang disusun pemerintah dinilai tidak sehat dan tidak kredibel. Banyak target ekonomi yang meleset dan Indonesia masih bergantung pada utang luar negeri. Pemerintahan Jokowi-JK juga mengalami crash dalam meraih target pertumbuhan sebesar 7 persen.

Anggota Komisi XI DPR Heri Gunawan mengungkapkan hal ini Rabu, (26/10). Dengan kondisi yang ada, Indonesia terjebak dalam middle income trap, pembangunan juga melambat, dan kemampuan daya saing serta daya beli masyarakat melemah. Apalagi, ekspor tahun 2016 diperkirakan tidak lebih dari USD 145 miliar atau terendah sejak 2011. Belum lagi, transaksi berjalan defesit sejak 2012 sampai dengan 2016.

"Kita pantas pesimis atas capaian-capaian pemerintah di masa-masa mendatang. Dalam merancang APBN 2017 saja, Pemerintah Jokowi-JK melakukan hal yang sangat fatal. Sebab, dalam APBN 2017 kita harus membayar bunga utang sebesar Rp221 triliun, sehingga pemerintah harus menerbitkan SBN Neto sebesar Rp404 triliun. Lalu, apa yang bisa diharapkan dari proses perancangan politik anggaran yang tidak sehat dan kredibel seperti itu?" tandas Heri.

Anggota F-Gerindra ini mengungkapkan, untuk menutup defisit anggaran, membayar cicilan pokok, dan Penyertaan Modal Negara (PMN), pemerintah harus membuat utang baru dan terus membengkak setiap tahun. Ditambahkannya, neraca pendapatan primer (NPP) juga mengalami defisit yang besar pada tahun-tahun medatang, karena paket kebijakan ekonomi I sampai XIII yang sangat berbahaya.

Padahal, defisit NPP pada kuartal pertama 2016 sudah mencapai sebesar USD 7,5 milyar. Diperkirakan dengan adanya 13 paket kebijakan ekonomi tersebut, defisit NPP tahun 2021 akan menjadi sebesar USD 50 milyar. "Tidak ada jalan lain yang mesti ditempuh pemerintah selain kembali ke sistem ekonomi Pancasila sesuai Pasal 33 UUD yang sudah sangat mendesak untuk diimplementasikan," urai Heri lagi.

Dengan begitu, sambungnya, penguasaan produksi dan pasar nasional terkendali dan defisit NPP dapat ditekan sekecil mungkin dan akumulasi keuntungan akan memperkuat tabungan nasional. "Selama pemerintahan Jokowi-JK tetap menjalankan kebijakan ekonomi seperti yang ada saat ini, ekspansif namun kondisi dalam negeri dibuat kontraksi, maka selama itu pula kerugian negara akan bertambah banyak dan bertumpuk-tumpuk," kilah mantan Wakil Ketua Komisi VI DPR itu.

Ditegaskan pula oleh Heri, ekonomi yang sedang dijalankan pemerintah saat ini, ternyata lebih jahat dari ekonomi liberal yang sesungguhnya. Ia hanya menghadirkan ketimpangan-ketimpangan baru dan berujung pada meluasnya masalah sosial yang berpotensi caos.(mh/DPR/bh/sya)



 
   Berita Terkait >
 
 
 
ads1

  Berita Utama
Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari Akhirnya Dipecat

PKS Resmi Usung Anies Baswedan-Sohibul Iman Sebagai Cagub-Cawagub Jakarta

Obat yang Beredar di Masyarakat Harus Terjamin Keamanan dan Kelayakannya

Satgas Polri Bongkar 3 Akun Website Judi Online, 18 Pelaku Jadi Tersangka

 

ads2

  Berita Terkini
 
Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari Akhirnya Dipecat

Ozzy Sudiro Jelaskan Tanah di Daan Mogot KM 14 Bukan Milik Pertamina

Pemerintah Harus Tindak Tegas Judi Online dan Pinjol Ilegal

PKS Resmi Usung Anies Baswedan-Sohibul Iman Sebagai Cagub-Cawagub Jakarta

Tolak Bansos Judi Online, HNW: Mestinya Pemerintah Satu Sikap Selamatkan Indonesia dari Darurat Judi Online

ads3
 
PT. Zafa Mediatama Indonesia
Kantor Redaksi
Jl. Fatmawati Raya No 47D Lt.2
Cilandak - Jakarta Selatan 12410
Telp : +62 21 7493148
+62 85100405359

info@beritahukum.com
 
Beranda | Tentang Kami | Partner | Disclaimer | Mobile
 
  Copyright 2011 @ BeritaHUKUM.com | V2