JAKARTA, Berita HUKUM - Aksi demo buruh besar-besaran dengan ribuan massa dari berbagai organisasi buruh di Jabodetabek melakukan aksi demonstrasi di depan Istana Negara, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta, Kamis (29/8). Ribuan buruh bergerak sambil berorasi menuju Istana Negara dari area Patung Kuda, Kawasan Monas Jakarta.
Sebelumnya pada pukul 12.00 siang, mereka berorasi di depan Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) menuntut supaya Mahkamah Konstitusi membatalkan Undang Undang Amnesti Pajak atau Tax Amnesty.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menyebutkan bahwa para buruh menolak amnesti pajak karena bersifat diskriminatif.
Usai berorasi di Istana Negara, ribuan buruh rencananya akan berorasi di halaman depan Mahkamah Agung (MA).
Terakhir, ribuan buruh akan bergerak ke kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Aksi buruh ini diklaim dilakukan serentak di 20 provinsi, namun khusus di Jabodetabek, aksi dipusatkan di Jakarta Pusat.
Sementara, Kelompok serikat pekerja dan buruh di 20 provinsi mengadakan aksi untuk menolak upah murah dan menuntut pencabutan tax amnesty atau pengampuanan pajak.
Aksi buruh dilakukan serentak di 20 provinsi tersebut, meliputi Jawa Timur, Jawa Tengah, Banten, Jawa Barat, Aceh, Sumatera Utara, Kepulauan Riau (Batam), Gorontalo, Sulawesi Utara, Sulawesi Barat. Khusus di Jabodetabek, aksi akan dipusatkan di Jakarta. Massa aksi akan berkumpul di Patung Kuda Indosat dan ada sebagian di Balaikota DKI Jakarta. Massa buruh menggelar aksi untuk menolak upah murah dan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama.
Orasi buruh menyebut Gubernur Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) sebagai pemimpin tukang gusur. Alasannya, sejumlah penggusuran yang dilakukan Ahok membuat buruh menjadi sengsara.Hal tersebut disampaikan oleh orator buruh yang berdiri di atas mobil komando. Ia mengatakan, banyak buruh menjadi korban penggusuran yang dilakukan Ahok. Padahal, buruh-buruh itu hanya bergaji kecil.
"Kalau saya bilang Ahok, kalian katakan 'Ahok gubernur upah murah'. Kalau saya katakan Ahok lagi, kalian katakan 'Gubernur tukang gusur'. Setuju kawan-kawan?" seru sang orator di depan Balai Kota DKI Jakarta.
Dalam aksi ini, buruh mengusung dua tuntuntan, pertama Cabut PP 78/2015 - Tolak Upah Murah dan Naikkan Upah Minimum Tahun 2017 Sebesar 650 Ribu, serta yang kedua adalah tolak UU Tax Amnesty, menurut Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal di Jakarta, Kamis (29/9).
Buruh menilai, PP Pengupahan No. 78/2015 bertentangan dengan ketentuan yang diatur dalam UU No. 13 Tahun 2003, khususnya terkait dengan mekanisme penetapan upah minimum.
Penetapan upah minimum dalam PP 78/2015 hanya didasarkan pada inflasi dan pertumbuhan ekonomi, sedangkan dalam UU No. 13 Tahun 2003, penetapan upah minimum berbasis Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dilakukan melalui mekanisme survei KHL dan pembahasan di Dewan Pengupahan.
Buruh menilai, kenaikan upah minimum tahun 2017 yang ideal adalah sebesar 650 ribu. Angka ini didasarkan pada survei pasar yang dilakukan ASPEK Indonesia dan KSPI dengan menggunakan 60 item. Dengan demikian, buruh tidak asal meminta kenaikan upah. Tetapi didasarkan pada data dan kebutuhan hidup.
Terkait dengan UU Pengampunan Pajak (Tax Amnesty). Alasan buruh menolaktax amensty, karena tax amnesty bersifat diskriminatif. Menurutnya, tax amnesty adalah bentuk hukuman bagi orang yang taat membayar pajak. Orang yang taat membayar pajak tidak ada keringanan (bahkan kalau didenda), tetapi di sisi lain, mereka yang tidak membayar pajak justru diampuni.
Alasan buruh melakukan aksi terkait dengan isu perpajakan menurutnya agar kas negara menjadi besar sehingga bisa membiayai berbagai program pembangunan terutama program kesejahteraan dan jaminan sosial.
Diantaranya dapat membiayai lebih banyak untuk tunjangan ibu hamil dan melahirkan, tunjangan pendidikan anak atau sekolah gratis hingga perguruan tinggi, jaminan kesehatan, jaminan pengangguran, pelayanan transportasi, dan perumahan murah untuk rakyat, serta tunjangan guru.(dbs/Afut/utr/Antara/okz/bh/sya) |