JAKARTA, Berita HUKUM - Pesta demokrasi pada Pilpres 9 Juli lalu yang harusnya berjalan Luber dan Jurdil ternyata masih banyak diitemukan kecurangan. Tim Hukum Prabowo Subianto-Hatta Rajasa pada siang ini akan mendatangi kantor Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) di Jalan M.H Thamrin, Jakarta Pusat.
Hal ini terkait langkah Komisi Pemilihan Umum yang tetap melakukan rekapitulasi nasional.
"Siang ini jam 11 siang ke DKPP," kata Ketua Tim Hukum dan Advokasi Prabowo-Hatta, Habiburakhman saat dihubungi, Senin (21/7).
Baru sore harinya, mereka akan membuat laporan ke Mabes Polri. Menurut Habiburakhman, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) padahal sudah merekomendasikan agar dilaksanakan Pemungutan Suara Ulang (PSU) di sekitar 5 ribu lebih tempat pemungutan suara yang bermasalah.
"Bawaslu sudah merekomendasikan untuk mengkroscek ribuan pemilih ilegal, tidak sulit kok tinggal dibuka saja KTP nya, dilihat benar nggak dia memilih disitu," tuturnya.
"Tapi ini (kroscek) juga tidak dilakukan KPU," sambungnya.
Menurut dia pula, masih ada waktu untuk menunda proses rekapitulasi penghitungan suara Pilpres tingkat nasional hingga tanggal 8 Agustus nanti.
"Enggak terlambat, proses rekapitulasi ini bisa di-pending," ucapnya.
Habiburakhman menekankan, bukan kalah menang yang dipersoalkan pihaknya tapi komitmen menjaga pelaksanaan Pilpres 2014 ini berjalan demokratis, jujur, dan transparan.
Sebelumnya, penasehat relawan Prabowo-Hatta, Letjen TNI (Purn) Suryo Prabowo, mengungkapkan 3 modus kecurangan yang dilakukan oleh kubu Capres pasangan Jokowi-JK untuk memenangkan Pilpres 2014.
"Sampai saat ini baru ada tiga modus kecurangan yang dilakukan kubu Jokowi-JK untuk memenangkan pilpres. Modus tersebut dijalankan dengan sangat terencana, karena libatkan banyak pihak. Modus mereka dapat mematikan demokrasi," ungkap Suryo Prabowo.
Modus pertama, melakukan mark up atau penggelembungan suara, di sejumlah daerah khusus dengan TPS terpilih.
"Mereka pilih daerah yang menguntungkan secara politik seperti DKI, Jateng dan Bali dengan populasi padat pemilih. TPS dipilih yang panitianya dari unsur kader mereka. Di TPS inilah mobilisasi suara dilakukan. Banyak orang tidak dikenal datang hanya tunjukkan KTP bisa mencoblos Jokowi-JK," bebernya.
Modus kedua, lanjutnya, kecurangan dilakukan dengan memanipulasi jumlah penghitungn suara.
"Mereka bermain fatamorgana angka. Rekap suara di Kediri Jawa Timur misalnya, Prabowo-Hatta dapat 294.429 dan Jokowi-JK dapat 619.456. Jumlah angka Jokowi-JK berubah jadi 919.456. Angka 6 dan 9 kan mirip, tinggal dibalik saja sudah dapat 300 ribu suara mereka," bebernya.
Modus ketiga, katanya, melakukan money politic. "Ini cara klasik, bagi uang, atau kartu sehat untuk mempersuasi pemilih. Modus ketiga ini sulit dibuktikan, tapi di Boyolali relawan Prabowo-Hatta pernah menangkap basah mereka bagi uang. Pidato Denny JA yang tersebar luas, di hadapan relawan juga anjurkan demikian," jelasnya.
Ia mengatakan, pihak Prabowo-Hatta memegang semua bukti dari tiga modus kecurangan tersebut.
"Buktinya berupa dokumen, photo atau rekaman. Semua bukti sudah disiapkan. Selama ini kami dituduh curang, padahal merekalah yang curang. Kami harap KPU tidak tutup mata dengan kecurangan ini," pungkasnya.(wid/rmol/gus/inilah/bhc/sya)
|