JAKARTA (BeritaHUKUM.com) - Aplikasi Bioenergi atau disebut Biofuel, dan penerapan berkelanjutan akan Energi Baru Terbarukan (EBT) ditenggarai turut mampu menekan laju angka pengangguran. Pasalnya aplikasi bioenergi dapat membuka sejumlah lapangan pekerjaan baru, begitupun dengan penggunaan energi terbarukan sebagai solusi mengatasi krisis listrik di sejumlah daerah terpencil. Sedangkan menurut data Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi angka pengangguran terbuka telah mencapai 8,12 juta jiwa di akhir 2011.
Menurut Ketua Dewan Pengurus Renewable Energy Green Society (REG’s), Praptono Tjitrohupojo, penekanan angka pengangguran akan sia-sia terkait minimnya sosialisasi dan pemberdayaan bioenergi maupun EBT yang tidak dimunculkan ditengah masyarakat, khususnya konsumen energy. Selain itu sinergi dan komitmen dari Pemerintah termasuk komponen yang sangat berpengaruh guna meningkatkan pemberdayaannya.
“Saat ini yang dibutuhkan adalah penetrasi berkelanjutan akan bioenergi dan energi terbarukan. Yaitu melalui sosialisasi yang berkesinambungan, menjaga komitmen Pemerintah yang telah berjanji akan meningkatkan penggunaan energi baru dan terbarukan sebesar 25 persen hingga beberapa tahun mendatang,” papar Praptono Tjitrohupojo kepada BeritaHukum.com, Jakarta, Sabtu (10/3).
Penilaian Praptono mengenai sosialisasi yang berkelanjutan dapat dilaksanakan dengan sejumlah program pengembangan secara berkelanjutan. Yaitu pengembangan tanaman energi tanpa mengganggu alokasi lahan, paket energi terpadu, berkesinambungannya penelitian serta pendirian pabrik biofuel.
“Sejatinya sejumlah pengembangan ini adalah program kerja yang sekiranya turut membuka lapangan pekerjaan baru. Namun ini akan menjadi sia-sia jika Pemerintah tidak bersinergi menjalankan komitmennya menggunakan penggunaan bioenergi, khususnya energi baru dan terbarukan, ‘imbuhnya.
Adapun diversifikasi energi tahun 2025 mendatang, porsi energi terbarukan ditargetkan menjadi 5 % dari total kebutuhan energi nasional.
Bioenegi Dan Keterbatasan Lahan
Bioenergi merupakan energi alternatif yang berasal dari sumber-sumber biologis. Meningkatkan kualitas lingkungan, pertumbuhan ekonomi yang positif serta mengurangi ketergantungan energi fosil merupakan keunggulan yang dimiliki bioenergi. Sedangkan pengembangan bioenergi telah sampai pada generasi keempat, yakni mengubah vegoil dan biodiesel menjadi gasoline. Brazil merupakan negara yang paling banyak mengoptimalkan energi baru ini.
Di Indonesia ada 49 jenis tanaman yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi. Beberapa tanaman yang potensial sebagai penghasil bioenergi adalah kelapa sawit, kelapa, jarak pagar, kapas, kanola, dan rapeseed untuk biodiesel, serta ubi kayu, ubi jalar, tebu, sorgum, sagu, aren, nipah, dan lontar untuk bioetanol.
Menurut ahli Informasi Geospasial, Fauzan Sadjid, melimpahnya hasil penelitian dan penerapan Bioenergi di Indonesia mengindikasikan bioenergi dapat dijadikan solusi guna membantu krisis kelistrikan dan energi yang terjadi di sejumlah daerah.
Hanya saja Fauzan mengingatkan mengenai perlu adanya batasan lahan melalui pemetaan dan data peta yang terpadu.
“Jangan sampai ketika energi baru ini sudah menjadi kebutuhan, kita tidak memiliki batasan lahan yang nantinya menjadi tumpang tindih dengan lahan pertanian. Untuk itu kami akan terus menggumpulkan data terkait pengembangan bioenergi dengan sejumlah data terkait, termasuk batasan lahan pertanian,” ungkap Fauzan.
Salah satu solusi keterkaitan batasan lahan akan pengembangan bioenergi dan energi baru terbarukan, Fauzan menunjuk portal Ina GeoSpasial sebagai acuan guna mengembangankan sejumlah program yang akan diperjuangkan oleh Reg’s. (bhc/boy)
|