JAKARTA, Berita HUKUM - Kementerian Komunikasi dan Informatikan (Kemenkominfo) memblokir 11 situs yang dianggap berbau suku, agama, ras dan antar-golongan (SARA).
Tindakan sepihak itu dikecam Berbagai pihak diantaranya Wakil Ketua DPR Fadli Zon. Menurutnya, pemerintah telah melakukan pelanggaran kebebasan berekspresi.
"Penutupan 11 situs secara sepihak jelas merupakan pelanggaran dan bentuk sensor yang mengebiri kemerdekaan berpendapat dan berekspresi," kata Fadli dalam akun twitternya, @fadlizon, Kamis (3/11) malam.
Kemenkominfo merilis 11 daftar laman yang diblokir. Berikut daftarnya:
1. lemahirengmedia.com
2. portalpiyungan.com
3. suara-islam.com
4. smstauhiid.com
5. beritaislam24h.com
6. bersatupos.com
7. pos-metro.com
8. jurnalmuslim.com
9. media-nkri.net
10. lontaranews.com
11. nusanews.com
Sementara, Anggota Komisi I DPR RI Sukamta menilai langkah Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo) memblokir 11 situs yang dianggap bermuatan SARA dapat memperkeruh suasana menjelang aksi besar-besaran umat Islam, pada Jumat (4/11).
"Pernyataan pemblokiran yang berdekatan dengan momentum demo 4 November bisa memanaskan suasana dan malah mendorong kepada isu SARA. Ini sangat berbahaya," ujar Sukamta melalui keterangan tertulis, di Jakarta, Kamis (3/11).
Politisi PKS itu menyatakan, sikap Kominfo yang memblokir 11 situs bertentangan dengan langkah yang dilakukan oleh Presiden Joko Widodo dengan melakukan silaturahmi mengundang MUI dan pimpinan Ormas Islam. Seharusnya, fungsi pemerintah tidak hanya sebagai regulator tetapi juga melakukan pembinaan dan pengawasan.Dalam hal ini, ia memandang fungsi pembinaan belum dilakukan dengan baik.
"Saya dulu sudah usulkan adanya tim panel, ajak MUI dan ormas-ormas keagamaan untuk ikut memberikan masukan. Laporan sebagian masyarakat atas sebuah situs jangan langsung direspons sepihak," tandasnya.
Sedangkan, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia pun mempertanyakan langkah Kemenkominfo tersebut.
Ketua AJI Indonesia, Suwarjono menyerukan semua pihak untuk menghormati kaidah-kaidah pelaksanaan kebebasan berekspresi, sebagaimana diatur dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) serta Konvenan Sipil dan Politik.
"Pelaksanaan kebebasan berekspresi harus mengacu kepada prinsip-prinsip yang diatur DUHAM maupun Konvenan Sipil dan Politik," kata Suwarjono, Kamis (3/11).
Suwarjono menyatakan, lantaran medium internet bersifat seketika dan tanpa batas-batas, misalnya batas geografis, maka pembatasan sebagai pelaksanaan aturan Konvenan Sipil dan Politik memang boleh diberlakukan seketika.
"Contohnya dengan memblokir situs-situs yang menganjurkan kebencian atas dasar kebangsaan, ras atau agama yang merupakan hasutan untuk melakukan diskriminasi, permusuhan atau kekerasan," jelas Suwarjono.
Akan tetapi, Suwarjono menegaskan tetap harus ada mekanisme pengadilan untuk sesegera mungkin menguji objektivitas penilaian pemerintah terkait dugaan anjuran kebencian oleh suatu situs atas dasar kebangsaan, ras atau agama yang menimbulkan hasutan untuk melakukan diskriminasi, permusuhan atau kekerasan.
"Mekanisme uji oleh pengadilan penting agar kewenangan negara untuk memastikan pelaksanaan kebebasan berekspresi mengikuti aturan Konvenan Sipil dan Politik tidak disalahgunakan untuk kepentingan penguasa," ujar Suwarjono.
Ketua Bidang Advokasi AJI Indonesia Iman D Nugroho mengatakan, segala macam bentuk pemblokiran berpotensi melanggar kebebasan warga negara untuk berekspresi. Risiko itu muncul saat perangkat hukum yang dijalankan pemerintah tidak mencakup rumusan mekanisme uji pengadilan,
"Mekanisme pengujian pengadilan atas keputusan pemerintah meminta ISP memblokir akses 11 situs harus dilakukan secepat-cepatnya untuk memastikan hak warga negara memperoleh informasi tidak dilanggar," kata Iman.
AJI Indonesia juga menyerukan kepada semua pihak untuk menggunakan kebebasan berekspresi dengan sebaik-baiknya.
Pada Kamis (3/11), Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika Kemenkominfo telah berkirim surat kepada sejumlah Internet Service Provider (ISP) yang isinya meminta 11 situs tersebut diblokir sementara. Permintaan pemblokiran itu dilakukan terkait dengan dugaan bahwa kesebelas laman internet itu telah menyebarluaskan konten yang mengandung unsur SARA.(yn/teropongsenayan/bh/sya)
|