Oleh: Adian Napitupulu
Malam itu kami rapat di PMII Jakarta Timur untuk menggalang solidaritas terkait advokasi kasus SUTET di Ciseeng, Bogor. Pkl 01 WIB kami dapat berita bahwa tenda kami di bawah Tower SUTET dan beberapa rumah warga di serbu oleh tentara. Banyak mahasiswa dan masyarakat yang terluka.
Segera setelah mendapat informasi itu, kami segera berangkat menuju lokasi. sekitar pukul 4 pagi, kami sampai di terminal Depok. Dari salah satu telp umum di terminal Depok kami mengirim pesan melalui Pager (penyeranta) ke beberapa kawan di Jakarta agar jika terjadi sesuatu kawan-kawan yg di Jakarta bisa segera mengetahui.
Dengan sisa 3 keping koin terakhir aku coba menelepon ke rumah Sabam Sirait, anggota DPR RI dari PDI. Dalam 3 kali dering panggil, telepon diangkat dan terdengar suara khas Bang Sabam, "Hallo, ya, dari mana?" Setelah aku memperkenalkan diri, aku menceritakan situasi yg terjadi di lapangan. Bang Sabam dengan nada suara nya yg khas menanyakan satu persatu rangkaian peristiwa itu. Beberapa kali ia mengulang pertanyaan sbg penegasan. Berikutnya Bang Sabam bertanya "apa yang harus saya lakukan?" Aku menyampaikan, pertama tolong hub instansi terkait agar penyerbuan bisa dihentikan. kedua, tolong sampaikan info ini pada aktivis lainnya. Dua permintaan itu dijawab tegas dan singkat "Ya, pasti!"
Dua tahun setelah peristiwa itu gelombang Refomasi menjatuhkan Rezim Otoriter Soeharto. Berikutnya lahir partai2 baru dgn Jargon2 Reformasi dan Pro Rakyat yg bombastis.
Tapi dari 3 periode pemilu pasca Reformasi kami belum menemukan lagi anggota DPR RI lain seperti Bang Sabam Sirait yang mau angkat telp jam 4 pagi hanya untuk mendengar pengaduan Rakyat.
Apa yang salah? Reformasinya atau mentalitas anggota DPR RI yang terpilih? Apapun sebabnya, pastilah Rakyat rindu memiliki wakil di DPR yang bisa dihubungi kapan saja untuk mendengar jerit dan keluh kesah Rakyat tanpa birokrasi berbelit-belit.
Merdeka!
|