JAKARTA-Sebanyak 55.234 narapidana mendapatkan remisi umum terkait hari kemerdekaan ke-66 RI. Mereka yang mendapatkan remisi tergolong dua jenis, yakni remisi umum satu; bagi mereka yang mendapatkan pengurangan masa hukuman, dan remisi umum dua; bagi mereka yang mendapatkan pengurangan masa hukuman dan langsung bebas.
"Remisi umum 1, berjumlah 51.652 orang, remisi umum dua langsung bebas pada hari ini, adalah 3.582 orang," kata Dirjen Pemasyarakatan (Dirjen Pas), Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Untung Sugiono Untung dalam acara penyerahan remisi yang berlangsung di Lapas Narkotika, Cipinang, Jakarta, Rabu (17/8).
Acara pemberihan remisi ini, dihadiri oleh Menteri Hukum dan HAM, Patrialis Akbar, Ketua Ombudsman, Danang Girindrawardana, dan sejumlah petinggi Kemenkumham lainnya.
Menurut Untung, mereka yang mendapatkan remisi pada hari ini telah memenuhi syarat seperti yang diamanahkan di dalam UU Nomor 12/1995 tentang Pemasyarakatan dan dan PP Nomor 32/1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan serta Keppres Nomor 174/1999 tentang Remisi, yaitu berkelakukan baik, dan menjalani masa hukumannya lebih dari enam bulan.
Sementara untuk terpidana kasus pidana khusus, dikenakan syarat, berkelakuan baik, dan sudah menjalani sepertiga masa hukumannya. “Pemberian remisi sudah ada aturannya dan kami melakukannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” tutur Untung.
Sementara itu, Menkumham Patrialis Akbar mengatakan, remisi bagi terpidana koruptor dapat diberikan jika telah menjalani sepertiga masa tahanan. Namun, Patrialis tidak merinci berapa jumlah tahanan korupsi dari total jumlah penerima remisi tersebut. “Saya tidak tahu napi korupsi yang dapat remisi,” imbuhnya.
Dalam kesempatan terpisah, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Busyro Muqoddas melancarkan kritik terhadap pemberian remisi bagi terpidana pelaku korupsi itu. Padahal, desakan penghapusan remisi terhadap napi koruptor sudah meningkat beberapa tahun belakangan ini.
"Sejak dahulu, saya berpendapat remisi terhadap koruptor ditinjau kembali. Ini perlu dilakukan segera, mudah-mudahan ini bisa cepat ditindaklanjuti dengan revisi UU terkait,” tandasnya.
Hukuman Mati
Sedangkan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Yunus Husein menyatakan kesiapan dan komitmennya memberantas korupsi, bila dirinya terpilih sebagai salah satu pimpinan KPK, termasuk mendorong hukuman mati bagi koruptor.
"Hukuman mati itu sudah ada dalam UU Tipikor. Ini dapat menjerat orang yang mengambil hak masyarakat yang terkena bencana. Jadi hukuman mati untuk koruptor bisa diterapkan," tandasnya.
Pemberantasan korupsi, menurutnya, memerlukan peran serta segala elemen yang ada di Indonesia. Mulai dari masyarakat, institusi penegak hukum, DPR, lembaga peradilan dan pemerintahan. Pasalnya, jika korupsi tidak diberantas bersama-sama, maka akan tidak sulit karena sudah terlalu berat.
"Tergantung Tuhan Yang Maha Kuasa, Dia yang paling menentukan. Kalau tidak diberantas bersama-sama termasuk dengan bantuan wartawan, mustahil sudah terlalu berat untuk memberantasnya. Apalagi korupsi sudah melibatkan kekuatan kekuasaan," kata dia.
Yunus disebut-sebut oleh sejumlah pihak sebagai salah satu calon yang diunggulkan. Dia juga sudah siap menghadapi resiko yang mungkin akan menantinya jika terpilih sebagai salah satu pimpinan KPK. "Dimana-mana ada resiko. Anda tidur di rumah juga bisa meninggal. Selama masih ada Tuhan, saya harus tetap optimis," selorohnya ringan.(dbs/spr/irw)
|