JAKARTA, Berita HUKUM - Musibah kebakaran masih menghantui warga Jakarta. Bagaimana tidak, sejak Januari hingga November 2012 telah terjadi sebanyak 960 kasus kebakaran di wilayah ibukota. Bahkan angka ini meningkat dibanding tahun sebelumnya yang hanya sebanyak 953 kasus.
Berdasarkan data Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana (Dinas Damkar dan PB) DKI Jakarta, selain menyebabkan 5.783 kepala keluarga atau 21.373 jiwa kehilangan tempat tinggal, amukan si jago merah juga menyebabkan 35 orang meninggal dunia dan 91 orang luka-luka. Bahkan 21 petugas pemadam juga ikut mengalami luka-luka saat berupaya memadamkan kobaran api. Sementara kerugian materi yang ditimbulkan sebesar 282 miliar.
Dari 960 kasus kebakaran sepanjang tahun ini, kasus kebakaran tertinggi berada di wilayah Jakarta Timur sebanyak 247 kasus. Disusul Jakarta Barat 212, Jakarta Selatan 195 kasus, Jakarta Utara 188 kasus, dan Jakarta Pusat 118 kasus. Sementara di Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu tidak ada kasus kebakaran.
Penyebab kebakaran masih didominasi korsleting listrik dengan 624 kasus. Disusul akibat kompor 83 kasus, puntung rokok 46 kasus, karena lampu 1 kasus, serta 206 kasus disebabkan lain-lain.
Kepala Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana (Dinas Damkar dan PB) DKI Jakarta, Paimin Napitupulu, mengakui kasus kebakaran yang terjadi sepanjang tahun ini meningkat dibanding tahun lalu.
Penyebab utama kebakaran, kata Paimin, masih didominasi hubungan pendek arus listrik atau korsleting listrik. "Saya mengimbau warga waspada dan hati-hati dalam penggunaan listrik. Warga sebaiknya menggunakan peralatan listrik yang standar dan memeriksa instalasi listrik rumah secara berkala, minimal 10 tahun sekali," ujar Paimin, Jumat (30/11).
Selain itu, kata Paimin, pihaknya juga gencar melakukan sosialisasi ke masyarakat mengenai bahaya kebakaran dan cara penanggulangannya serta membentuk Barisan Sukarelawan Kebakaran (Balakar) di lima wilayah DKI Jakarta. ”Balakar memang sangat diperlukan di setiap lingkungan masyarakat, terutama di hunian padat penduduk. Karena keberadaan mereka sangat dekat dengan masyarakat," ungkapnya, Demikian seperti yang dikutip dari beritajakarta.com, pada Jum'at (30/11).(brj/bhc/opn) |