HIRUK PIKUK - Jagad politik di negeri ini menjelang 2014 terus memanas. Gegeran di tubuh Partai Demokrat pasca lengsernya Ketua Umum Anas Urbaningrum (AU) terus menggelinding bak bola liar. Memang dalam kamus politik tidak ada kawan yang abadi. Manuver-manuver AU pasca lengser dari Partai Demokrat rupanya tidak bisa dianggap main-main, terutama oleh kalangan Cikeas. Apalagi pernyataan AU sendiri yang berjanji akan terus membuka lembaran-lembaran berikutnya.
Bahkan sampai saat ini pihak KPK sendiri belum punya sikap yang jelas terkait status AU, yang mencuat kepermukaan justru serangan balik bagi KPK, menyangkut bocornya sprindik AU, sampai � sampai Komisi Etik KPK kini begitu sibuk dibuatnya.
Gonjang-ganjing bocornya Sprindik masih menyisakan tabir gelap, namun tiba-tiba publik sudah dikejutkan oleh penangkapan Hercules, sosok yang selama ini dikenal luas dalam dunia yang penuh dengan kekerasan. Ditengah ketegangan Polisi sedang menangani Hercules dan kelompoknya, tiba-tiba saja Prabowo Subiyanto yang notabene menjabat sebagai Dewan Pembina Partai Gerindra menyambangi Istana Presiden dan bertemu dengan Presiden RI. Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang juga menjabat sebagai Ketua Dewan Pembina partai Demokrat.
Siapapun memiliki hak untuk saling bertemu, apalagi dalam rangka bersilaturahmi, tentu sah-sah saja. Namun begitu silaturahmi itu dilakukan oleh dua orang Jenderal TNI Purn. yang masing-masing memiliki otoritas dan kedudukan dalam strata politik, maka aromanya menjadi lain. Publikpun menebak-nebak, ada apa dibalik silaturahmi politik ini?.
Mencermati perkembangan yang ada, terkait pertemuan kedua tokoh politik tersebut, bisa ditarik dalam dua pandangan, disatu sisi pandangan yang pro dan disatu sisi pandangan yang kontra. Dari kacamata yang pro pada pertemuan tersebut, akan mengatakan bahwa itu sebuah silaturahmi dan pertemuan biasa, diantara dua tokoh bangsa. Hal inipun diamini oleh orang dekat Prabowo, Fadlizon, pertemuan keduanya secara empat mata berjalan selama kurang lebih 20 menit. Pertemuan semacam ini untuk sebuah pendidikan politik sah-sah saja, bahkan cukup baik, karena kedua tokoh saling menghormati, untuk menyamakan persepsi dan mencari solusi berbangsa dan bernegara kedepan, terutama persoalan ekomoni dan energi utamanya.
Sementara disatu sisi, pandangan yang kontra tentu akan mengatakan bahwa keduanya membawa agenda politik untuk menghadapi Pilpres 2014. Hitungan-hitungan politiknya adalah, dampak kisruh di internal Partai Demokrat saat ini dirasakan cukup berat, pandangan SBY cukup jeli untuk mendekati tokoh yang saat ini memiliki elektabilitas cukup tinggi dalam hasil survey dan kalkulasi politik.
Apalagi dalam beberapa waktu lalu Hatta Radjasa (Ketum Partai PAN) dikabarkan memberikan statement cocok berdampingan dengan Prabowo, indikasi ini dirasakan cukup aman bagi SBY kedepan, sinyal inilah yang langsung ditangkap oleh SBY.
Namun disisi lain pandangan sinis juga di lontarkan oleh Hary Rusly M (Petisi 28), dalam statusnya di media social (@Hary Rusly), �SBY punya tipologi membunuh musuh-musuhnya, yaitu menggunakan tangan kesepuluh, dan membunuh sambil musuhnya dipangku.�
Trelepas dari semua itu, silaturahmi politik kedua tokoh bangsa ini akan menambah kehangatan ditahun-tahun politik saat ini, sampai menjelang 2014. Untuk mengatakan keduanya akan menyatukan dalam sebuah koalisi Demokrat � Gerindra, rasa-rasanya terlalu dini, apalagi selama ini Gerindra sebagai partai yang berada diluar Pemerintahan. Kita percaya tidak ada kawan yang abadi dalam kalkulasi politik, mudah-mudahan ini bagian dari bentuk kedewasaan dalam berpolitik di negeri kita.(bhc/bhc)
|