JAKARTA, Berita HUKUM - Pada sidang kedelapan perkara No. 138/PUU-XII/2014 tentang Pengujian Undang-Undang (PUU) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), Pemerintah menghadirkan pakar hukum yang juga mantan hakim konstitusi, Maruarar Siahaan. Di hadapan pleno hakim yang dipimpin langsung oleh Arief Hidayat selaku ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Maruarar menyampaikan ketentuan wajib daftar BPJS tidak bertentangan dengan Konstitusi dan sejalan dengan prinsip Negara Kesejahteraan (welfare state).
Sesuai Pancasila sebagai dasar negara, Indonesia didirikan dengan konsep negara kesejahteraan (welfare state). Dengan konsep tersebut, negara memainkan peran utama dalam memajukan dan melindungi kesejahteraan rakyat, baik kesejahteraan sosial maupun kesejahteraan ekonomi. Melalui konsep tersebut, negara juga dibenarkan untuk mengambil dana atau transfer dana yang dikumpulkan untuk membiayai pelayanan-pelayanan kesehatan, pendidikan, dan pelayanan sosial lainnya. Dengan cara demikian, kesenjangan antara yang kaya dan miskin menghilangkan kesempatan memperoleh pemenuhan kebutuhan hidup yang mendasar. “Bentuk inilah pada hakikatnya yang dimaksudkan dalam Pasal 34 Undang-Undang Dasar Tahun 1945 sebelum perubahan dengan maksud memelihara kaum fakir miskin,” ujar pria yang kerap disapa Pak Maru itu.
Setelah 60 tahun lebih Indonesia merdeka, Maruarar menganggap konsp Negara Kesejahteraan mewujud dalam program kesejahteraan jaminan sosial ketenagakerjaan dan kesehatan yang berbentuk asuransi yang dikelola negara. Kemudian sistem jaminan sosial nasional tersebut diselenggarakan melalui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang mengintegrasikan badan-badan yang dibentuk negara dalam penyelenggaraan jaminan sosial.
Berdasarkan konsep Negara Kesejahteraan tersebut, Maruarar berpendapat tidak tepat bila ketentuan wajib daftar BPJS dalam Pasal 15 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 16 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 19 ayat (1), Pasal 19 ayat (2), dan ayat (3) UU BPJS dianggap bertentangan dengan Konstitusi. Sebab, ketentuan tersebut tidak bisa diuji dengan norma dalam UUD 1945 yang diajukan menjadi batu uji oleh Pemohon saja. Melainkan, ketentuan wajib daftar BPJS juga harus diuji menggunakan pandangan hidup bangsa serta tujuan negara yang termuat dalam UUD 1945.
“Menurut hemat saya tidak terjadi pertentangan dengan konstitusi dengan makna yang diuraikan di atas. Karena, hak-hak konstitusional untuk memajukan diri dalam memperjuangkan hak secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negara, dan hak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan diri secara utuh sebagai manusia bermartabat justru berdasarkan keterangan para saksi dan dilihat dari tujuan bernegara yang merupakan semangat atau moralitas konstitusi lebih terbuka kesempatan bagi lebih banyak orang untuk memperoleh jaminan kesehatan yang lebih besar,” papar Maruarar.
Koordinasi Manfaat
Pada sidang yang digelar Senin (27/4), Pemerintah juga menghadirkan Wahyu Handoko yang merupakan Direktur PT Asuransi Jiwa Inhealth Indonesia selaku saksi dalam perkara ini. Di hadapan pleno hakim, Handoko menyampaikan kesaksian terkait koordinasi manfaat (coordination of benefit/COB) antara BPJS dengan penyelenggaran asuransi komersil seperti yang dipimpinnya.
Seperti yang disampaikan Handoko, COB didasarkan dengan beberapa regulasi antara lain Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan, Peraturan Presiden Nomor 111 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan, dan Teknis Operasional Peraturan Direktur BPJS Kesehatan Nomor 064 Tahun 2014. Pembicaraan teknis COB antara BPJS dengan pihak Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia dan Asosiasi Asuransi Umum Indonesia juga telah dilaksanakan. Dari pembicaraan dimaksud, dibentuk kesepakatan Standart Kontrak BPJS Kesehatan dengan penyelenggara asuransi komersial pada April 2014.
Merasa memiliki dasar hukum, Handoko mengungkapkan PT Asuransi Jiwa Inhealth Indonesia yang dipimpinya telah melakukan kerjasama COB dengan BPJS Kesehatan sejak 23 April 2014. Dari praktik yang dilakukan oleh PT Asuransi Jiwa Inhealth Indonesia, Handoko menyatakan COB telah membuka ruang bagi masyarakat yang mempunyai kemampuan dan ekspektasi lebih untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dengan membeli asuransi komersil sebagai asuransi tambahan.
“Hal itu terbukti sejak dilaksanakannya perjanjian kerja sama antara kami dengan BPJS Kesehatan, kondisi saat ini sudah ada 20 badan usaha yang bekerja sama dengan Inhealth dengan jumlah peserta 1.640.694 jiwa dengan skema COB,” ungkap Handoko.
Usai mendengarkan paparan ahli dan keterangan saksi, Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna mengutarakan beberapa pertanyaan pendalaman. Palguna menanyakan mengenai praktik COB di lapangan kepada Handoko.
Menjawab pertanyaan tersebut, Handoko menjelaskan bahwa dari sisi manfaat pelayanan kesehatan, BPJS lebih unggul dibanding asuransi komersial. Dengan BPJS, semua penyakit akan di-cover. Berbeda dengan BPJS, asuransi komersil yang bekerja sama dengan BPJS lewat COB justru menawarkan keunggulan dari segi kecepatan dan kenyamanan layanan. “Kecepatan dan kenyamanan itu melalui apa? Tentu saja kami menyediakan provider-provider di luar dari di dalam pelaksanaan jaminan kesehatan ada provider yang hanya bekerja sama dengan BPJS kesehatan, ada provider yang hanya bekerja sama dengan inhealth, ada yang provider bekerja sama dengan inhealth dan BPJS kesehatan. Inilah kreativitas yang kami mainkan karena pada realitas di lapangan, pengunaan fasilitas kesehatan lewat BPJS masih terjadi beberapa hal antrean,” urai Handoko.
Sidang Terakhir
Sebelum menutup sidang, Arief Hidayat mengingatkan para pihak yang berperkara menyerahkan kesimpulan masing-masing paling lambat 6 Mei 2015 pukul 14.00 WIB. Sebab, sidang kali ini merupakan sidang terakhir terhadap perkara yang diajukan secara berurutan oleh PT Papan Nirwana, PT Cahaya Medika Health Care, PT Ramamuza Bhakti Husada, PT Abdiwaluyo Mitrasejahtera, Sarju, dan Imron Sarbini. Untuk diketahui, Pemohon I dan II merupakan perusahaan asuransi, Pemohon III dan IV merupakan perusahaan pemberi kerja (company), serta Pemohon V dan VI merupakan pekerja yang diwajibkan mengikuti BPJS.
“Baik, kalau begitu seluruh rangkaian persidangan dalam Perkara 138 ini sudah selesai, maka yang terakhir yang harus kita lakukan adalah Pemohon, Pemerintah, dan Pihak Terkait bisa menyerahkan kesimpulan paling lambat pada hari Rabu, 6 Mei 2015, paling lambat pada pukul 14.00 WIB,” tutup Arief sembari mengetuk palu sebanyak tiga kali tanda sidang berakhir. (YustiNurulAgustin/mk/bh/sya) |