JAKARTA, Berita HUKUM - Sidang pembuktian Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Kepala Daerah Kabupaten bangkalan, Madura digelar kembali, Kamis (10/1). Sidang kali ini menghadirkan ahli dari KPU Kab. Bangkalan dan ahli dari Pihak Terkait (Pasangan Calon No. Urut 3 Makmun Ibnu Fuad-Mondir A Rofii). Selain menghadirkan para ahli yang didengar keterangannya, sidang yang diketuai oleh Ketua Panel Hakim, M. Akil Mochtar juga mendatangkan para saksi dari Pihak KPU Bangkalan dan Pihak Terkait.
Hadir memberikan keterangannya ahli dari Pihak Terkait, Yusril Ihza Mahendra. Yusril menyampaikan beberapa hal terkait pelaksanaan Pemilukada Kab. Bangkalan. Pertama-tama ia menyatakan bahwa keputusan KPU suatu kabupaten tentang penetapan pasangan calon serta nomor urutnya dapat digolongkan sebagai keputusan Pejabat Tata Usaha Negara (PTUN). Hal itu disebabkan keputusan tersebut merupakan keputusan tertulis dari suatu lembaga negara yang bersifat konkrit, individual, final, dan membawa akibat hukum.
Kemudian Yusril juga menjelaskan bahwa apabila ada pasangan calon berdasarkan putusan PTUN yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dinyatakan gugur, maka dengan sendirinya KPU kabupaten berkewajiban untuk merivisi pasangan calon sebagai peserta dalam Pemilukada dimaksud. Terkait dengan keputusan PTUN yang mencoret Pemohon sebagai pasangan calon dalam Pemilukada Bangkalan, Yusril mengatakan secara normatif pasangan calon tersebut tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan perkara PHPU.
“Pihak yang mempunyai kedudukan hukum untuk mengajukan perkara PHPU adalah peserta pemilihan kepala daerah bersangkutan. Dalam praktik, mungkin ada permohonan PHPU yang diajukan salah seorang calon yang didiskualifikasi oleh KPU daerah mengajukan perkara dan dikabulkan, terkait diskualifikasi dirinya. Namun, permohonan itu didukung putusan PTUN yang memerintahkan agar pihak yang didiskualifikasi harus diikutsertakan sebagai calon yang ditetapkan,” papar Yusril.
Sedangkan yang terjadi pada Pemohon (Pasangan No. Urut 1 H Imam Buchori dan RH Zainal Alim) yang namanya dicoret sebagai peserta atas putusan PTUN menurut Yusril menjadi tidak mungkin untuk mengajukan perkara meski mengajukan dalil-dalil terjadinya pelanggaran yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif sekalipun.
“Kalaupun yang dimohonkan adalah agar MK memerintahkan PSU di seluruh kabupaten di maksud dengan mengikutsertakan Pemohon yang namanya dicoret sebagai akibat melaksanakan putusan PTUN, pada hemat saya akan mendorong MK membatalkan putusan PTUN tersebut. Dan dilihat dari sudut kewenangan badan-badan peradilan di negara kita, itu bukanlah kewenangannya (mk-red),” urai Yusril panjang lebar.
Tiada Kecurangan
Usai mendengarkan keterangan ahli, sidang dilanjutkan dengan mendengarkan keterangan saksi KPU Bangkalan dan saksi Pihak terkait yang membantah tuduhan para saksi Pemohon sebelumnya. Saksi pertama yang menyampaikan keterangannya, yaitu Abdul Karim seorang Ketua PPK Kecamatan Borneh. Kartim mengatakan pada hari pencoblosan tidak ada keributan dan pelanggaran satu pun yang terjadi di wilayah tugasnya.
Hal senada juga disampaikan Abdul Rohim, Anggota KPPS 06, Desa pangolangan, Kecamatan Borneh. Ia mengatakan hari pemilihan berjalan lancar dan tidak ada keributan apa pun. Ia juga mengatakan para saksi pasangan calon hadir semua. Rohim pun membantah adanya kecurangan berupa pencoblosan 20 surat suara oleh dirinya. “Tidak benar saya disuruh mencoblos dua puluh surat suara oleh Ketua KPPS. Ketua KPPS juga tidak melakukan itu. Saya tidak pernah meninggalkan TPS,” bantah Rohim yang juga membantah bahwa TPS 06 tempatnya bertugas sudah ditutup sejak pukul 10.00 waktu setempat.
Sedangkan saksi Pihak Terkait, Ahmad yang mengaku tim sukses pasangan calon nomor urut 1 (Imam Buchori-Zainal Alim/Pemohon) mengatakan ia memang disuruh untuk merampas surat undangan memilih dari masyarakat. Ia mengaku sudah menyerahkan 1500 surat undangan memilih yang dirampasnya ke pihak Pemohon. Ia mengatakan diiming-imingi oleh Pemohon yang diwakili seseorang bernama Rahiman akan diberikan uang. “Saya lakukan karena ada iming-iming uang transportasi. Tapi sampai saat itu uangnya tidak dikasih. Saya merasa dibohongi,” ujar Ahmad berapi-api.
Pernyataan Ahmad dibenarkan oleh Marikan yang mengaku sebagai korban perampasan tersebut. Ia mengatakan surat undangan memilihnya dirampas oleh seseorang bernama Muhammad Ridho. Surat undangan memilih milik Marikan dirampas pada hari pencoblosan.(yna/mk/bhc/opn) |