JAKARTA, Berita HUKUM - Luthfi Hasan Ishaaq menilai, dakwaan terhadap dirinya sarat dengan muatan politik. Hal tersebut diungkapkan Luthfi dan kuasa hukumnya dalam nota pembelaan (pleidoi) yang dibacakan di hadapan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi yang diketuai Gusrizal, di gedung Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (4/12).
Luthfi didakwa melakukan tindak pidana korupsi dan pencucian uang pada praktik suap pengaturan kuota impor daging di Kementerian Pertanian.
"Memang unsur politik sangat kental nuansanya. Saya merasa dipaksakan sebagai pesakitan. Apakah karena sikap politik partai saya terhadap kebijakan pemerintah saat ini?," kata Luthfi saat membacakan pembelaannya.
Ia mencontohkan, penangkapan dirinya oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hanya berdasarkan dugaan dan asumsi saja. Sebab, menurut Luthfi, KPK tidak dapat membuktikan uang Rp 1,3 miliar dari PT Indoguna Utama diterima oleh dirinya. Sebaliknya, hanya sampai kepada Ahmad Fathanah, sedangkan terkait rekaman pembicaraan antara dirinya dan Fathanah mengenai komisi Rp 5.000 per kilogram hanyalah janji-janji Fathanah dan tidak terealisasi. Luthfi juga menyatakan, jaksa tidak bisa membuktikan bahwa dirinya menggerakkan Menteri Pertanian Suswono untuk mengarahkan kuota impor daging sapi kepada PT Indoguna Utama.
Sebab, faktanya tidak ada penambahan kuota impor daging sapi untuk PT Indoguna Utama.
Di hadapan majelis hakim, Luthfi mengakui telah memfasilitasi Direktur Utama PT Indoguna Utama Maria Elizabeth Liman untuk bertemu dengan Mentan Suswono di Medan. Tetapi, hal itu adalah bentuk keprihatinannya akan kelangkaan daging sapi saat itu sehingga menyebabkan harganya melambung dan beredarnya daging celeng serta tikus di masyarakat untuk menutupi kelangkaan tersebut.
"Apakah ada pelanggaran yang dilakukan saya dengan memfasilitasi rakyat bertemu dengan Mentan untuk adu data?," ujar Luthfi, seperti yang dikutip dari suarakarya-online.com.
Apalagi, katanya, dalam pertemuan tersebut hanya berujung pada perdebatan data, sama sekali tidak ada kesepakatan tentang penambahan kuota impor daging sapi.
Sementara kuasa hukum Luthfi menilai, majelis hakim yang mengadili kliennya itu tidak mandiri. Sebab, empat dari lima anggota majelis hakim telah terlebih dahulu memutus perkara yang sama sebelumnya dengan terdakwa Ahmad Fathanah; teman sekolah Luthfi.
Menurut kuasa hukum Luthfi, Muhammad Assegaf, meskipun ketua majelis perkara kliennya tidak ikut menjadi anggota dalam perkara Ahmad Fatahanah, namun empat anggota lainnya merupakan hakim yang telah terlebih dahulu menjatuhkan vonis bersalah terhadap Fathanah serta dua direksi PT Indoguna Utama pada persidangan yang lain dan digelar sebelum persidangan dengan terdakwa Luthfi.
"Kami mempermasalahkan kemandirian peradilan. Dalam dua perkara yang sama sebelumnya vonis sudah dijatuhkan ketika perkara Luthfi baru disidangkan," kata Assegaf saat membacakan pleidoi.
Assegaf mengatakan, dalam perkara dengan terdakwa Juard Effendi dan Arya Abdi Effendy, ketua majelis hakimnya adalah Purwono Edi Santosa, yang menjadi hakim anggota dalam sidang perkara Luthfi. Padahal, lanjut Assegaf, terhadap Juard dan Arya divonis bersalah karena terbukti menyuap Luthfi Hasan Ishaaq.
Kemudian, dalam perkara yang sama dengan terdakwa Ahmad Fathanah, ketua majelis hakimnya yaitu Nawawi Pomolango dan dua hakim anggotanya, I Made Hendra dan Joko Subagyo, merupakan hakim anggota dalam sidang Luthfi. Fathanah pun telah divonis bersalah dalam perkara tersebut.
"Maka dari lima majelis, empat di antaranya telah memiliki sikap bahwa Luthfi bersalah atau dengan kata lain telah berkeyakinan bahwa terdakwa Luthfi bersalah," ujar Assegaf.
Karena itu, Assegaf mengkhawatirkan vonis yang dijatuhkan terhadap kliennya tidak objektif mengingat adanya benturan untuk memutus dengan netral atau tetap berpegang pada vonis sebelumnya, walaupun Assegaf mengaku tetap percaya bahwa majelis hakim yang memimpin sidang Luthfi akan bersikap objektif dan memutus sebagaimana fakta persidangan.
Selain itu, kubu Luthfi juga mengungkapkan kekecewaannya atas tuntutan 18 tahun penjara yang diajukan jaksa penuntut umum (JPU) pada KPK untuk tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang yang didakwakan kepada Luthfi. Menurut Assegaf, tuntutan tersebut hanyalah upaya KPK untuk mencari sensasi dan pujian, tetapi tidak mencerminkan keadilan.
Bahkan, kubu Luthfi menilai tuntutan jaksa sebagai tindakan yang zalim karena dinyatakan bersalah sebagai inisiator penerima suap dari PT Indoguna Utama hanya karena dua kali turut serta dalam pertemuan dengan Dirut PT Indoguna, Maria Elizabeth Liman, Elda Devianne Adiningrat (makelar), dan Ahmad Fathanah. Pertemuan pertama, tanggal 28 Desember 2012, di Angus Steakhouse yang dihadiri oleh Fathanah, Maria, Elda, dan terdakwa. Pertemuan kedua, 11 Januari 2013 di Medan.(Nef/sko/bhc/sya) |