JAKARTA-Setelah gagal menuntaskan Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyelenggara Pemilu pada masa sidang sebelumnya, Komisi II DPR langsung bergegas menggelar rapat untuk menuntaskan proses singkronisasi, menyelesaikan sejumlah pasal yang tersisa.
Meskipun semangat penyelesaian RUU ini ingin dikebut dalam waktu sepekan, pembahasan beberapa pasal krusial maasih belum mencapai titik temu. "Kita menuntaskan tahapan-tahapan kewenangan KPU (Komisi Pemilihan Umum sampai ke TPS (tempat pemungutan suara). Kemudian menyangkut hal-hal yang menjadikan mereka berhenti dan diberhentikan. Termasuk berhenti karena melakukan pelanggran," papar Wakil Ketua Komisi II DPR dari fraksi PAN Abdul Hakam Naja,seperti dikutip mediaindonesia.com, Jumat (19/8).
Ia menjelaskan, masih terdapat beberapa poin krusial yang menuai perdebatan dalam singkronisasi DPR bersama pemerintah. Diantaranya adalah mengenai syarat kapan anggota parpol harus mundur dari partainya, ketika hendak mendaftar sebagai komisioner KPU.
Dalam pembahasan terdahulu, pandangan fraksi-fraksi mengerucut pada syarat nol tahun. Artinya, yang bersangkutan baru mundur ketika mendaftar. Namun meperintah berpendapat, harus ada rentang waktu satu hingga dua tahun. "Ini tinggal kompromi waktu. Sikap fraksi-fraksi sebenarnya tetap, tetapi pemerintah juga ngotot," tuturnya.
Poin krusial lainnya yakni, keinginan pemerintah untuk masuk dalam Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang belum diamini DPR. "Pemerintah masih menginginkan untuk masuk dalam unsur DKPP, tetapi parpol masih berat menerima itu. Masalah ini masih menggantung," kata Taufiq Hidayat dari fraksi Golkar.
Anggota Komisi II lainnya, Agus Poernomo dari fraksi PKS menjelaskan, poin yang sudah disepakati yakni menjadikan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) di daerah permanen. "Sehingga pengawasan terhadap seluruh tahapan akan lebih sistematis dan lebih fair. Karena yang kemarin baru dibentuk menjelang ada pemilu kada," jelasnya. (rob)
|