JAKARTA (BeritaHUKUM.com) – Meski mendapat tekanan bertubi-tubi, Anas Urbaningrum takkan lengser dari kursi ketua umum DPP Partai Demokrat. Pasalnya, hingga kini belum ada indikasi hukum yang menunjukkan bahwa Anas benar-benar terlibat atas kasus yang ditudingkan terhadapnya.
Dipastikan Anas akan tetap bertahan menduduki posisi itu. Dia hanya akan turun atau dilengserkan hingga ada penetapan status hukum yang dikeluarkan Komisi Pemberantasan Korupsi untuk menjadikannya sebagai tersangka kasus dugaan korupsi.
"Anas takkan turun dari kursi ketua umum (Partai Demokrat). Jika sudah memenuhi syarat (ditetapkan sebagai tersangka), baru bisa. Tapi sekarang saja belum ada alasannya. Anas belum jadi tersangka.Dia baru dipanggil saja (untuk dimintai keterangan sebagai saksi) ," kata anggota Dewan Pembina Partai Demokrat Ahmad Mubarok, Minggu (29/1).
Menurut dia, tekanan meminta partai memecat Anas pun sampai saat ini belum cukup berdasar. Sedangkan isu Kongres Luar Biasa (KLB) yang berhembus dari dalam maupun luar partai, hanya hasil pembentukan opini dari rival politik pesaing Partai Demokrat. "KLB harus (didukung) 2/3 (pengurus) daerah, tapi daerah saja tetap solid mendukung Anas. Jadi tidak ada alasan menggelar KLB,” tandasnya.
Mubarok mengungkapkan, sikap Ketua Dewan Pembina Susilo Bambang Yudhoyono, juga mendukung penegakan aturan partai. SBY pun diyakini takkan mengutak-atik posisi Anas, kecuali bila yang bersangkutan dinyatakan berstatus tersangka oleh aparat penegak hukum.
“Seluruh jajaran Partai Demokrat memutuskan untuk tetap menegakkan aturan partai menyangkut posisi Anas,” tegas Mubarok yang turut hadir dalam pertemuan sejumlah petinggi Partai Demokrat dengan SBY di Cikeas, Bogor, Jawa Barat pada pekan lalu itu.
Dihubungi terpisah, pengamat politik UI Maswadi Rauf mengetakan, sikap Demokrat ini sudah diperkirakan banyak pihak. Kecenderungan partai adalah untuk terus membela kadernya, meski publik menduga keras yang bersangkutan melakukan kesalahan besar yang justru mencoreng nama partai itu sendiri. Tapi sebaiknya SBY mengambil sikap yang menguntungkan partai.
Namun, lanjut dia, Demokrat dalam kasus Anas malah menggunakan hukum sebagai tameng argumentasinya. Padahal, sikap semacam ini justru memperburuk citra partai. "Pertimbangan yang dipakai Demokrat lebih banyak pada soal hukum. Mestinya politik lebih luwes dari hukum, karena politik terkait citra dan nama baik. Ini yang dipersoalkan publik," tutur dia.
Janji SBY
Janji SBY akan menegakkan hukum dan disiplin partai serta bagi mereka yang tak bisa menyesuaikan diri dipersilakan mundur, kata Maswadi, hanya slogan belaka. Justru sikap semacam itu, ditambah lagi dengan pembelaan dari kader-kader lain yang menyebut Anas tak bersalah serta tak menerima dana dan sebagianya, makin membuat publik curiga.
Meski bukan penyebab tunggal, Maswadi meyakini rentetan kasus Anas ini turut menyeret melorotnya popularitas Partai Demokrat dan SBY, seperti hasil survei baru-baru ini. “Sebaiknya Partai Demokrat mengambil dua langkah, yakni mendorong percepatan penyidikan dan menonaktifkan Anas hingga ada kepastian hukum,” jelas dia.
“Penonaktifan Anas bukan berarti pengakuan bahwa Anas bersalah. Tetapi untuk menunjukkan adanya pemisahan antara citra Anas dan partai. SBY harus mengambil keputusan yang tepat, karena dalam pertemuan Cikeas, disepakati menyerahkan keputusan kepada SBY selaku Ketua Dewan Pembina Demokrat. Jangan menunggu lebih lama, karena menguntungkan partai lain,” tandas Maswadi.
Seperti diketahui, nama Anas Urbaningrum kerap disebut sejumlah saksi dan tersangka dalam kasus suap korupsi proyek pembangunan wisma atlet SEA Games XXVI/2011. Ia dianggap sebagai pemilik PT Permai Group bersama Muhammad Nazaruddin. Anas dan Nazaruddin serta perusahaannya itu, dianggap banyak berperan dalam sejumlah proyek berbau korupsi.
Selain itu, Anas juga dituding menerima sejumlah dana hingga miliaran rupiah untuk menyukseskannya menjadi ketua umum dalam Kongres Partai Demokrat di Bandung, Jawa Barat pada pertengahan 2010 lalu. Namun, Demokrat memilih tak meresponnya, karena alasan belum ada indikasi hukum terhadap Anas.(bbc/rob)
|