JAKARTA, Berita HUKUM - Pada awalnya Arif Kardiat adalah pekerja di sebuah perusahaan maskapai penerbangan internasional. Bekerja di angkutan udara sipil itu membuat dirinya bisa melihat negara lain seperti Singapura, Jepang, dan Malaysia. Membandingkan dengan negara lain, Arif merasa trenyuh bahwa ada perbedaan yang jauh antara Indonesia dengan negara-negara luar yang pernah dikunjungi dalam soal infrastruktur. “Padahal Indonesia lebih kaya sumber daya alam dibanding mereka,” ujarnya saat menjadi tamu dalam Negeri 4 Pilar, Sosialisasi 4 Pilar, tayang 26 Maret 2014 di TVRI.
Saat ini pria yang bertubuh jangkung itu menjadi relawan kampung. Relawan kampung yang peduli pada masalah infrastruktur desa terutama jembatan. Kiprahnya berada di Provinsi Banten. Sebagaimana kita ketahui daerah yang saat ini masih dipimpin Atut itu banyak ditemukan jembatan antardesa yang rusak bahkan roboh. Kondisi yang demikian membuat aktivitas masyarakat seperti anak-anak pergi ke sekolah, ibu-ibu pergi ke pasar, dan petani menjual produk pertaniannya menjadi terganggu.
Sebab jembatan yang rusak tidak segera diperbaiki maka saat anak-anak pergi ke sekolah, taruhannya adalah nyawa. Mereka meniti jembatan dengan kondisi yang cocok buat latihan perang tentara. Bila mereka jatuh akan terbawa oleh arus sungai dan berakibat pada kematian.
Pria yang wajahnya mirip Anggito Abimanyu itu tak ingin masyarakat terutama anak-anak sekolah kecelakaan karena jembatan rusak. Untuk itu dirinya menemui pihak-pihak yang bertanggungjawab pada masalah itu untuk segera menyelesaikan masalah. Di sinilah letak masalahnya, Dinas Pekerjaan Umum setempat, DPRD, dan kepala desa saling lempar tanggung jawab. Ketika dirinya menemui dinas pekerjaan umum, oleh dinas dilempar ke DPRD dengan alasan DPRD yang mengatur anggaran namun ketika menghadap lembaga wakil rakyat tingkat daerah itu, dirinya dilempar ke dinas pekerjaan umum dengan alasan bahwa dinaslah yang harus mengajukan program pembangunan jembatan. “Kepala desa pun demikian, mereka saling lempar tanggung jawab meski jembatan itu diperlukan desa,” ungkapnya.
Menurutnta untuk membangun jembatan sederhana dibutuhkan anggaran sekitar Rp80 juta.
Dirinya tidak mau menyerah meski lembaga eksekutif dan legislatif lari dari tanggung jawab. Dirinya pun menggalang dana dari facebook dan mengajukan bantuan kepada negara lain. Upayanya berhasil, pada tahun 2011 proposal perbaikan jembatan diterima oleh salah seorang menteri Singapura dan negara kecil itu membantu pembangunan jembatan. Tak hanya dari Singapura, swadaya yang digalangnya terkumpul dan bisa memperbaiki sarana jalan yang berada di atas sungai itu. “Bahkan sekarang Kopassus pun membantu,” ujar pria yang pernah bercita-cita menjadi tentara itu.
Sebagai relawan kampung yang peduli pada infrastruktur jembatan desa yang layak, gerak Arif saat ini tak hanya di Banten namun melebar ke Magelang, Lampung, Lombok, Kuningan, dan Makassar.
Anggota MPR dari Fraksi PKB, Marwan Ja’far, yang hadir dalam acara itu membenarkan apa yang dikatakan Arif. “Ironi kita sebagai negara yang kaya namun masih mengalami kondisi yang demikian,” tuturnya. Diakui di provinsi paling barat di Pulau Jawa itu infrastrukturnya masih memprihatinkan. “Tidak hanya jembatan namun juga jalan,” ungkapnya. Dirinya heran upaya pemekaran dari Provinsi Jawa Barat yang diharapkan mampu memeratakan pembangunan namun kenyataannya belum tercapai. “Pemerintah daerah setempat harus fokus pada masalah pembangunan infrastruktur,” tegasnya. “Dan DPRD harus mengawasi pembangunan itu apakah sudah sesuai dengan spek-nya,” tambahnya.
Marwan dalam kesempatan itu mengapresiasi apa yang sudah dilakukan. “Seharusnya pemerintah dan DPRD malu ketika infrastrukturnya sangat memprihatinkan dan menjadi sorotan nasional,” ujarnya.
Dikatakan sebagai komandan Fraksi PKB di DPR, Marwan menginisiasi RUU Desa. Dengan undang-undang itulah dirinya yakin pembangunan di desa menjadi lebih cepat.
Sebagai ketua fraksi, Marwan akan mengingatkan rekannya di PKB di Komisi II untuk mengingatkan kepada Kementerian Dalam Negeri agar menegur pemerintah daerah yang lari dari tanggung jawab dalam pembangunan infrastruktur desa. Tak hanya itu, dirinya juga akan melakukan koordinasi dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Kementerian Daerah Tertinggal. “Memang ada kebijakan yang tumpang tindih tapi nggak masalah selama kebijakan itu berjalan,” katanya.
Dalam acara yang dimeriahkan oleh wayang sunda, Cepot, itu, Cepot berseloroh, “Jangan berkata apa yang sudah diberikan negara kepadamu tapi tanyalah apa yang sudah kamu berikan kepada negaramu.”(AW/mpr/bhc/sya) |