ACEH, Berita HUKUM - Penggunaan Trawl (pukat harimau) sudah hampir menjadi kelaziman baru di laut Aceh. Pelakunya ada tiga pihak, yakni nelayan luar negeri, nelayan luar daerah, dan nelayan Aceh sendiri. Masalah pelanggaran terjadi berlapis-lapis.
Amatan awak media ini di Tempat Pendaratan Ikan (TPI) yang berhadapan dengan kantor UPTD perikanan dan Kelautan Kabupaten Aceh Timur, Bayeun diperkirakan puluhan Bot pukat Trawl (pukat Harimau) yang diduga milik oknum-onum bertangan besi. Hal tersebut jelas melanggar pasal 16 Qanun No. 16 Tahun 2002, dalam membantu memberdayakan dan melindungi usaha perikanan tradisional dan melindungi budidaya ikan berskala kecil, Pasal 1 ayat 11 Qanun No. 16 Tahun 2002, UU No. 31 Tahun 2004, tentang larangan menggunakan alat tangkapan tidak ramah lingkungan dan merusak, dengan ancaman denda Rp 2 miliar.
Keppres No. 39 Tahun 1980, Undang-Undang No. 11 Tahun 2006, Pasal 33 ayat (3) UUD 1945, menurut Keppres No. 39 Tahun 1980 tentang larangan jaring (pukat) Trawl, sangat jelas penggunaan pukat trawl haram (ilegal) di Indonesia, serta surat Edaran Mahkamah Agung No. 3 Tahun 1988, mencakup perbuatan "membawa", "menguasai", membawa, menyimpan, menggunakan, memperdagangkan, jaring (pukat) trawl.
Diperkuat dengan Kepmen Pertanian No. 694 Tahun 1980, dan Kepmen No. 392 Tahun 1999, pengganti Keputusan No. 694 Tahun 1980, SK Menpen No. 503/KPTS/UM/7/1980 mendefinisikan Trawl, yang berbentuk kantong yang ditarik oleh sebuah kapal bermotor dan menggunakan sebuah alat pembuka mulut jaring yang disebut gawang (beam) atau sepasang alat pembuka (otter board), jaring yang ditarik dua kapal bermotor, pukat harimau, pukat tarik, tangkul tarik, jaring tarik.
Terhitung 1 Oktober 1980 kapal perikanan yang tidak memiliki SIUP/SKIP dapat dikenakan pasal 8 Kepres No. 39 tahun 1980, ukuran mata jaringnya kurang dari 25 mm dan purse seine cakalang (tuna) kurang dari 60 mm dilarang dipergunakan disemua jalur penangkapan.
Sementara kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Aceh Timur, Ir Amad saat dikonfirmasi awak media ini, Rabu (5/6) di diruang kerjanya mengatakan, "tanya saja ke Syahbandar, kalau dari pihak Dinas Perikanan dan kelautan tidak pernah mengeluarkan izin, bahkan kita sudah mengeluarkan surat edaran yang ditandatangani lansung Bupati Aceh Timur Hasballah Bin M Taib," lanjut Ir Amad lagi.(bhc/kar) |