JAKARTA, Berita HUKUM - Organisasi Papua Merdeka (OPM) versi TPNB-Papua, bila dicermati sangatlah mirip dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) saat sebelum adanya MOU HELSINKY tahun 2005.
Puluhan ribu lebih manusia kehilangan nyawa tanpa dapat dicegah para pihak bersengketa. MOU HELSINKY Tahun 2005 dianggap telah dapat menyelesaikan masalah yang ada di Daerah istimewa Aceh (D.I.A), pasca 14 tahun MOU tersebut berjalan keadaan kehidupan dan penghidupan warga masyarakat Aceh tak kunjung membaik akibat pertikaian atau konflik Internal maupun eksternal antar kelompok, antar partai Lokal yang ada, serta terindikasi seperti 'API Dalam Sekam' yang sewaktu-waktu menjadi 'BAHAYA' bagi persatuan dan Kesatuan yang selama ini dipertahankan pemerintahan Presiden Jokowi.
Pertikaian demi pertikaian secara terus menerus terjadi antar kelompok disebabkan berbagai masalah yang nyata jelas didepan mata warga Aceh tanpa dapat diketahui Pemerintah Pusat. Dan jika dibiarkan saja tanpa adanya pencegahan yang sistematis masif. Maka kelompok-kelompok yang ada dan yang masih memiliki sisa-sisa stok persenjataan modern dapat menimbulkan kontak fisik bersenjata yang baru setelah 14 tahun berlalu pasca MOU HELSINKY.
Sudah selayaknya isi materi MOU HELSINKY sangat perlu dijaga dikawal dan diawasi pelaksanaannya secara terus menerus para pihak, guna terwujudnya Kesejahteraan, Keadilan dan Kemakmuran warga masyarakat Aceh."Peperangan Fisik selama 32 tahun lebih akibat Gerakan Aceh Merdeka (GAM) memperjuangkan hak-haknya sebagai warga Negara yang Istimewa dibanding a Provinsi lainnya yang ada di NKRI ini," ungkap Pengamat independen, Doli Yatim pada wartawan, Jakarta, Senin (16/9).
Doli menganggap bahwa solusi bagi Perdamaian di ACEH yang selama ini dicita-citakan dan diimpikan warga masyarakat Aceh sangat diperlukan, sebab pertikaian antar kelompok telah mengakibatkan kehidupan warga Aceh semakin terpuruk dan semakin tertinggal jauh dari kehidupan masyarakat yang ada di provinsi lainnya.
Menurut hematnya, Dia menilai sangat diperlukan adanya staf khusus Presiden Bidang Aceh, seperti hal ditetapkannya Sdr Lenis Kagoya sebagai Staf Khusus Presiden Bidang Papua yang ada di Papua telah ada.
"Saya melihat bahwa masih banyak Persoalan dan germasalahan di Oacrah Istimewa Aceh di segala bidang apalagi Bidang Sosial Ekonomi yang dapat memicu timbulnya kembali Gerakan gerakan Fisik seperti dahulu yang sekaligus dapat mengsanggu Stabilitas jalannya Pemerintahan Pusat Presiden Jokowi pada Priode kedua 2019 2024 yang akan datang," ungkapnya.
Dalam mengatasi berbagai masalah yang ada di daerah istimewa Aceh, maka Sufaini Usman, yang dikenal Tengku Sufaeni Usman dan juga merupakan Pimpinan Tertinggi GAM Independen yang tanpa pamrih dan demi tak kenal lelah Keluarga Besar warga masyarakat ACEH untuk melaksanakan rekonsiliasi antar kelompok.
Bahkan, beliau juga telah memiliki solusi bagi Perdamaian Aceh yang dijadikan suatu pedoman petunjuk yang disebut sebagai pakta integritas Sufaini Usman dengan rencana strategis perdamaian Aceh, papar Dia.
Sementara, koordinator Alumni bidang Pers/Media, Erwin Niwattana Sitompul mengatakan kriteria staf khusus yang mereka usulkan harus memiliki chemistry dengan Presiden Jokowi.
"Hubungan kedekatan figur staf khusus dengan Presiden Jokowi atau chemistry sangat penting karena pembantu presiden itu harus sinkron dengan visi dan misi Presiden Jokowi dan harus bisa bekerja mengikuti ritme Jokowi," katanya pada perwakilan media yang hadir.
"Berkaca dari kabinet sebelumnya ada beberapa pembantu yang terkena reshufle, maka kami menganggap sangat penting faktor chemistry disamping kriteria lainnya seperti Strategis, Professional, Taktis & Chemistry (STRANALTIS-CHEMISTRY) melengkapi kriteria calon menteri Pak Jokowi yaitu Berani, Eksekutor Kuat dan Integritas. Walaupun begitu urusan pemilihan calon menteri itu mutlak hak prerogratif Pak Jokowi sebagai Presiden," imbuhnya.
Sementara, Arief P. Suwendi menilai, diusungnya Sufaini Usman sebagai Staf Khusus Presiden Bidang Aceh karena pertimbangan riwayat pendidikan dan pengalaman yang baik dan profesional di bidangnya. Calon Staf Khusus Presiden yang kita ajukan harus memiliki kompetensi, ia (Staf Khusus Presiden) juga punya sokongan dari organisasi masyarakat, atau organisasi relawan dan punya ked khusus dengan Jokowi-Ma'ruf Amin," ujar pemuda yang merupakan koordinator alumni bidang event organizer
Kedekatan Tengku Sufaini Usman Syekhky sendiri mengaku mendapat dukungan relawan alumni kongres Jokowi sedunia 2013 dan forum wartawan Pancasila untuk maju sebagai staf khusus Presiden Bidang Aceh. Menjawab dukungan tersebut, Ketum GAM Independen ini sudah menyiapkan beberapa langkah apabila dipercaya menjadi Staf Khusus Presiden Bidang Aceh, berupa 7 (tujuh) poin dalam bentuk Rencana Strategis Utama (Pakta Integritas).
Salah satunya, mewujudkan semua permasalahan provinsi Daerah Istimewa Aceh yang terkait Isi materi MOU HELSINKY setelah +/- 14 tahun berjalan. Ini poin terpenting menjadi fokus dan perhatian jikalau nanti dipercaya membantu Presiden Jokowi menjadi Staf Khusus Presiden Bidang Aceh, Imbuh Sufaini Usman menambahkan
Selanjutnya, Sufaini Usman berjanji dan bertekad akan nenjadikan Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Tolak ukur Pilot Projek Program Pemerintah bagi seluruh Provinsi NKRI yang ber-ldeologi Pancasil ber-Bhineka Tunggal Ika dan Berdaulat dalam Bidang Ekonomi dan Budaya.
Selain di bidang ekonomi menjadi perhatian saya dengan cara meningkatkan kesejahtera miskin masyarakat Aceh. Selain itu hukum juga harus ditegakan secara adil, jujur dan bersyariah 'tanpa tebang pilih' serta tanpa kecuali sesuai dengan titipan armanah Para Pejuang Kemerdekaan NKRI tahun 1945.
"Maka itu hukum harus tegak di Aceh demi memberikan rasa keadilan bagi masyarakat. Sebab, jika ada penegakan hukum maka kepastian hukum bisa tercapai. Kepastian hukum sangat baik mendukung bidang-bidang lain seperti ekonomi yaitu kepercayaan dari investor dalam rangka pembangunan Aceh," tutur Sufaini Usman.
Adapun berikut inilah ketujuh (7) poin Rencana Strategis Utama (Pakta Integritas) Sufaini Usman jelaskan, yakni ,Pertama (1) Menjadikan Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Tolok ukur Pilot Proje Program Pemerintah bagi seluruh Provinsi NKRI yang ber-Ideolog Pancasilais, ber-Bhineka Tunggal Ika dan Berdaulat dalam Bidang Em dan Budaya.
Kedua (2), Mengentaskan Kemiskinan Warga masyarakat Provinsi Daerah Istimewa Aceh sekaligus meningkatkan kesejahteraan warga masyarakat Aceh. Lalu yang ketiga (3), Mewujudkan semua permasalahan Provinsi Daerah Istimewa Aceh yang terkait Isi Materi MOU HELSINKY setelah +/-14 tahun berjalan.
Kemudian, Keempat (4), Melaksanakan Mediasi dengan tujuan Rekonsiliasi mantan-mantan Kombatan Gerakan Aceh Merdeka untuk Bersatu Padu dalam memajukan Provinsi Daerah Istimewa Aceh di segala bidang. Kelima (5). Musyawarah Mufakat dalam mendatangkan Investor lokal maupun Investor Asing sebagai Prioritas Utama guna pembangunarn Infrastruktur dan pembangunan sumber daya manusia warga masyarakat Aceh.
Keenam (6). Mendukung perwujudan penegakan hukum yang ADIL, JUJUR dan BERSYARIAH tanpa tebang pilih serta tanpa kecuali sesuai dengan titipan amanah Para Pejuang Kemerdekaan NKRI tahun 1945.
Dan yang terakhir Ketujuh (7), Menjadikan warga masyarakat Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Panutan dan Lambang Persatuan Kesatuan Bangsa Indonesia yang Pancasilais, tutupnya.(bh/mnd) |