JAKARTA, Berita HUKUM - Sudah lebih dari 400 hari tapi kasus Novel belum terungkap. Ada dua hal penting yang harus diingat kalau membahas kasus teror terhadap penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan. Pertama, pelaku dan dalang terornya belum berhasil ditangkap hingga saat ini dan kedua, kondisi penglihatannya yang malah semakin memburuk.
Pria berusia 40 tahun itu dialihkan pengobatannya di Rumah Sakit Umum Singapura sejak 12 April 2017. Air keras yang disiramkan oleh pelaku tak hanya mengenai mata kirinya, tapi juga mata kanan, hidung, dan sebagian wajahnya.
Setelah menjalani perawatan selama hampir satu tahun di Negeri Singa, Novel memutuskan kembali ke Tanah Air pada 22 Februari 2018, kendati kondisi matanya belum sembuh benar.
Novel memilih tetap kembali ke Indonesia, selain karena kangen dan ingin dekat dengan keluarga, juga karena ingin mengirimkan pesan kepada pelaku teror bahwa ia tak takut. Teror air keras gak akan membuat tekadnya menciut dalam memberantas upaya korupsi.
"Karena apabila kejadian teror ini membuat saya takut, enggan bekerja, dan lain-lain, tentunya ini merupakan kemenangan bagi pelaku penyerangan, dan saya gak ingin itu terjadi," ujar Novel, ketika mendapat sambutan yang meriah di gedung KPK usai dia tiba dari Singapura, pada 22 Februari lalu.
Tapi, usai sorak sorai di gedung anti-rasuah itu, penyelidikan terhadap kasusnya pun belum terungkap. Malah, Novel pernah mengatakan saat ia tiba di rumahnya, ia masih melihat orang yang diduga keras adalah pelaku teror ikut memantau kediamannya.
Melihat hal itu, Serikat Pekerja KPK tak tinggal diam. Mereka terus berusaha menagih Presiden Joko 'Jokowi' Widodo, agar segera membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF).
Ketua Serikat Pekerja KPK yang diberi nama Wadah Pegawai, Yudi Purnomo, pada Jumat 29 Juni lalu mendatangi kantor Komnas HAM, untuk menanyakan perkembangan informasi yang diperoleh tim pemantau. Menurut Yudi, akan ada kejutan besar yang disampaikan di akhir laporan tim pada Agustus mendatang. Apa kejutan itu?
1. Tim pemantau kasus Novel memperpanjang masa kerjanya hingga Agustus
Ketua Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo datang ke kantor Komnas HAM didampingi tiga rekannya. Ia ditemui Komisioner Komnas HAM Amiruddin Al-Rahab yang mengatakan terus memperpanjang kinerja tim pemantau kasus Novel hingga Agustus 2018.
Lalu, apa alasan tim pemantau itu memperpanjang waktu kinerjanya? "Karena kami butuh lebih banyak informasi," ujar Amiruddin kepada media pada Jumat lalu.
Sebelumnya, Komisioner Komnas HAM lainnya, Sandrayati Moniaga, pernah menjelaskan salah satu informasi yang dibutuhkan yakni rekaman CCTV yang terpasang di rumah tetangga Novel. Para tetangga itu sering kali tak ada di rumah, sehingga sulit memperoleh dokumennya.
Sandrayati juga menyebutkan tak ada kendala dalam proses pengumpulan data. Semua pihak, termasuk polisi bersikap kooperatif. "Saya rasa gak ada kendala ya. Semua pihak, termasuk kepolisian memberikan data yang kami butuhkan," ujar Sandrayati yang pernah ditemui pada 23 Mei lalu.
2. Tim pemantau kasus Novel mendapatkan titik terang mengapa pengusutan kasus terhambat
Tim pemantau penyelidikan kasus Novel dibentuk berdasarkan sidang paripurna Komnas HAM Nomor 02/SP/II/2018 tanggal 6 dan 7 Februari 2018. Tim itu punya fokus dan tujuan memastikan proses hukum terhadap peristiwa yang dialami Novel sesuai koridor hukum.
Berdasarkan pernyataan Sandrayati, tim saat ini sudah merampungkan 75 persen kinerjanya. Capaian yang sudah dilakukan oleh tim tersebut yakni meminta keterangan korban (Novel) dan penasihat hukum, memeriksa para saksi utama dan pendukung, memeriksa lokasi kejadian dan menemui pimpinan KPK, dan tim KPK, tim penyelidik kepolisian dari Polda Metro Jaya.
Sementara, menurut Yudi, ia merasa optimistis usai bertemu dengan Komisioner Komnas HAM. Mengapa? Soal yang itu, ia enggan berbagi kepada media.
"Setelah bertemu dengan Komisioner Komnas HAM, saya semakin optimistis bahwa kasus Novel akan semakin terungkap. Kami akan tetap giat untuk mendatangi tokoh-tokoh nasional untuk meminta dukungan agar kasus Novel terungkap dan meminta Presiden membentuk TGPF," ujar Yudi kepada IDN Times melalui pesan pendek pada Sabtu (30/6).
Tokoh-tokoh nasional dan agama memang menjadi salah satu pihak yang akan disambangi oleh Wadah Pegawai KPK. Mereka gak ingin teror terhadap para pekerja KPK dan abdi negara yang lain yang fokus memberantas korupsi justru diabaikan oleh negara. Mereka seharusnya diberikan perlindungan. Caranya ya dengan menangkap para pelaku teror.
3. Melindungi yang paling baik dengan mengungkap pelaku, bukan dijaga 24 jam
Sebelumnya, Novel sudah bolak-balik mengungkapkan kekecewaannya terhadap cara polisi membongkar teror penyiraman air keras. Walau sudah berjalan satu tahun lebih, tapi pengungkapan kasusnya masih berjalan di tempat.
Bahkan, dalam sebuah wawancara Kapolri Jenderal (Pol) Tito Karnavian, mengatakan dugaan adanya keterlibatan oknum Polri hanya rumor dan belum tentu benar.
Di sisi lain, Presiden Joko 'Jokowi' Widodo yang sempat berjanji akan mengungkap kasusnya, malah terus mengandalkan kinerja kepolisian untuk mencari pelaku teror terhadap Novel.
Mantan Gubernur DKI itu baru mempertimbangkan untuk membentuk TGPF, kalau Tito sudah 'angkat tangan' dan mengaku tak bisa menuntaskan kasus tersebut. "Saya akan terus kejar Kapolri, agar kasus ini menjadi jelas dan tuntas siapa pun pelakunya. Akan kami kejar terus Polri," ujar Jokowi kepada media pada (20/2) lalu.
Selama berada di Jakarta, Novel diberikan penjagaan selama 24 jam dari KPK dan Komando Kesiapsiagaan Angkatan Muda Muhammadiyah (Kokam) Muhammadiyah. Namun, menurut Novel perlindungan yang tepat justru bukan disiagakan penjaga keamanan di luar rumahnya. Dia lebih menginginkan agar kasus dan pelakunya segera diungkap.
"Perlindungan yang baik adalah ketika orang itu diserang, ketika pegawai KPK atau petugas yang tengah melakukan tanggung jawabnya diserang, penyerangnya harus diungkap jangan malah dibiarkan. Ketika dibiarkan atau malah cenderung dilindungi, setidaknya saya menduga demikian, maka ini berbahaya," ujar Novel ketika dijenguk oleh Wadah Pegawai pada (17/6) lalu.
4. Dokter menyarankan Novel tetap beristirahat hingga satu bulan ke depan
Asa Wadah Pegawai KPK: Ajak Publik Tak Lupakan Kasus Novel BaswedanANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
Kondisi kesehatan mata Novel sendiri diketahui kembali memburuk. Hal itu diketahui ketika ia kembali ke Singapura untuk melakukan pemeriksaan di General Hospital.
"Novel mengeluhkan pandangan mata kirinya berkurang. Setelah dilakukan pemeriksaan, diketahui bahwa penyebab yang menghalangi penglihatan mata Novel adalah karena tumbuhnya selaput pada bagian gusi yang terpasang pada mata kiri tersebut," ujar juru bicara KPK, Febri Diansyah melalui keterangan tertulis pada Jumat (29/6).
Alhasil, dokter melakukan operasi kecil dengan memotong dan merapikan selaput yang tumbuh menutupi lensa tersebut.
"Usai dioperasi, hasilnya cukup baik. Novel merasa penglihatannya menjadi lebih baik dan visi penglihatan mata kiri tersebut menjadi lebih luas dari sebelumnya," kata Febri.
Dokter kemudian memberikan surat keterangan bahwa penyidik senior KPK tersebut belum fit untuk kembali bertugas hingga 31 Juli mendatang.(sd/idntimes/bh/sya) |