Beranda | Berita Utama | White Crime | Cyber Crime | EkBis | Opini | INDEX Berita
Eksekutif | Legislatif | Gaya Hidup | Selebriti | Nusantara | Internasional | Lingkungan
Politik | Pemilu | Peradilan | Perdata| Pidana | Reskrim
Eksekutif    
BPJS
Atasi Defisit, BPK dan BPKP Harus Awasi BPJS Kesehatan
2018-09-19 21:51:29
 

Ilustrasi. Flyer BPJS Kesehatan.(Foto: BH /sya)
 
JAKARTA, Berita HUKUM - Defisit keuangan yang setiap tahun dialami Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, menuntut pengawasan ketat dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Ini penting agar sejumlah rumah sakit yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan tidak mengalami kerugian.

Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Supriyatno menegaskan hal itu dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan BPK, BPKP, dan BPS di ruang rapat Komisi XI DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (19/9). Seperti diketahui, keterlambatan pembayaran klaim rumah sakit oleh BPJS Kesehatan membuat para tenaga medis dan pasien kesulitan memberi pelayanan dan mengakses layanan kesehatan dengan baik.

Yang jelas, kata Supriyatno, masyarakat akan selalu dirugikan dengan kondisi defisit keuangan BPJS Kesehatan ini. "Kalau selama 6 bulan tidak dibayar, bisa bangkrut rumah sakit. Tenaga kesehatannya juga susah. BPK dan BPKP harus awasi ini. Apakah iurannya kekecilan, mungkin itu bisa ditambah supaya BPJS tidak rugi. Ke depan harus ada solusi," seru Supriyatno.

Ia mengimbau BPK dan BPKP turun langsung mengecek kondisi keuangan BPJS Kesehatan untuk mengetahui laporan keuangannya setiap waktu. "Pengawasan keuangan yang kredibel ini bukan hanya tugas DPR, tapi tanggung jawab kita bersama," ujar Anggota F-Gerindra DPR RI ini.

Sementara, tercatat sejak 2014-2015 BPJS Kesehatan telah defisit, padahal sudah ada penganggaran mencapai Rp 4,5 triliun hingga Rp 6 triliun, sampai saat ini total defisit BPJS Kesehatan mencapai Rp 16,5 triliun. Melihat kondisi anggaran negara saat ini, tidaklah dalam kondisi yang aman. Terlebih lagi badai pelemahan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) masih berkecamuk.

Untuk mengatasi defisit BPJS Kesehatan yang tak kunjung tuntas, Ketua Komisi IX DPR RI Dede Yusuf Macan Effendi menyarankan, agar para pemangku kepentingan mengumpulkan seluruh ahli aktuaria dan ekonomi, guna memberikan solusi atasi masalah ini. Ia menegaskan, hendaknya masalah jaminan kesehatan untuk rakyat jangan hanya dibebankan kepada BPJS Kesehatan saja, karena tanpa kerja sama para lembaga negara masalah defisit sulit diatasi.

"Kita melihat BPJS disuruh jungkir balik sendirian, tanpa didukung oleh instrumen pemerintah yang lainnya. Dalam konteks ini kan ada Menteri Kesehatan, ada DJSN, ada juga Menteri Keuangan," papar Dede saat rapat kerja dengan Dirut BPJS Kesehatan, Menteri Kesehatan, Wakil Menteri Keuangan dan Ketua DJSN di Gedung Nusantara I DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (17/9) lalu.

Dede menilai persoalan yang dialami BPJS Kesehatan sangat dilematis. Masyarakat perlu mendapat pelayanan kesehatan yang layak, namun di sisi lain anggaran untuk memberikan pelayanan kesehatan cekak. "Nah kalau kita perhatikan, apa yang disebut bailout hari ini tuh Rp 4,993 triliun jauh dari kebutuhan. Kebutuhannya itu Rp 16,5 triliun. Kalau dikurangi carry over-nya itu kira-kira Rp 11 triliun," ungkap Dede.

Politisi Partai Demokrat ini mengibaratkan BPJS Kesehatan layaknya mobil Mercy seri C plus terbaik, tetapi bahan bakarnya tidak memadai, sehingga jalannya pun terseok-seok. “Ibarat mobil Mercy seri C plus terbaik, tetapi masalahnya bensin enggak ada. Masih premium sehingga jalan ndut-ndutan,” seloroh Dede.

Dede menambahkan, BPJS Kesehatan selayaknya tidak bisa selalu disuntik anggaran pemerintah, karena cakupannya terlalu luas. "Harus sustain. Kami paham Direksi BPJS Kesehatan punya sistem yang dihargai di seluruh dunia," ungkap politisi dapil Jawa Barat itu.

Sementara di sisi lain, pajak cukai rokok yang rencananya dialokasikan ke BPJS Kesehatan tak berjalan baik. Karena aturannya hasil dari cukai rokok diturunkan ke daerah penghasil tembakau. Menurut Dede, tentu harus ada skema lain yang dilakukan pemerintah agar jaminan kesehatan untuk rakyat berjalan dengan baik. "Tentu harus ada skema lain yang dilakukan pemerintah bukan hanya symptomik atau menyuntik untuk membuat bernafas, tetapi juga running ke depannya," tutup Dede. (eko/mh/sf/DPR/bh/sya)





 
   Berita Terkait > BPJS
 
  Legislator Minta Pemerintah Tinjau Kembali Program KRIS
  Bongkar-Pasang Regulasi Bingungkan Peserta BPJS Kesehatan
  Fadli Zon: Inpres BPJS Kesehatan Seharusnya Tidak Mengikat
  Luqman Hakim: Batalkan Kepesertaan BPJS Kesehatan sebagai Syarat Pelayanan Pertanahan
  Manfaat JHT Cair di Usia 56 Tahun, Netty: Cederai Rasa Kemanusiaan
 
ads1

  Berita Utama
Tolak Tawaran Jadi Duta Polri, Band Sukatani Akui Lagu "Bayar Bayar Bayar" Diintimidasi

Istana Dukung Kejagung Bersih-bersih di Pertamina: Akan Ada Kekagetan

Megawati Soekarnoputri: Kepala Daerah dari PDI Perjuangan Tunda Dulu Retreat di Magelang

Usai Resmi Ditahan, Hasto Minta KPK Periksa Keluarga Jokowi

 

ads2

  Berita Terkini
 
BNNP Kaltim Gagalkan Peredaran 1,5 Kg Sabu di Samarinda dan Balikpapan

Kasus Korupsi PT BKS, Kejati Kaltim Sita Rp2,5 Milyar dari Tersangka SR

Tolak Tawaran Jadi Duta Polri, Band Sukatani Akui Lagu "Bayar Bayar Bayar" Diintimidasi

10 Ribu Buruh Sritex Kena PHK, Mintarsih Ungkap Mental Masyarakat Terguncang

Anak 'Crazy Rich' Alam Sutera Pelaku Penganiayaan, Sudah Tersangka Tapi Belum Ditahan

ads3
 
PT. Zafa Mediatama Indonesia
Kantor Redaksi
Jl. Fatmawati Raya No 47D Lt.2
Cilandak - Jakarta Selatan 12410
Telp : +62 21 7493148
+62 85100405359

info@beritahukum.com
 
Beranda | Tentang Kami | Partner | Disclaimer | Mobile
 
  Copyright 2011 @ BeritaHUKUM.com | V2