ACEH, Berita HUKUM - Kepala Dinas Perkebunan dan Kehutanan (Dishutbun) Kabupaten Aceh Utara, Ir Edi Sofyan mengatakan, bahwa hutan Mangrove di kawasan setempat saat ini sudah punah tanpa tersisa sedikitpun.
"Hutan Mangrove di kabupaten ini hanya tinggal bekasnya saja," ujarnya, Sabtu (25/5). Dulunya, hutan lindung di Kabupaten Aceh Utara banyak ditumbuhi pohon hutan mangrove, namun kini hutan yang sangat berfungsi sebagai penahan abrasi laut itu sudah beralih fungsi menjadi ladang tambak masyarakat.
Kendati demikian, Dishutbun tengah melakukan upaya penyelamatan lingkungan ini dari abrasi bahkan bencana alam, dengan menggalakkan penanaman Mangrove sekitar 50 hektar di kawasan hutan lindung pantai utara seperti di daerah Pantonlabu, Seunuddon dan beberapa kawasan lainya.
Sesuai Undang-Undang (UU) Kehutanan, sepanjang kiri dan kanan sungai itu harus ditumbuhi dengan jalur hijau tanaman Mangrove untuk mengatasi dan mencegah terjadinya banjir. Oleh karena itu, vegetasi mangrove itu merupakan penanaman sangat tepat dikembangkan di kawasan pesisir pantai. Dan nantinya areal pertambakan milik masyarakat akan dipindahkan ke pesisir sungai
Penanaman mangrove itu dilakukan agar daerah Aceh Utara terhindar dari bencana banjir yang pada akhir-akhir ini kerap terjadi. Karena bencana banjir pemicu utamanya ialah hutan yang gundul, sehingga apabila terjadi hujan deras tidak ada lagi penyangga air tersebut.
"Kita mengalami kesulitan untuk melakukan penyelamatan hutan Mangrove dan hutan lindung Aceh Utara," katanya.
Sebab, seiring kian maraknya aksi penggundulan hutan yang dilakukan oleh oknum-oknum perusak hutan. Meskipun Dishutbun sudah beberapa kali memberikan surat edaran, namun sampai sekarang para pelaku pembalakan liar masih saja tetap beroperasi dan disinyalir aparat penegak hukum juga terlibat di dalamnya.
"Itulah kendalanya, hutan kita punah, akibatnya hutan lindung saat ini hanya tersisa 3000 hektar. Jika tidak segera kita selamatkan maka akan mengancam daerah Aceh Utara dari bencana banjir," pungkasnya.(bhc/sul) |