JAKARTA, Berita HUKUM - Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) telah mengusai teknologi pengolahan pemisahan Uranium dan Thorium, terutama dari Monasit hasil aktifitas pertambangan timah yang ada di Pulau Bangka, sehingga didapatkan Logam Tanah Jarang oksida yang mempunyai nilai ekonomis tinggi.
Hal itu disampaikan Menteri Riset dan Teknologi, Prof. M. Gusti Hatta, saat membuka Workshop Berbagi Ilmu Teknologi dan Pertambangan Uranium yang diadakan Pusat Teknologi Bahan Galian Nuklir (PTBGN) Batan bekerjasama dengan Internasional Atomic Energy Agency atau IAEA.
“Batan telah melaporkan bahwa mereka sudah menguasai teknologi akan pengolahan uranium. Hal ini penting dilakukan karena tingkatan potensi sumber daya uranium di seluruh Indonesia hingga saat ini mencapai 70 ribu ton untuk jenis U3O8 dan jenis Thorium mencapai 125 ribu ton,” papar Gusti Hatta pada BeritaHUKUM, Selasa (14/10).
Adapun kegiatan penelitian dan pengembangan pada ekplorasi, penambangan dan pengolahan uranium dan thorium oleh Batan, merupakan bagian dari dukungan untuk pengembangan program Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di Indonesia. Berdasarkan statistik 2013, kapasitas pembangkit listrik milik PLN kini berkapasitas 47 Giga Watt elektrik (GWe) yang menghasilkan 17 miliar kWh untuk melayani 250 juta penduduk Indonesia.
Pada kesempatan yang sama, Kepala Batan, Prof. Djarot Sulistio Wisnubroto menyatakan pertemuan Batan dengan sejumlah ahli dari IAEA merupakan langkah pembuka guna berdirinya PLTN di Indonesia. Seperti diketahui bahwa uranium merupakan bahan dasar guna memicu adanya energi listrik pada pembangkit tenaga nuklir.
“Kita harus memulai dari sekarang soal pengembangan teknologi uranium. Ini terkait kebijakan energy nasional yang telah memperkirakan pada tahun 2025 kapasitas listrik akan meningkat menjadi 115 gigawatt. Karena itu diharapkan berdirinya PLTN dapat membantu ketersediaan listrik sebesar 10 gigawatt,” ungkap Djarot.
Menurut Djarot, Batan berencana akan membangun reaktor daya non komersil di Serpong sebagai percontohan akan PLTN mini.
“Proyek contoh di Serpong itu untuk menjelaskan bahwa PLTN itu aman asal dikelola penuh tanggung jawab. Dan masyarakat bisa menerima hal itu dengan melihat percontohannya,” imbuh Djarot menjelaskan.
Adapun wakil IAEA, Martin Fairclough menyatakan Indonesia merupakan negara di Asia Tenggara yang memegang peranan penting akan produksi uranium. Kunjungan IAEA berdasarkan pertemuan kesepahaman akan teknik pertambangan uranium terkini dan tata kelola aturan sesuai prinsip aturan pertambangan uranium internasional.
“Saya hadir disini mewakili IAEA karena Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi uranium terbesar di Asia Tenggara. Saya mengerti bahwa secara hukum, aturan uranium di Indonesia belum ada tata kelolanya. Saya hanya ingin berbagi ilmu soal teknik pertambangan uranium internasional dan menyampaikan bahwa IAEA memiliki standar aturan hukum internasional soal tambang uranium. Kalian kan tentu paham bahwa uranium ini harus dikelola dengan sangat tepat karena terkait lingkungan dan keamanan,” papar Martin pada BeritaHUKUM.
Martin Fairclough merupakan wakil IAEA dari Divisi Teknologi Nuklir. Pria berkebangsaan Austria ini pun dikenal masyararakat internasional pada lingkup bidang uranium sebagai ahli/spesialis produksi uranium IAEA.(bhc/mat)
|