JAKARTA, Berita HUKUM - Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Supratman Andi Agtas menerima perwakilan Partai Buruh yang tengah menggelar aksi di depan Gedung MPR/DPR/DPD RI. Salah satu tuntutan mereka yaitu menolak revisi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Menanggapi aspirasi tersebut, Supratman menyebut DPR menghormati dan mengikuti putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Ia memastikan DPR RI akan menindaklanjuti putusan MK itu.
"Segala upaya yang kita lakukan dalam rangka memperbaiki tata kelola pelaksanaan pembentukan perundang-undang sesuai MK pasti DPR akan melakukannya. UU ini cacat formil, berarti bicara proses, nanti tuntutan substansinya itu berbeda lagi," kata Supratman di Ruang Rapat Baleg DPR RI, Gedung Nusantara I, Senayan, Jumat (14/1).
Sebagaimana diketahui, MK telah memutuskan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat selama tidak dilakukan perbaikan dalam jangka waktu dua tahun setelah putusan dibacakan. Apabila, dalam jangka waktu dua tahun tidak dilakukan perbaikan, maka Omnibus Law UU 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dinyatakan tidak berlaku.
Anggota Fraksi Partai Gerindra DPR RI ini menegaskan tak ada yang salah dari aspirasi yang disampaikan Partai Buruh. Hanya saja, terkait substansi UU Ciptaker klaster ketenagakerjaan, menurut dia harus ada keseimbangan antara buruh dan pengusaha. Supratman mengatakan, aspirasi seluruh stakeholder juga harus diperhatikan. Karena tidak mungkin dunia usaha tanpa pekerja. Begitu juga pekerja membutuhkan dunia usaha.
DPR RI dan pemerintah akan mencari titik tengah antara dunia usaha dan pekerja supaya ke depan keduanya memperoleh kesejahteraan. "Menggolkan semua kepentingan pengusaha dan mengabaikan kepentingan buruh tak mungkin Pemerintah dan DPR lakukan. Sebaliknya juga begitu, maka kita cari titik tengahnya soal kepentingan itu," sambung Supratman.
Supratman menambahkan, pihaknya akan membahas sesuai keputusan Badan Musyawarah (Bamus). "Saya belum tahu (AKD) siapa yang nanti akan membahas, karena itu tugas Bamus yang menentukan AKD mana yang akan membahas. Tapi yang pasti saya jamin bahwa pembahasan ini akan dimulai dari awal dengan mendengarkan semua pihak," jelasnya.
"Ini menjadi momentum yang baik, dimana MK dari sisi formil mengoreksi pembuat UU untuk melakukan sebuah proses itu menjadi lebih transparan, walaupun pandangan kami selama ini sudah sangat transparan kita DPR ya. Kan dikoreksi tadi itu partisipasi publik di tingkat penyusunan (pemerintah), tetapi men-judgement kita kehilangan nurani. Saya rasa enggak fair juga," sambung legislator dapil Sulawesi Tengah itu.
Audiensi dihadiri 13 orang perwakilan Partai Butuh. Dalam audiensi, Presiden FSPMI sekaligus Ketua Mahkamah Partai Buruh Riden Hatam Aziz meminta pembahasan UU Cipta Kerja tidak dilanjutkan pembahasannya. Sebab, menurutnya UU Cipta Kerja itu telah dinyatakan cacat secara formil oleh MK.
"Sikap kami para pimpinan buruh meminta kepada DPR RI untuk tidak lagi melanjutkan pembahasan UU 11 2020 wabil khusus klaster ketenagakerjaan," katanya. Aziz mengatakan, jika memang DPR dan Pemerintah tetap mau melanjutkan, maka buruh meminta agar pembahasan dilakukan dari awal.
Sementara itu, Ketua Umum Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI) Ilhamsyah menegaskan, para buruh tidak hanya menolak UU Cipta Kerja dalam proses formil, melainkan juga substansinya. Ia melanjutkan, pihaknya meminta parlemen melakukan intervensi terhadap PP Nomor 35 Tahun 2021 tentang tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja dan PP Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.
Menurutnya, kedua peraturan turunan UU Cipta Kerja tersebut dilarang dilanjutkan pembahasannya setelah putusan MK. "Pascaputusan itu (MK), betul Pemerintah tidak mengeluarkan PP baru, tapi jangan lupa juga di amar putusan nomor 7 itu ditangguhkan. Yang dimaksud Bung Sabda tadi, berharap ada intervensi dari DPR untuk PP 35, PP 36, yang sifatnya strategis itu ditangguhkan," katanya.(rnm,ann,dty/sf/DPR/bh/sya) |