JAKARTA, Berita HUKUM - Sebentar lagi Indonesia akan memiliki salah satu gedung tertinggi di dunia, dan tertinggi di Indonesia. Bangunan yang ditangani oleh PT Danayasa Arthatama Tbk itu diperkirakan akan rampung pada 2017. Bisa jadi sebagian orang Indonesia yang bangga terhadap keeleganan gedung atas persaingan gedung-gedung internasional menjadi bangga. Namun, ternyata gedung yang bernama signature tower itu menghadapi sandungan.
Penambahan gedung ini dinilai akan taraf kelebihan suplai (over supply). Pasalnya, berdasar hasil riset konsultan properti, Colliers International Indonesia, Jumat (13/7), suplai perkantoran di kawasan pusat bisnis atau CDB (central business district) mencapai 4,50 juta meter persegi (m2) hingga kuartal-II 2012.
"Menurut data yang kami perolah, dari 2009 hingga 2016, total suplai perkantoran di CBD Jakarta hampir 6 juta m2,” papar Ferry Salanto, Associate Director Research Colliers Indonesia.
Ferry menjelaskan, bisa saja kesalahan perhitungan itu ada pada pengembang. Kebanyakan proyek perkantoran rampung pada 2014, sedangkan proyek yang rampung pada 2013 baru satu gedung.
"Suplai perkantoran pada 2014 nanti akan menumpuk, baik di CBD maupun di luar CBD. Dan semuanya akan bersaing ketat di pasar, karena hadir dalam waktu bersamaan. Sementara pada 2013 suplainya tidak ada yang baru. Padahal permintaan perkantoran di Jakarta hingga saat ini masih sangat tinggi," imbuh Ferry.
Sekadar diketahui, bahwa gedung signature tower akan menjadi gedung tertinggi kelima di dunia. Kapasitas lantainya mencapai 111 lantai. Biaya yang ditelan mencapai US$ 1 miliar atau setara Rp9 triliun. Tingginya mencapai 638 meter.
Gedung ini berdiri di lot 6 kawasan central business district atau sering disebut CBD, sebelumnya tempat automall, butik ponsel dan millenia. Sentral gedung bisnis ini dikembangkan oleh PT Danayasa Arthatama Tbk, yang digenggam oleh Tommy Winata (bhc/frd)
|