JAKARTA-Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membeberkan belasan perusahaan asing yang tidak membayar pajak. Akibat tidak pernah membayar kewajibannya tersebut, sehingga negara terancam kehilangan pendapatan hingga Rp 1,6 triliun. Demikian dikatakan Wakil Ketua KPK Haryono Umar kepada wartawan di Jakarta, Kamis (14/7).
Bahkan, Haryono membeberkan fakta yang mengejutkan. Dari 14 perusahaan asing itu, ada beberapa di antaranya sama sekali tak pernah bayar pajak selama lima kali pergantian Menteri Keuangan (Menkeu). “KPK sudah berkoordinasi dengan BP Migas, Direktorat Jendral Pajak, dan Direktorat Jenderal Anggaran membahas temuan fakta itu,” jelas dia.
Menurutnya, nilai itu hanya berdasarkan data dari BP Migas. Namun, kerugian negara yang ditimbulkan oleh perusahaan asing itu bisa melebihi angka tersebut. Pasalnya, BP Migas baru melakukan pendataan sementara. Sedangkan KPK dan Ditjen Pajak belum melakukan penghitungan. “Berdasarkan kesimpulan sementara, diketahui belasan perusahaan itu tidak membayar pajak, karena terjadi dispute atau perbedaan pendapat dengan pemerintah soal penghitungan pajak,” ungkap Haryono.
Namun, Haryono justru lebih mengkhawatir adanya permainan dan penyelewengan yang dilakukan penyelenggara negara terkait tidak dibayarnya pajak itu. Kasus Gayus Tambunan menjadi acuannya. “Tapi KPK belum menemukan adanya indikasi penyelewengan yang dilakukan oleh penyelenggara negara. Kami masih melakukan penelusuran,” tutur dia.
KPK, tegasnya, akan melalukan kajian mendalam terkait masalah tidak dibayarnya pajak oleh belasan perusahaan asing tersebut. Pihaknya juga telah meminta instansi-instansi terkait, seperti Ditjen Pajak dan BP Migas untuk segera menindaklanjuti masalah itu. Mereka diwajibkan untuk segera menagih pajak kepada belasan perusahaan asing itu. “KPK akan bertindak, ini menyangkut kepentingan negara,” tandasnya.
Sebelumnya, anggota Komisi IV DPR Viva Yoga Mauladi mendesak pemerintah untuk meninjau ulang seluruh izin perusahaan tambang di Indonesia. Selain kerap tak membayar pajak, perusahaan tambang asing biasanya hanya mencari keuntungan semata. Bahkan, banyak yang melakukan operasionalnya tak ramah terhadap lingkungan. Sebaiknya, pemerintah lebih memprioritaskan perusahaan tambang dalam negeri untuk mengelola sumber daya alam.
“Sekarang ini banyak perusahaan tambang asing yang tidak memenuhi prosedur perizinan dan tidak membayar pajak serta tidak memperhatikan lingkungan. Akibatnya, hasil tambang tidak memberikan manfaat kesejahteraan bagi masyarakat. Tidak sedikit masyarakat di sekitar tambang justru berada di bawah garis kemiskinan,” jelas dia.
Menurut dia, perusahaan-perusahaan tambang asing itu merupakan milik Thailand, Malaysia dan beberapa negara asing lainnya. Mayoritas perusahaan tambang asing itu mengelola tambang batu bara. "Banyak perusahaan asing yang bekerja di sektor pertambangan yang tidak mematuhi ketentuan. Untuk itu, sebaiknya aparat penegak hukum tidak segan untuk memprosesnya. KPK bisa turun tangan untuk menyelidiki pelanggaran pajak tersebut,” tandas Yoga Mauladi.(ans)
|